ADS

loading...

Tuesday, March 26, 2019

PROSES BIOAKUMULASI



            Persistensi suatu zat kimia di lingkungan bukan hanya salah satu faktor penyumbang masalah pada toksikologi lingkungan. Seperti telah dijelaskan pada bab sebelumnya zat kimia tidak akan memberikan efek yang merugikan bagi organisme jika dia tidak terabsorpsi dan kontak dengan reseptor kerjanya. Sifat-sifat fisiko-kimia yang berpengaruh pada proses absorpsi, distribusi dan eliminasi xenobiotika di dalam tubuh organisme telah juga diuraikan panjang lebar. Salah satu konsekuensi dari pelepasan dan penyebaran substansi pencemar di lingkungan adalah penangkapan (uptake) dan penimbunan (accumulation) oleh makhluk hidup mengikuti alur rantai makanan (food chain). Penangkapan (penyerapan) substansi pencemar sebagian besar melalui proses difusi pasif, dimana lipofilitas zat kimia memegang peranan penting pada proses ini. Pengambilan dan “retensi” pencemar oleh makhluk hidup mengakibatkan peningkatan konsentrasi “penumpukan” yang pada dapat memiliki pengaruh yang merugikan. Retensi suatu pencemar bergantung pada waktu paruh biologis substansi pencemar. Jika suatu substansi pencemar memiliki waktu paruh yang relatif lama, maka mereka akan tertahan atau menunjukkan daya tahan yang relatif tinggi terhadap penghancuran “degradasi” atau eliminasi oleh organisme tersebut, penangkapan “uptake” substansi pencemar secara terus menerus akan mengakibatkan peningkatan konsentrasi substansi pencemar dalam tubuh organisme tersebut.

Monday, March 25, 2019

KLASIFIKASI PESTISIDA DAN POLA PENGGUNAAN



Bahan kimia pestisida pertama kali diklasifikasikan berdasarkan fungsi dan penggunaan utamanya, seperti insektisida “pembasmi serangga”, fungisida “pembasmi jamur”, dan sebagainya. Selanjutnya, berdasarkan klasifikasi di atas, berbagai senyawa pestisida dikelompokkan berdasarkan hubungan dan kemiripan dari struktur dan kandungan bahan kimianya.
Insektisida, secara luas terdapat empat kelompok besar insektisida yaitu: organoklirin, organofosfat, karbamat, dan senyawa sintetik botani dan derivatnya. Kelompok insektisida organoklorin “hidrokarbon terklorinasi” yang merupakan racun terhadap susunan syaraf “neorotoksik” yang merangsang sistem syaraf baik pada serangga maupun pada mamalia, yang menyebabkan tremor dan kejang-kejang.

Sunday, March 24, 2019

POLUSI UDARA DAN KESEHATAN


Meningkatnya urbanisasi, pertumbuhan penduduk, industrialisasi, dan penggunaan kendaraan bermotor sebagai faktor penyebab peningkatan pencemaran udara, namun disamping itu dapat dijamin bahwa setiap individu mendapatkan udara “14 kilogram” udara bersih yang diperlukan setiap hari untuk bernafas. Sudah diakui secara luas bahwa polusi udara dapat menimbulkan masalah kesehatan. Sumber terbesar dari masalah polusi udara yang berbahaya adalah asap rokok. Disamping itu polusi udara di dalam rumah sering kali lebih buruk dibandingkan dengan polusi udara.

Saturday, March 23, 2019

SULFUR DIOKSIDA DAN HUJAN ASAM



            Secara alamia gas-gas karbon, sulfur dan nitrogen dilepaskan ke udara dari hasil penguraian tanaman, hewan, kegiatan gunung berapi, dan erosi oleh angin. Gas-gas ini diperlukan dalam proses fotosintesis untuk produksi protein, asam nukleat, dan zat-zat lainnya dalam tanaman dan hewan. Pembakaran bahan bakar fosil merupakan sumber pelepasan baru gas-gas tersebut ke udara, sehingga terjadi penambahan sulfur dan nitrogen afmosfer yang cukup berarti. Presipitasi gas-gas sulfur dan nitrogen memberikan pengaruh toksisitas yang buruk terhadap ekosistem alamiah, khususnya di daerah Eropa Barat dan Timur.

Friday, March 22, 2019

PENGANTAR TOKSIKOLOGI LINGKUNGAN



Sejak manusia pertama kali berkumpul di desa dan memanfaatkan api merupakan awal terjadi penurunan kualitas lingkungan oleh manusia, masalah semakin serius akibat dari dampak pertambahan pupulasi secara eksponential dan meningkatnya industrialisasi masyarakat. Penurunan kualitas lingkungan mungkin melalui perubahan-perubahan kimiawi, fisika, dan biologis dalam lingkungan melalui modifikasi atau perancuan terhadap sifat fisik dan prilaku biologis udara, air, tanah, makanan, dan limbah, karena dipengaruhi oleh pertanian, industri dan kegiatan sosial manusia. Secara nyata bahwa kegiatan manusia akan terus berlanjut memerlukan jumlah bahan bakar yang bertambah, bahan kimia industri, pupuk, pestisida, dan produk lainnya yang tidak terhitung; serta industri akan terus berlanjut menghasilkan produk limbah. Limbah gas akan sangat cepat terdistribusi menuju udara (atmosfer) selanjutnya akan terlarutkan oleh bintik-bintik air dan terbawa kembali ke bumi bersama hujan.

