Tanah adalah lapisan permukaan bumi yang
secara fisik berfungsi sebagai tempat tumbuh & berkembangnya perakaran
penopang tegak tumbuhnya tanaman dan menyuplai kebutuhan air dan udara;
secara kimiawi berfungsi sebagai gudang dan penyuplai hara atau nutrisi
(senyawa organik dan anorganik sederhana dan unsur-unsur esensial seperti: N,
P, K, Ca, Mg, S, Cu, Zn, Fe, Mn, B, Cl); dan secara biologi
berfungsi sebagai habitat biota (organisme) yang berpartisipasi aktif dalam penyediaan
hara tersebut dan zat-zat aditif (pemacu tumbuh, proteksi) bagi tanaman, yang
ketiganya secara integral mampu menunjang produktivitas tanah
untuk menghasilkan biomass dan produksi baik tanaman pangan, tanaman
obat-obatan,industri perkebunan. Selain itu, menurut Winarso dalam Subakti
(2014) menyatakan bahwa tanah adalah produk transformasi mineral dan bahan
organik yang terletak dipermukaan sampai kedalaman tertentu yang dipengaruhi
oleh faktor-faktor genetis dan lingkungan, yakni bahan induk, iklim, organisme
hidup (mikro dan makro), topografi, dan waktu yang berjalan selama kurun waktu
yang sangat panjang, yang dapat dibedakan dari cirri-ciri bahan induk asalnya
baik secara fisik kimia, biologi, maupun morfologinya.
Tanah mempunyai ciri khas dan
sifat-sifat yang berbeda-beda antara tanah di suatu tempat dengan tempat yang
lain. Sifat-sifat tanah itu meliputi fisika dan sifat kimia. Beberapa sifat
fisika tanah antara lain tekstur, struktur dan kadar lengas tanah.
Untuk sifat kimia menunjukkan sifat yang dipengaruhi oleh adanya unsur
maupun senyawa yang terdapat di dalam tanah tersebut. Pada praktikum kali ini,
hanya dilakukan penelitian sifat kimia tanah terutama pada tanah peternakan.
Sifat kimia yang dimaksud meliputi reaksi tanah(pH), kadar bahan organik dan
Kapasitas Tukaran Kation (KTK).
Bahan Organik Tanah
Bahan organik adalah bagian dari tanah
yang merupakan suatu system kompleks dan dinamis, yang bersumber dari sisa
tanaman dan atau binatang yang terdapat di dalam tanah yang terus menerus
mengalami perubahan bentuk, karena dipengaruhi oleh faktor biologi, fisika, dan
kimia. Menurut Stevenson (1994), bahan organik tanah adalah semua jenis senyawa
organik yang terdapat di dalam tanah, termasuk serasah, fraksi bahan organik
ringan, biomassa mikroorganisme, bahan organik terlarut di dalam air, dan bahan
organik yang stabil atau humus. Bahan organik dalam tanah berasal dari proses
dekomposisi/ residu tumbuhan dan binatang yang telah mati.
Selain berfungsi untuk menjaga kesuburan
tanah, bahan organik sangat penting untuk mempertahankan struktur tanah dan
kemampuan memegang air. Makin kecil suatu partikel maka akan makin luas permukaan
struktur tanah tersebut karena adanya ikatan partikel tanah dengan humus. Tanah
yang mengandung humus akan menjadi gembur, dimana ikatan satu sama lain menjadi
longgar, dan mampu mengikat air yang cukup besar. Karena itu humus sangat
penting untuk tumbuhan. Tanah yang mengandung humus berwarna coklat tua sampai
hitam. Humus terdiri dari berbagai senyawa organic, karena itu bersifat koloid
dan dapat mengikat air yang besar.
Sumber bahan organik tanah bukan saja
pupuk organik, tetapi vegetasi dan rumput yang ada pada lahan tersebut. Selain
vegetasi dan rumput, selanjutnya adalah suasana aerob dan anaerob juga
berpengaruh terhadap pelapukan/mineralisasi bahan organik. Disamping itu kadar
liat tanah juga sangat berpengaruh terhadap kandungan bahan organik tanah.
Tanah-tanah dengan kadar liat tinggi umumnya kadar bahan organiknya lebih
tinggi dibandingkan dengan tanah tanah yang kandungan liatnya rendah. (Foth,
1998).
