Tiga pendeketan utama untuk mendefinisikan
limbah berbahaya yaitu (1) sebuah diskripsi kualitatif pada asalnya, tipe, dan pendukungnya,
(2) klasifikasi dengan dasar karaktristik terutama bedasarkanprosedurtes, dan
(3) dengan cara konsentrasi zat-zat spesifik yang berbahaya. Limbah digolongkan menurut
tipe umum, misalnya”spent halogenated solvents” atau pelarut terhalogenasi
atau oleh sumber-sumber industry misalnya “pickingliquor from steel
manufacturing”atau mendapat cairan dari industry manufaktur baja.
ADS
loading...
Wednesday, September 4, 2019
Tuesday, June 25, 2019
SUBSECTOR FINANCING
JPMorgan Chase was also the top banker
over the past three years of three spotlight oil and gas subsectors: Arctic oil
and gas, ultra-deepwater oil and gas, and LNG. Our research shows an uptick in
overall bank financing for Arctic oil and gas last year, which is worrisome
considering the Trump regime’s attempts to open up the Arctic Refuge for
drilling, as described on page 38. JPMorgan Chase is the biggest banker of
Arctic oil and gas by a long shot, followed by Deutsche Bank and SMBC Group.
FOSSIL FUEL FINANCE REPORT CARD 2019
In October 2018, the
Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) released a sobering report on
the devastating impacts our world will face with 1.5° Celsius of warming — let
alone 2°C — while setting out the emissions trajectory the nations of the world
need to take if we are to have any shot at keeping to that 1.5°C limit. This
10th edition of the annual fossil fuel finance report card, greatly expanded in
scope, reveals the paths banks have taken in the past three years since the
Paris Agreement was adopted, and finds that overall bank financing continues to
be aligned with climate disaster.
Sunday, June 9, 2019
BIG BANKS STOKE THE FLAMES OF THE CLIMATE CRISIS
A “collective scream sieved through the
stern, strained language of bureaucratese,” was the New Yorker’s apt
description of the UN Intergovernmental Panel on Climate Change’s (IPCC)
special report on the impacts of heating the globe by 1.5° Celsius. The
“nightmarish tale” that emerges from the 2018 report involves a double whammy:
the impacts of 1.5°C will be much worse than previously predicted, and to have
a reasonable chance of staying under 1.5°C we need to start immediately an
unprecedented global effort to reshape our economic priorities so that we can
rapidly bend down the emissions curve.
BANKS MUST RAPIDLY TRANSITION FROM DIRTY TO CLEAN ENERGY
This report does not
assess bank financing of clean energy. While we recognize the huge importance
of ramping up finance for clean technologies and appreciate that many banks
have set targets for funding these sectors, the climate crisis demands not just
that banks seize the many opportunities for profit in the clean energy
revolution, but also that they be prepared to fundamentally redraw their
business models away from financing dirty energy. These banks’ clean financing
is in any case swamped by the volumes they funnel into fossil fuels.
Monday, May 6, 2019
CARBON FOOTPRINT: THE HIDDEN RISKS OF FINANCED EMISSIONS
Large banks are driving climate change by pumping
billions of dollars into carbon-intensive extreme fossil fuels and tropical
deforestation, with significant hidden environmental, social and governance (ESG)
risks. While banks report their operational emissions, emissions resulting from
their financing activities can be 100x larger1 and are typically undisclosed.
Climate change can have enormous financial implications, as recognized in the
Recommendations of the Task Force on Climate-Related Financial Disclosures
(TCFD) published in June 2017. “Responsible Investment” indexes such as the
MSCI ACWI Low Carbon Target Index deceptively classify banks as “low-carbon”
even as they heavily finance dangerous new carbon emissions (see below). The
Paris Climate Agreement goal of keeping temperature rise to 1.5˚C won’t be
achievable if banks and investors continue to fund and facilitate the burning
and destruction of high-carbon assets. It’s time for banks to fully disclose the
carbon footprint of their financing, decarbonize their portfolios, and
accelerate the transition towards a sustainable low-carbon future (see
Recommendations in the back).