Thursday, March 21, 2019

EMISSIONS GAP REPORT 2018



The world is at last beginning to tackle its fossil fuel addiction. Coal is no longer competitive, and wind farms and solar installations are gathering pace – in Australia, northern Europe, China, India and elsewhere. Electric mobility and ride sharing are redefining transport, especially in cities tired of breathing dirty air. Huge strides in energy efficiency are being made.
The problem, as the science here is telling us, is that we’re not making the change nearly as quickly as we need to. This is of course not new – it’s an almost carbon copy of what we were told last year, and the years before that. But what we do have is yet more compelling science, and something that adds to that provided by the 1.5 degree report recently released by the Intergovernmental Panel on Climate Change.

Monday, March 11, 2019

ADAPTASI MASYARAKAT ADAT TERHADAP PERUBAHAN IKLIM



Dampak perubahan iklim terhadap kehidupan telah banyak dilaporkan. Sebagai contoh di Kalimantan Barat, pada tahun 2006 telah terjadi krisis pangan di dua desa di Kecamatan Tanjung Lokang. Hal tersebut diduga terjadi karena produksi pertanian menurun bahkan megalami gagal panen akibat kemarau panjang. Di laporkan pula bahwa di Kalimantan Barat telah terjadi gagal panen di pertengahan tahun 2010 akibat cuaca yang selalu berubah-ubah tak menentu, sehingga produksi beras menurun hingga 70% dari produksi sebelumnya. Akibatnya, petani lebih berfokus untuk memperbaiki produksi getah pohon karetnya guna menutup biaya beli beras. Sebagai akibat dari bencana banjir di sejumlah kabupaten di Provinsi Kalimanta Barat tersebut, ratusan ribu orang kehilangan harta bendanya—yang berarti angka kemiskinanakan semakin meningkat (http://www.jeratpapua.org/2014/05/13/banjir-dan-perubahaniklim- di-papua/).

MENGENAL PESTISIDA



Pestisida sangat banyak digunakan secara global dalam produksi makanan, serat dan kayu, dalam pengelolaan tanah masyarakat, dan dalam pengendalian serangga-serangga pembawa penyakit dan hama-hama rumah tangga dan kebun. Masyarakat belekangan ini semakin tergantung pada penggunaan bahan-bahan kimia dalam pengendalian serangga yang tidak dikehendaki, gulma, jamur dan binatang penggangu lainnya. Penggunaan pestisida yang tidak rasional telah terbukti ikut menimbulkan masalah terhadap ekosistem.

AGRICULTURAL SOLUTIONS TO CLIMATE CHANGE



            There are many strategies that farmers, businesses, and consumers can adopt to reduce greenhouse gases related to agriculture. First, farmers can replace fossil fuels such as gasoline and diesel with biofuels such as ethanol or biodiesel. Ethanol is a fuel alcohol that is produced by a fermentation process that uses yeast to convert the sugars found in plants into a combustible alcohol fuel. Ethanol can offset varying amounts of fossil fuel–generated carbon dioxide depending on the material used to produce the ethanol. For example, Brazil, located in a tropical climate, can efficiently grow sugarcane. Sugarcane is an excellent source material for ethanol because the sugars in sugarcane can be easily converted into alcohol. In the United States, corn is the primary feedstock for ethanol. It is more costly to convert corn into sugar because the sugars are bound up in long starch molecules. These carbohydrates must be broken down in order to free up the sugars to be converted into alcohol. Therefore, researchers in the United States are working hard to discover ways to lower the costs of producing corn-based ethanol.

AGRICULTURAL IMPACTS OF CLIMATE CHANGE



Given that crops and livestock thrive in a relatively narrow set of environmental parameters, it makes sense to explore how climate change will affect agricultural productivity. Factors considered include the impacts of rising temperatures, increased production of carbon dioxide and other greenhouse gases, water supply fluctuations, soil quality variations, sea-level increases, and the introduction of new pests, diseases, and weeds, which could hurt agricultural output. These changes can have different impacts depending on the geographic scale of analysis. Climatic change will have different manifestations at local, regional, and global scales. Impacts will also vary according to the agricultural products under consideration. Some plant or animal species may be very resilient to environmental changes. Others may not adapt so well to change.

CONTRIBUTIONS AGRICULTURE TO CLIMATE CHANGE


While agriculture is affected by climate change, agricultural processes also contribute directly and indirectly to global warming. This occurs for many reasons. A direct contribution is agriculture’s reliance on the combustion of fossil fuels such as gasoline, diesel, and propane to power farm equipment, including tractors, combines, grain elevators, grain dryers, and transport trucks for shipping feed and livestock. Agriculture also relies on petrochemicals in the form of herbicides and pesticides. Estimates suggest that agriculture uses 8 percent of all energy consumed in the United States.