Lebih lanjut, peruraian bahan organic
sangat dipengaruhi oleh aerasi dan drainase tanah. Aerasi dan drainase yang
baik sangat berpengaruh terhadap pertukaran udara di dalam tanah, yang
selanjutnya akan berpengaruh terhadap aktivitas mikrobia tanah dalam peruraian
bahan organik. Namun aerasi yang berlebihan juga kurang bagus karena mendorong terjadinya
oksidasi bahan organik menjadi mineral tanah secara berlebihan sehingga kadar
bahan organik tanah menjadi rendah. Hal ini sesuai dengan Kohnke (1989) bahwa,
tanah bertekstur kasar (pasir) mempunyai kandungan bahan organik sangat rendah.
Hakim et al. (1986) menyatakan bahwa tanah didominasi oleh partikel
berukuran kasar (pasir) akan didominasi oleh pori makro. Tingginya pori makro
akan menyebabkan kondisi aerob yang selanjutnya
akan mendorong oksidasi bahan organik menjadi mineral-mineral tanah sehingga
kandungan bahan organic dalam tanah menjadi rendah.
Salah satu jenis tanah yang juga
memiliki kandungan zat organic yang tinggi adalah tanah peternakan sapi. Tanah
peternakan sapi biasanya bercampur dengan kotoran sapi, biasanya tanah yang bercampur dengan kotoran ternak
khususnya sapi mempunyai kandungan serat tinggi, karena terdapat serat atau
selulosa dalam kadar tinggi pada kotoran ternak ini baik dalam bentuk padat dan
air kencing sapi,
sehingga senyawa rantai karbon yang dapat mengalami proses pelapukan
lebih kompleks, dan mengakibatkan kandungan zat organic pada tanah peternakan
khususnya adalah peternakan sapi diprediksi cukup tinggi. Adapun komposisi dan
kandungan unsur-unsur yang terdapat pada tanah peternakan khususnya peternakan
sapi adalah sebagai berikut:
Tabel 01. Komposisi unsur-unsur yang terkandung pada
tanah peternakan sapi
Unsur
|
Parameter
Nilai (%)
|
Kadar
air
|
24,21
|
Nitrogen
|
1,11
|
Karbon
organik
|
18,76
|
C/N
ratio
|
16,90
|
Fosfor
|
1,62
|
Kalium
|
7,26
|
Untuk mengetahui banyaknya kandungan zat
organic pada tanah peternakan khususnya adalah peternakan sapi, maka dilakukan
analisis kandungan zat organic pada tanah dengan menggunakan metode Walkley and
Black. Tahapan yang dilakukan dalam metode ini adalah tahapan antara, yang
artinya kandungan bahan organik ditentukan oleh besarnya C-organik hasil
titrasi kemudian dikalikan dengan konstanta tertentu.
Kandungan bahan organik tanah biasanya ditentukan
dengan mengukur kadar karbon (C) di dalam tanah. Kadar C tersebut lalu
dikalikan dengan 100/58, dengan asumsi bahwa bahan organik mengandung 58% C.
Prinsip-prinsip yang penting dalam penetapan kandungan bahan organik tanah
adalah sebagai berikut. Pertama, bahan organik diorganisasi, baik dengan K2Cr2O7
dan H2SO4 pekat, maupun melalui pembakaran. Selanjutnya,
kehilangan bahan organik setelah dioksidasi ditetapkan, misalnya dengan
menghitung kelebihan K2Cr2O7 yang tidak
tereduksi oleh bahan organik dengan cara titrasi sampel dengan menggunakan
larutan FeSO4 gelap atau dengan menetapkan jumlah gas CO2 hasil
pembakaran. Adapun reaksi yang terjadi adalah:
(organic) + 2K2Cr2O7
+8H2SO4à
2Cr2(SO4)3 +2K2SO4 + 8H2O+
CO2
Derajat Keasaman (pH)
Kemasaman tanah merupakan
salah satu sifat penting sebab terdapat hubungan pH dengan ketersediaan unsur hara juga terdapat
beberapa hubungan antara pH dan semua pembentukkan serta sifat-sifat tanah.