FULL TEXT: CLICK HERE
FULL TEXT: CLICK HERE
Thursday, April 11, 2019
GAMBARAN UMUM SEKTOR KELAPA SAWIT INDONESIA
Ekspansi perkebunan kelapa sawit di Indonesia terjadi
kecepatan yang sangat tinggi, dan telah menciptakan masalah lingkungan dan
sosial yang serius: sejumlah hutan yang bernilai tinggi dikonversi menjadi perkebunan;
habitat satwa yang dilindungi terancam punah, emisi gas rumah kaca yang
signifikan disebabkan oleh alih fungsi lahan gambut, dan banyak masyarakat
kehilangan akses terhadap tanah yang sangat penting untuk keberlangsungan hidup
mereka dan yang telah mereka miliki secara turun-temurun.
Sunday, April 7, 2019
SOLUSI UNTUK PEPSICO SEBAGAI PELANGGAN MINYAK KELAPA SAWIT INDOFOOD
PepsiCo
memiliki peran yang sangat penting untuk merubah Indofood. Selaku Mitra Bisnis
Indofood dan produsen tunggal. PepsiCo di Indonesia, PepsiCo berposisi khusus
untuk memastikan Indofood menjadi perusahaan minyak sawit yang bertanggung
jawab. PepsiCo harus meminta Indofood untuk segera melakukan investigasi dan
memperbaiki pelanggaran hak-hak buruh yang diuraikan dalam laporan ini,
menyelesaikan kasus-kasus Minyak Sawit yang Bermasalah lainnya yang masih belum
terselesaikan, serta menerapkan dan melaksanakan kebijakan minyak sawit bertanggung
jawab yang mewajibkan produksi dan pengadaan minyak sawit yang sepenuhnya dapat
terlacak, dikembangkan secara legal dan terverifikasi sebagai tidak berkaitan
dengan pelanggaran hak buruh, deforestasi, ekspansi pada lahan gambut yang kaya
karbon pada kedalaman apapun, juga pelanggaran HAM. Membiarkan Indofood tanpa perubahan
berarti mempertaruhkan reputasi PepsiCo dan merupakan bentuk kegagalan PepsiCo dalam
memenuhi prinsip-prinsip kebijakan minyak sawitnya yang baru. Pada tingkat yang
lebih umum, PepsiCo harus menerapkan tenggat waktu yang ambisius untuk
memastikan pihak ketiganya terverifikasi mematuhi kebijakannya untuk semua
minyak sawit yang digunakan dalam semua produk. dan mereknya, termasuk
barang-barang yang diproduksi oleh Indofood dan mitra usaha patungan lainnya.
Saat ini raksasa makanan ringan tersebut hanya memiliki niat untuk mendapatkan
minyak sawit yang 100% bersertifikat RSPO pada tahun 2020.
Friday, April 5, 2019
APA YANG HARUS DILAKUKAN ROUNDTABLE ON SUSTAINABLE PALM OIL
Perusahaan perkebunan kelapa sawit Indofood merupakan anggota
dari sistem sertifikasi industri Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO).
Sebagai anggota RSPO, PT PP London Sumatra Indonesia Tbk. (Lonsum) dan PT Salim
Ivomas Pratama Tbk. (Salim Ivomas) diwajibkan untuk mematuhi Prinsip dan
Kriteria RSPO, termasuk beberapa prinsip yang mengatur tentang hak-hak buruh. Berdasarkan
temuan-temuan dalam laporan ini, Lonsum milik Indofood setidaknya melakukan pelanggaran
terhadap prinsip-prinsip RSPO berikut ini:
REKOMENDASI UNTUK PEMERINTAH DALAM MENGATASI MASALAH SAWIT INDONESIA
Pemilihan Joko Widodo sebagai Presiden Republik
Indonesia yang baru dan penunjukan kabinet baru pada tahun 2014 merupakan
peluang untuk dilakukannya peninjauan terhadap kebijakan nasional yang berlaku.
