Interaksi
toksikan/pencemar dengan organisme dapat dinyatakan sebagai proses
toksikokinetik, yaitu proses uptake toksikan/pencemar, dilanjutkan proses
distribusi, metabolisme, dan penyimpanan dalam tubuh organisme serta ekskresi
dari tubuh organisme tersebut. Proses tersebut menarik untuk dipelajari karena
menentukan tingkat safety dan risk suatu toksikan/pencemar. Sedangkan interaksi
polutan dengan sel, jaringan atau organ, dalam bentuk respon toksik dinyatakan
sebagai toksikodinamik.
Secara
umum, proses pencemaran dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung.
Secara langsung yaitu bahan pencemar tersebut langsung berdampak meracuni
sehingga mengganggu kesehatan manusia, hewan dan tumbuhan atau mengganggu
keseimbangan ekologis baik air, udara maupun tanah. Proses tidak langsung,
yaitu beberapa zat kimia bereaksi di udara, air maupun tanah, sehingga
menyebabkan pencemaran.
Pencemar
ada yang langsung terasa dampaknya, misalnya berupa gangguan kesehatan langsung
(penyakit akut), atau akan dirasakan setelah jangka waktu tertentu (penyakit
kronis). Sebenarnya alam memiliki kemampuan sendiri untuk mengatasi pencemaran
(self recovery), namun alam memiliki keterbatasan. Setelah batas itu
terlampaui, maka pencemar akan berada di alam secara tetap atau terakumulasi
dan kemudian berdampak pada manusia, material, hewan, tumbuhan dan ekosistem.
Adanya
pencemar di dalam lingkungan, menyebabkan adanya gangguan keseimbangan di dalam
lingkungan tersebut. Punahnya spasies tertentu dapat mengubah pola interaksi
biologis dalam suatu ekosistem. Rantai makanan, jaring-jaring makanan dan aliran energi
menjadiberubah. Akibatnya, keseimbangan lingkngan terganggu. Daur materi dan
daur biogeokimia menjadi terganggu.
METABOLISME TUBUH
Metabolisme merupakan suatu proses atau peristiwa kinerja
yang terjadi dalam tubuh setiap organisme untuk dapat bertahan hidup dan
berkembang biak. Dalam peristiwa ini, semua bahan yang masuk ke dalam tubuh
akan diolah untuk dapat dimanfaatkan oleh tubuh. Metabolisme atau
bio-transformasi dari bahan-bahan beracun merupakan faktor penentu utama
terhadap daya racun dari zat terkait. Melalui proses biotransformasi ini,
bahan-bahan beracun yang masuk ke dalam tubuh akan mengalami peningkatan daya
racunnya atau malah akan mengalami penurunan dari daya racun yang dimilikinya.
Hal tersebut terjadi karena dalam peristiwa ini, setiap zat atau material yang
masuk dalam tubuh akan diolah dan diubah menjadi bentuk-bentuk yang lebih
sederhana. Dalam proses perubahan bentuk yang merupakan rangkaian peristiwa
kimiawi, suatu bahan beracun dapat saja berikatan dengan bahan beracun
lain yang akan meningkatkan daya racunnya yang sdah ada atau sebaliknya akan
berikatan dengan bahan beracun lain yang sifatnya antagonis (bertentangan),
sehingga menurunkan atau bahkan menetralkan daya racun yang semula ada.
Pada peristiwa biotransformasi, enzim memegang peranan yang
sangat penting sebagai zat perangsang untuk memperlancar atau mempercepat
proses ini. Karena itu enzim disebut juga sebagai aktivator atau katalisator
biologis atau biokatalisator.
TRANSFORMASI DESTRUKTIF
Transformasi destruktif merupakan
salah satu bentuk dari perisiwa biotransformasi yang terjadi pada
organisme hidup. Pelaksanaan dari proses biotransformasi destruktif berkenaan
dengan pembakaran atau penghancuran bentuk suatu persenyawaan dari suatu
unsur yang dituju menjadi bentuk lain tampa menghapus unsur yang dituju
tersebut.
Dalam menjalankan , enzim-enzim seringkali membutuhkan logam
ataupun vitamin ataupun gabungan dari keduanya sebagai kofaktor dan aktivator.
(yang meningkatkan aktivitas enzim) Contonhnya adalah enzim ko-karboksilase
dimana enzim ini bekerja untuk memecah CO2 dari asam-asam organik
tertentu. Pada proses kerjanya, enzim ini membutuhkan vitamin B-1 dan Mg2+
agar dapat bekerja menjalankan fungsinya. Umumnya pusat aktif dari suatu gugus
enzim adalah ion-ion logam. Namun demikian enzim-enzim yang pusat aktifnya
logam bersifat labil. Disebabkan ion-ion logam yang terdapat dalam suatu gugus
enzim seringkali dapat digantikan oleh logam lain yang ikut masuk ke dalam
tubuh. Keadaan pergeseran ion logam yang terdapat pada suatu gugus enzim akan
sangat mudah terjadi bila terjadi defisiensi. Defisiensi Zn dan Fe seringkali
menyebabkan masuknya logam Pb untuk menggantikan fungsi ion logam dari gugus
enzim. Ternyata kemudian ion-ion logam yang masuk menggantikan ion logam yang
seharusnya berperan telah menjadikan penyebab terhalangnya kemampuan
kerja dari enzim terkait. Ion-ion logam pengganti yang kemudian menghalangi
kerja enzim disebut sebagai inhibitor, Sedangkan ion-ion logam yang dibutuhkan
oleh gugus enzim ini dinamakan pusat aktif (aktivator). Pada enzim-enzim
tertentu, ada yang mengandung gugus sufihidril (-SH) sebagi pusat aktif. Enzim
ini merupakan kelompok enzim yang paling mudah terhalang daya kerjanya. Keadaan
ini disebabkan gugus sufihidril yang dikandungnya dengan mudah dapat berikatan
dengan ion-ion logam berat yang masuk ke dalam tubuh. Akibat –SH
berikatan dengan ion logam berat, daya kerja yang dimiliki oleh enzim menjadi
sangat berkurang dan atau sama sekali tidak dapat bekerja. Keadaan ini secara
keseluruhan akan merusak sistem metabolisme tubuh. Diperkirakan terdapat
sekitar satu juta gugus enzim yang mengatur metabolisme dalam tubuh manusia.
Setia enzim tersebut hanya mampu bekerja untuk satu bentuk pekerjaan. Akan
tetapi kerja dari setiap enzim tersebut saling berkait membentuk suatu kesatuan
yang tidak dapat dipisahkan. Jika terjadi sesuatu gangguan pada salah satu
kerja enzim saja, dapat dipastikan akan turut mempengaruhi kerja dari
enzim-enzim lainya. Jadi dapat dibayangkan betapa kemasukan ion penghalang
seperti ion logam berat secara berkelanjutan akan dapat merusak semua sistem
kerja enzim. Gangguan tersebut pada tingkat serius dapat menyebabkan kematian
No comments:
Post a Comment