Pada umumnya pH tanah ditentukan oleh pencampuran satu bagian air suling untuk
mendapatkan tanah dan air sampai mendekati keseimbangan dan setelah itu baru
diukur pH suspensi tanah (Poerwowidodo, 1991).
Kemasaman pH tanah secara
sederhana merupakan ukuran aktivitas H+ dan dinyatakan sebagai –log
10 (H+). Secara praktikal ukuran logaritma aktivitas atau
konsentrasi H+ ini berarti setiap perubahan satu unit pH tanah
berarti terjadi perubahan 10 kali dari kemasaman atau kebasaan. Pada tanah yang
mempunyai pH 6,0 berarti tanah tersebut mempunyai H+ aktif sebanyak
10 kali dibandingkan dengan tanah yang mempunyai 7,0. Sebagian besar
tanah-tanah produktif, mulai dari hutan humid dan sub humid hingga padang
rumput di semiarid mempunyai pH bervariasi antara 4,0 hingga 8,0. Nilai di atas
atau di bawah variasi tersebut disebabkan oleh garam Na dan Ca atau ion H+
dan Al3+ dalam larutan tanah (Brady, 1990).
Faktor-faktor yang
mempengaruhi pH tanah adalah unsur-unsur yang terkandung dalam tanah, konsentrasi
ion H+ dan ion OH-, mineral tanah, air hujan dan bahan
induk, bahwa bahan induk tanah mempunyai pH yang bervariasi sesuai dengan
mineral penyusunnya dan asam nitrit yang secara alami merupakan komponen renik
dari air hujan juga merupakan faktor yang mempengaruhi pH tanah (Kemas, 2005).
pH tanah sangat berpengaruh
terhadap perkembangan dan pertumbuhan tanaman, baik secara langsung maupun
tidak langsung. Pengaruh langsung berupa ion hidrogen, sedangkan pengaruh tidak
langsung yaitu tersedianya unsur-unsur hara tertentu dan adanya unsur beracun.
Kisaran pH tanah mineral biasanya antara 3,5-10 atau lebih. Kebanyakan pH tanah
toleran pada yang ekstrim rendah atau tinggi, asalkan tanah mempunyai
persediaan hara yang cukup bagi pertumbuhan suatu tanaman (Sarwono, 2003).
Pada penentuan pH
tanah dalam hal ini tanah peternakan, sebanyak 5 gram sampel tanah ditambahkan 20 mL
akuades. Campuran diaduk selama 20 menit kemudian didiamkan selama 24 jam.
Setelah 24 jam pendiaman, campuran diaduk kembali 20 menit selanjutnya
didiamkan 10 menit dan diukur pHnya menggunakan pH meter.
Kapasitas
tukar kation (KTK)
Kapasitas tukar kation merupakan sifat
kimia yang sangat erat hubungannya dengan kesuburan tanah. Menurut Hardjowogeno
(2003) kapasitas Tukar Kation (KTK) atau Cation Exchange capacity (CEC)
merupakan jumlah total kation yang dapat dipertukarkan pada permukaan koloid
yang bermuatan negative. Besarnya KTK tanah tergantung pada tekstur tanah, tipe
mineral liat tanah, dan kandungan bahan organic. Semakin tinggi kadar liat atau
tekstur semakin halus maka KTK tanah akan semakin besar. Demikian pula pada
kandungan bahan organic tanah, semakin tinggi bahan oerganik tanah maka KTK
tanah akan semakin tinggi (Mukhlis, 2007).
Kapasitas Tukar Kation (KTK) setiap jenis tanah
berbeda-beda. Secara kualitatif KTK
tanah dapat diketahui dari teksturnya. Kapasitas tukar kation tanah juga
tergantung pada tipe dan jumlah kandungan liat, kandungan bahan organik, dan pH
tanah. Kapasitas tukar kation tanah yang memiliki banyak muatan tergantung pH
dapat berubah-ubah dengan perubahan pH. Keadaan tanah yang asam menyebabkan
tanah kehilangan kapasitas tukar kation dan kemampuan menyimpan hara kation
dalam bentuk dapat tukar, karena perkembangan muatan positif.
Kation adalah ion bermuatan positif seperti
Ca++, Mg+, K+, Na+, NH4+,
H+, Al3+, dan sebagainya. Di dalam tanah kation-kation
tersebut terlarut di dalam air tanah atau dijerap oleh koloid-koloid tanah.