Sebagaimana ditunjukkan dalam laporan ini, UU Ketenagakerjaan dan penegakannya saat
ini tidak cukup untuk menjunjung tinggi dan melindungi hak-hak buruh perkebunan
kelapa sawit yang memiliki risiko tersendiri dan lebih tinggi karena kondisi
mereka yang terisolasi secara geografis. Sifat dasar pekerjaan di perkebunan
kelapa sawit sangatlah berbeda dari sektor industri dan oleh sebab itu perlu
diatur melalui serangkaian peraturan yang khusus. Pemerintah Republik Indonesia
harus menetapkan undangundang ketenagakerjaan khusus untuk melindungi buruh perkebunan
kelapa sawit.
Thursday, April 4, 2019
REKOMENDASI UNTUK INDOFOOD DALAM MENGATASI KONFLIK SAWIT INDONESIA
Temuan-temuan dalam investigasi
yang dilakukan di dua perkebunan Indofood ini mengindikasikan kegagalan pendekatan
Indofood dalam memproduksi minyak sawit bertanggung jawab, sehingga
mengakibatkan pelanggaran hak-hak buruh dan praktik-praktik Minyak Sawit yang
Bermasalah lainnya. Untuk menunjukkan komitmennya dalam menghentikan
eksploitasi buruh dan menjunjung tinggi hak-hak buruh, Indofood harus
menyelaraskan kebijakannya terkait ketenagakerjaan dan rencana pelaksanaannya
dengan ketentuan yang tertuang dalam Prinsip-prinsip dan Panduan Pelaksanaan:
Buruh yang Bebas dan Adil dalam Produksi Minyak Sawit (Prinsip Buruh yang
Adil), dan segera melakukan investigasi dan perbaikan terhadap pelanggaran
hak-hak buruh sebagaimana yang diuraikan dalam laporan ini.
Tuesday, March 26, 2019
PROSES BIOAKUMULASI
Persistensi
suatu zat kimia di lingkungan bukan hanya salah satu faktor penyumbang masalah pada
toksikologi lingkungan. Seperti telah dijelaskan pada bab sebelumnya zat kimia
tidak akan memberikan efek yang merugikan bagi organisme jika dia tidak
terabsorpsi dan kontak dengan reseptor kerjanya. Sifat-sifat fisiko-kimia yang
berpengaruh pada proses absorpsi, distribusi dan eliminasi xenobiotika di dalam
tubuh organisme telah juga diuraikan panjang lebar. Salah satu konsekuensi dari
pelepasan dan penyebaran substansi pencemar di lingkungan adalah penangkapan
(uptake) dan penimbunan (accumulation) oleh makhluk hidup mengikuti alur rantai
makanan (food chain). Penangkapan (penyerapan) substansi pencemar sebagian
besar melalui proses difusi pasif, dimana lipofilitas zat kimia memegang peranan
penting pada proses ini. Pengambilan dan “retensi” pencemar oleh makhluk hidup
mengakibatkan peningkatan konsentrasi “penumpukan” yang pada dapat memiliki
pengaruh yang merugikan. Retensi suatu pencemar bergantung pada waktu paruh
biologis substansi pencemar. Jika suatu substansi pencemar memiliki waktu paruh
yang relatif lama, maka mereka akan tertahan atau menunjukkan daya tahan yang
relatif tinggi terhadap penghancuran “degradasi” atau eliminasi oleh organisme
tersebut, penangkapan “uptake” substansi pencemar secara terus menerus akan mengakibatkan
peningkatan konsentrasi substansi pencemar dalam tubuh organisme tersebut.
Monday, March 25, 2019
KLASIFIKASI PESTISIDA DAN POLA PENGGUNAAN
Bahan kimia pestisida pertama kali diklasifikasikan berdasarkan
fungsi dan penggunaan utamanya, seperti insektisida “pembasmi serangga”,
fungisida “pembasmi jamur”, dan sebagainya. Selanjutnya, berdasarkan klasifikasi
di atas, berbagai senyawa pestisida dikelompokkan berdasarkan hubungan dan
kemiripan dari struktur dan kandungan bahan kimianya.
Insektisida, secara luas terdapat empat kelompok besar
insektisida yaitu: organoklirin, organofosfat, karbamat, dan senyawa sintetik
botani dan derivatnya. Kelompok insektisida organoklorin “hidrokarbon terklorinasi”
yang merupakan racun terhadap susunan syaraf “neorotoksik” yang merangsang sistem
syaraf baik pada serangga maupun pada mamalia, yang menyebabkan tremor dan
kejang-kejang.
Sunday, March 24, 2019
POLUSI UDARA DAN KESEHATAN
Meningkatnya urbanisasi, pertumbuhan penduduk, industrialisasi,
dan penggunaan kendaraan bermotor sebagai faktor penyebab peningkatan pencemaran
udara, namun disamping itu dapat dijamin bahwa setiap individu mendapatkan
udara “14 kilogram” udara bersih yang diperlukan setiap hari untuk bernafas.
Sudah diakui secara luas bahwa polusi udara dapat menimbulkan masalah kesehatan.
Sumber terbesar dari masalah polusi udara yang berbahaya adalah asap rokok. Disamping
itu polusi udara di dalam rumah sering kali lebih buruk dibandingkan dengan
polusi udara.
Saturday, March 23, 2019
SULFUR DIOKSIDA DAN HUJAN ASAM
Secara
alamia gas-gas karbon, sulfur dan nitrogen dilepaskan ke udara dari hasil
penguraian tanaman, hewan, kegiatan gunung berapi, dan erosi oleh angin.
Gas-gas ini diperlukan dalam proses fotosintesis untuk produksi protein, asam nukleat,
dan zat-zat lainnya dalam tanaman dan hewan. Pembakaran bahan bakar fosil
merupakan sumber pelepasan baru gas-gas tersebut ke udara, sehingga terjadi
penambahan sulfur dan nitrogen afmosfer yang cukup berarti. Presipitasi gas-gas
sulfur dan nitrogen memberikan pengaruh toksisitas yang buruk terhadap
ekosistem alamiah, khususnya di daerah Eropa Barat dan Timur.
Friday, March 22, 2019
PENGANTAR TOKSIKOLOGI LINGKUNGAN
Sejak manusia pertama kali berkumpul di desa dan
memanfaatkan api merupakan awal terjadi penurunan kualitas lingkungan oleh
manusia, masalah semakin serius akibat dari dampak pertambahan pupulasi secara
eksponential dan meningkatnya industrialisasi masyarakat. Penurunan kualitas
lingkungan mungkin melalui perubahan-perubahan kimiawi, fisika, dan biologis dalam
lingkungan melalui modifikasi atau perancuan terhadap sifat fisik dan prilaku
biologis udara, air, tanah, makanan, dan limbah, karena dipengaruhi oleh pertanian,
industri dan kegiatan sosial manusia. Secara nyata bahwa kegiatan manusia akan
terus berlanjut memerlukan jumlah bahan bakar yang bertambah, bahan kimia industri,
pupuk, pestisida, dan produk lainnya yang tidak terhitung; serta industri akan
terus berlanjut menghasilkan produk limbah. Limbah gas akan sangat cepat terdistribusi
menuju udara (atmosfer) selanjutnya akan terlarutkan oleh bintik-bintik air dan
terbawa kembali ke bumi bersama hujan.
Thursday, March 21, 2019
EMISSIONS GAP REPORT 2018
The world is at last beginning to tackle its fossil
fuel addiction. Coal is no longer competitive, and wind farms and solar
installations are gathering pace – in Australia, northern Europe, China, India
and elsewhere. Electric mobility and ride sharing are redefining transport, especially
in cities tired of breathing dirty air. Huge strides in energy efficiency are
being made.
The problem, as the science here is telling us, is
that we’re not making the change nearly as quickly as we need to. This is of course
not new – it’s an almost carbon copy of what we were told last year, and the years
before that. But what we do have is yet more compelling science, and something
that adds to that provided by the 1.5 degree report recently released by the Intergovernmental
Panel on Climate Change.
Monday, March 11, 2019
ADAPTASI MASYARAKAT ADAT TERHADAP PERUBAHAN IKLIM
Dampak perubahan iklim terhadap kehidupan telah banyak
dilaporkan. Sebagai contoh di Kalimantan Barat, pada tahun 2006 telah terjadi
krisis pangan di dua desa di Kecamatan Tanjung Lokang. Hal tersebut diduga
terjadi karena produksi pertanian menurun bahkan megalami gagal panen akibat
kemarau panjang. Di laporkan pula bahwa di Kalimantan Barat telah terjadi gagal
panen di pertengahan tahun 2010 akibat cuaca yang selalu berubah-ubah tak
menentu, sehingga produksi beras menurun hingga 70% dari produksi sebelumnya. Akibatnya,
petani lebih berfokus untuk memperbaiki produksi getah pohon karetnya guna menutup
biaya beli beras. Sebagai akibat dari bencana banjir di sejumlah kabupaten di
Provinsi Kalimanta Barat tersebut, ratusan ribu orang kehilangan harta
bendanya—yang berarti angka kemiskinanakan semakin meningkat (http://www.jeratpapua.org/2014/05/13/banjir-dan-perubahaniklim-
di-papua/).
MENGENAL PESTISIDA
Pestisida sangat banyak digunakan secara global dalam
produksi makanan, serat dan kayu, dalam pengelolaan tanah masyarakat, dan dalam
pengendalian serangga-serangga pembawa penyakit dan hama-hama rumah tangga dan
kebun. Masyarakat belekangan ini semakin tergantung pada penggunaan bahan-bahan
kimia dalam pengendalian serangga yang tidak dikehendaki, gulma, jamur dan
binatang penggangu lainnya. Penggunaan pestisida yang tidak rasional telah
terbukti ikut menimbulkan masalah terhadap ekosistem.
AGRICULTURAL SOLUTIONS TO CLIMATE CHANGE
There
are many strategies that farmers, businesses, and consumers can adopt to reduce
greenhouse gases related to agriculture. First, farmers can replace fossil
fuels such as gasoline and diesel with biofuels such as ethanol or biodiesel.
Ethanol is a fuel alcohol that is produced by a fermentation process that uses
yeast to convert the sugars found in plants into a combustible alcohol fuel.
Ethanol can offset varying amounts of fossil fuel–generated carbon dioxide
depending on the material used to produce the ethanol. For example, Brazil,
located in a tropical climate, can efficiently grow sugarcane. Sugarcane is an
excellent source material for ethanol because the sugars in sugarcane can be easily
converted into alcohol. In the United States, corn is the primary feedstock for
ethanol. It is more costly to convert corn into sugar because the sugars are
bound up in long starch molecules. These carbohydrates must be broken down in
order to free up the sugars to be converted into alcohol. Therefore,
researchers in the United States are working hard to discover ways to lower the
costs of producing corn-based ethanol.
AGRICULTURAL IMPACTS OF CLIMATE CHANGE
Given that crops and livestock thrive in a relatively
narrow set of environmental parameters, it makes sense to explore how climate
change will affect agricultural productivity. Factors considered include the
impacts of rising temperatures, increased production of carbon dioxide and
other greenhouse gases, water supply fluctuations, soil quality variations,
sea-level increases, and the introduction of new pests, diseases, and weeds,
which could hurt agricultural output. These changes can have different impacts
depending on the geographic scale of analysis. Climatic change will have different
manifestations at local, regional, and global scales. Impacts will also vary
according to the agricultural products under consideration. Some plant or animal
species may be very resilient to environmental changes. Others may not adapt so
well to change.
CONTRIBUTIONS AGRICULTURE TO CLIMATE CHANGE
While agriculture is affected by climate change,
agricultural processes also contribute directly and indirectly to global
warming. This occurs for many reasons. A direct contribution is agriculture’s
reliance on the combustion of fossil fuels such as gasoline, diesel, and
propane to power farm equipment, including tractors, combines, grain elevators,
grain dryers, and transport trucks for shipping feed and livestock. Agriculture
also relies on petrochemicals in the form of herbicides and pesticides.
Estimates suggest that agriculture uses 8 percent of all energy consumed in the
United States.
Saturday, February 16, 2019
PEMISAHAN KATION GOLONGAN I, II, III, IV, DAN V
1.
Proses
pemisahan kation antar golongan
Pemisahan
kation-kation antar golongan dapat dilakukan dengan memberikan variasi
reagensia yang digunakan. Variasi reagensia yang digunakan didasarkan atas
kelarutan yang selektif dari kation-kation. Dengan pemvariasian reagensia maka
kita akan dapat menggolongkan kation-kation berdasarkan kesamaan sifat
selektifitas kation tersebut terhadap reagensia.
Untuk dapat memisahkan kation golongan I dari
kation golongan lainnya dapat dilakukan dengan jalan penambahan HCl encer.
Penambahan HCl encer ini bertujuan untuk mengendapkan kation-kation golongan I,
sehingga kation golongan I terpisah dari kation-kation lain yang tidak
terendapkan ketika ditambahkan HCl encer.
MEKANISME KERACUNAN
Studi tentng hubungan antara struktur kimia dan biologi dari
senyawa senyawa serta mekanismenya dalam tubuh telah dikembangkan untuk dapat
meramalkan cara kerja racun dalam tubuh. Mekanisme keracunan terbagi dalam 2
fase yaitu Fase kinetic dan Fase
dinamik.
a. Fase Kinetik
Fase kinetik meliputi proses-proses biologi biasa :
penyerapan, penyebaran dalam tubuh, metabolisme, dan proses pembuangan atau
eksresi Fase kinetik meliputi semua reaksi-reaksi biokimia yang terjadi dalam
tubuh, betuba katabolisme dan anabolisme. Pada fase kinetik, baik toksikan
(bahan beracun) dan atau protoksikan (bahan yg mempunyai potensi untuk
menjadi rcun) akan mengalami proses sinergetik atau sebaliknya proses
antagonis.
METABOLISME TUBUH
Metabolisme merupakan suatu proses atau peristiwa kinerja
yang terjadi dalam tubuh setiap organisme untuk dapat bertahan hidup dan
berkembang biak. Dalam peristiwa ini, semua bahan yang masuk ke dalam tubuh
akan diolah untuk dapat dimanfaatkan oleh tubuh. Metabolisme atau
bio-transformasi dari bahan-bahan beracun merupakan faktor penentu utama
terhadap daya racun dari zat terkait. Melalui proses biotransformasi ini,
bahan-bahan beracun yang masuk ke dalam tubuh akan mengalami peningkatan daya
racunnya atau malah akan mengalami penurunan dari daya racun yang dimilikinya.
Hal tersebut terjadi karena dalam peristiwa ini, setiap zat atau material yang
masuk dalam tubuh akan diolah dan diubah menjadi bentuk-bentuk yang lebih
sederhana. Dalam proses perubahan bentuk yang merupakan rangkaian peristiwa
kimiawi, suatu bahan beracun dapat saja berikatan dengan bahan beracun
lain yang akan meningkatkan daya racunnya yang sdah ada atau sebaliknya akan
berikatan dengan bahan beracun lain yang sifatnya antagonis (bertentangan),
sehingga menurunkan atau bahkan menetralkan daya racun yang semula ada.
PROSES PENCEMARAN
Interaksi
toksikan/pencemar dengan organisme dapat dinyatakan sebagai proses
toksikokinetik, yaitu proses uptake toksikan/pencemar, dilanjutkan proses
distribusi, metabolisme, dan penyimpanan dalam tubuh organisme serta ekskresi
dari tubuh organisme tersebut. Proses tersebut menarik untuk dipelajari karena
menentukan tingkat safety dan risk suatu toksikan/pencemar. Sedangkan interaksi
polutan dengan sel, jaringan atau organ, dalam bentuk respon toksik dinyatakan
sebagai toksikodinamik.
Secara
umum, proses pencemaran dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung.
Secara langsung yaitu bahan pencemar tersebut langsung berdampak meracuni
sehingga mengganggu kesehatan manusia, hewan dan tumbuhan atau mengganggu
keseimbangan ekologis baik air, udara maupun tanah. Proses tidak langsung,
yaitu beberapa zat kimia bereaksi di udara, air maupun tanah, sehingga
menyebabkan pencemaran.
Friday, February 1, 2019
TEKNIK PENGOLAHAN LIMBAH DENGAN WET SCRUBBING
Wet scrubber adalah peralatan pengendali pencemar
udara yang berfungsi untuk mengumpulkan partikel-partikel halus yang terbawa
dalam gas buang suatu proses dengan menggunakan titik-titik air.
Pada pengolahan ini cairan umumnya air digunakan untuk
menangkap partikel debu atau untuk meningkatkan ukuran aerosol. Partikel halus
berukuran 0,1 sampai 20 mikron dapat disisihkan secara efektif dari gas pembawa
menggunakan wet collector. Nama lain dari filter basah adalah Scrubbers atau
Wet Collectors. Prinsip kerja filter basah adalah membersihkan udara yang kotor
dengan cara menyemprotkan air dari bagian atas alt, sedangkan udara yang kotor
dari bagian bawah alat. Pada saat udara yang berdebu kontak dengan air, maka
debu akan ikut disemprotkan air turun ke bawah. Venturi Scrubber menghilangkan
partikel debu dan kontaminan gas tertentu dari gas aliran dengan memaksanya melewati
aliran cair, menghasilkan cairan yang teratomisasi. Tinggi kecepatan
diferensial di antara gas kotor dan cairan droplets menyebabkan partikel
bertumbukan, kemudian akan berkelompok untuk membentuk tetesan yang lebih
besar. Terakhir, tetesan cair tersebut dilemparkan pada dinding alat pemisah
dan gas bersih pun dikeluarkan melalui puncak scrubber.
Tuesday, January 29, 2019
TEKNIK PENGOLAHAN LIMBAH B3 DENGAN FLOTASI
Flotation (flotasi) berasal dari kata float yang
berarti mengapung atau mengambang. Flotasi dapat diartikan sebagai suatu
pemisahan suatu zat dari zat lainnya pada suatu cairan/larutan berdasarkan perbedaan
sifat permukaan dari zat yang akan dipisahkan, dimana zat yang bersifat
hidrofilik tetap berada fasa air sedangkan zat yang bersifat hidrofobik akan
terikat pada gelembung udara dan akan terbawa ke permukaan larutan dan
membentuk buih yang kemudian dapat dipisahkan dari cairan tersebut. Secara umum
flotation melibatkan 3 fase yaitu cair (sebagai media), padat (partikel yang
terkandung dalam cairan) dan gas (gelembung udara).
Saturday, January 26, 2019
ZAT-ZAT YANG DAPAT TERBAKAR DAN MELEDAK
Dalam pengertian luas zat yang dapat terbakar adalah sesuatu
yang siap terbakar, sedangkan zat yang dapat meledak relative memerlukan
rangsangan untuk terbakar. Sebelum mencoba mecermati definisi-definisi ini perlulah
kiranya menetapkan beberapa terminology lain. Kebanyakan zat kimia yang
cenderung terbakar tak sengaja adalah berupa cairan. Cairan menimbulkan uap,
yang biasanya lebih pekat dari pada udara, dan karenanya bertendensi untuk
terbakar. Tendensi dari pada suatu cairan untuk terbakar dapat diukur dengan
sebuah pengujian dengan cairan dipanaskan dan secara priodik diekspose terhadap
nyala api hingga campuran uap dan udara menyala pada permukaan cairan. Temperatur
yang terjadi ini dinamakan titik nyala/flash point.
Tuesday, January 22, 2019
A NEW NATURE-HUMAN RELATIONSHIP
A
critical environmental education consists of developing, not only among youth,
but the population in general, the capacities to analyze educational
propositions regarding the environment and dominant environmental discourses to
decode hidden ideological orientations, the beliefs and interests that direct them,
and which implicitly tend to reproduce the practices that are nevertheless the
ones that would be necessary to shift to a different kind of relationship between
nature and human beings. The reference to science and technological transfers
as the main answer to defining and correcting the problem is insufficient to
correct a situation that requires that humans also question the philosophic
foundations, sociological, political, and economic dimensions of the regulation
of climate. To reproduce the same economic logic is denounced by many as
incapable of
correcting the shameless exploitation of nature and human beings that are at
the heart of the environmental crisis.
Saturday, January 19, 2019
ENVIRONMENTAL EDUCATION AND SUSTAINABILITY
The fourth report of the Intergovernmental Panel on
Climate Change (IPCC), published in February 2007, confirms the reality of
global climate change. Some scientists have pointed to the uncertainties and
the inevitable limits of the climatic modeling, and other researchers question
the ascendancy of scientist’s analyses of the question in the public sphere.
They assert that sociopolitical analyses should lead scholars to question the
neo-liberal model of society, with its faith in technical progress, as well as
the inequitable sharing of the wealth which ensues from it, according to Scott
Lash, et al. The consensus of the IPCC experts has strengthened over the years,
and concludes that the production of greenhouse gas of human origin is an important
cause of global warming.
Tuesday, January 15, 2019
WHAT ARE SOME STRATEGIES TO REDUCE THE AMOUNT AND/OR TOXICITY OF CHEMICAL WASTE GENERATED IN THE LABORATORY?
All laboratories that use chemicals inevitably produce
chemical waste that must be properly disposed of. It is crucial to minimize
both the toxicity and the amount of chemical waste that is generated. A waste
management and reduction policy that conforms to State and local regulations
should be established by the school or school district. Several things that can
be done to minimize hazards, waste generation, and control costs follow:
Wednesday, January 9, 2019
ENVIRONMENTAL CHEMMISTRY
Environmental chemistry is the study of the sources,
reactions, transport, effects, and fates of chemical species in the water, air,
terrestrial, and living environments and the effects of human activities
thereon. Some idea of the complexity of environmental chemistry as a discipline
may be realized by examining, which indicates the interchange of
chemical species among various environmental spheres. Throughout an
environmental system there are variations in temperature, mixing, intensity of
solar radiation, input of materials, and various other factors that strongly
influence chemical conditions and behavior. Because of its complexity,
environmental chemistry must be approached with simplified models. This chapter
presents an overview of environmental chemistry
TOXICOLOGICAL
CHEMISTRYAND
BIOCHEMISTRY
THIRD EDITION
CHEMISTRYAND
BIOCHEMISTRY
THIRD EDITION
In order to understand toxicological chemistry, it is
necessary to have some understanding of the environmental context in which
toxicological chemical phenomena occur. This in turn requiresan understanding
of the broader picture of environmental science and environmental
chemistry,which are addressed in this chapter. Also needed is an understanding
of how environmentalchemicals interact with organisms and their ecosystems, as
addressed by the topic of ecotoxicology.
Environmental science can be defined as the study of the
earth, air, water, and living environments, and the effects of technology
thereon.1 To a significant degree, environmental science hasevolved from
investigations of the ways by which, and places in which, living organisms
carry outtheir life cycles. This is the discipline of natural history, which in
recent times has evolved intoecology, the study of environmental factors that
affect organisms and how organisms interact withthese factors and with each
other.
Subscribe to:
Posts (Atom)