Banyaknya kation (dalam mili ekivalen) yang dapat dijerap oleh tanah per satuan
berat tanah (biasanya per 100 g) dinamakan kapasitas tukar kation (KTK).
Kation-kation yang telah dijerap oleh koloid-koloid tersebut sukar tercuci oleh
air gravitasi, tetapi dapat diganti oleh kation lain yang terdapat dalam
larutan tanah. Hal tersebut dinamakan pertukaran kation. Jenis-jenis kation
yang telah disebutkan di atas merupakan kation-kation yang umum ditemukan dalam
kompleks jerapan tanah.(Rosmarkam dan Yuwono, 2002).
Pertukaran kation merupakan pertukaran
antara satu kation dalam suatu larutan dan kation lain dalam permukaan dari
setiap permukaan bahan yang aktif. Semua komponen tanah mendukung untuk
perluasan tempat pertukaran kation, tetapi pertukaran kation pada sebagaian
besar tanah dipusatkan pada liat dan bahan organic. Reaksi tukar kation dalam
tanah terjadi terutama di dekat permukaan tanah liat yang berukuran seperti
klorida dan partikel-partikel humus yang disebut misel. Setiap misel
dapat memiliki beribu-ribu muatan negative yang dinetralisir oleh kation yang
diabsorby (Soares et al., 2005).
Pada kebanyakan tanah ditemukan bahwa
pertukaran kation berubah dengan berubahnya pH tanah. Pada pH rendah, hanya
muatan permanen liat, dan sebagian muatan koloid organik memegang ion yang
dapat digantikan melalui pertukaran kation. Dengan demikian KTK relatif
rendah.(Harjowigeno, 2002)
KTK tanah berbanding lurus dengan jumlah
butir liat. Semakin tinggi jumlah liat suatu jenis tanah yang sama, KTK juga
bertambah besar. Makin halus tekstur tanah makin besar pula jumlah koloid liat
dan koloid organiknya, sehingga KTK juga makin besar. Sebaliknya tekstur kasar
seperti pasir atau debu, jumlah koloid liat relatif kecil demikian pula koloid
organiknya, sehingga KTK juga relatif lebih kecil daripada tanah bertekstur
halus.(Hakim, 1986). Telah dikemukakan bahwa bahan organik yang terdapat pada
tanah mempunyai daya jerap kation yang lebih besar daripada koloid liat.
Berarti semakin tinggi kandungan bahan organik suatu tanah makin tinggi pula
lah KTKnya (Rosmarkam dan Yuwono, 2002). Beberapa sifat kimia tanah disajikan
pada table di bawah ini:
Table 1. Sifat Kimia Tanah
Sifat kimia
|
Sangat
rendah
|
Rendah
|
Sedang
|
Tinggi
|
Sangat
tinggi
|
|||||
C-organik(%)
|
<1
|
1-2
|
2,01-3
|
3,01-5
|
>5
|
|||||
N-total
(%)
|
< 0,1
|
0,1-0,2
|
0,21-0,5
|
0,51-0,75
|
>0,75
|
|||||
C/N
|
< 5
|
5-10
|
11-15
|
16-25
|
>25
|
|||||
P2O5
HCL (me/100g)
|
<10
|
10-20
|
21-40
|
41-60
|
>60
|
|||||
P2O5
Bray 1 (ppm)
|
<10
|
10-20
|
21-40
|
41-60
|
>60
|
|||||
K2O
HCl 25%
(me/100g)
|
<10
|
10-20
|
21-40
|
41-60
|
>60
|
|||||
KTK
(me/100 g)
|
<5
|
5-16
|
17-24
|
25-40
|
>40
|
|||||
K
(me/100g)
|
<0,1
|
0,1-0,2
|
0,3-0,5
|
0,6-1,0
|
>1,0
|
|||||
Na
(me/100g)
|
<0,1
|
0,1-0,3
|
0,44-0,7
|
0,8-1,0
|
>1,0
|
|||||
Mg
(me/100g)
|
<0,4
|
0,4-1,0
|
1,1-2,0
|
2,1-8,0
|
>8,0
|
|||||
Ca
(me/100g)
|
<2
|
2-5
|
6-10
|
11-20
|
>20
|
|||||
KB (%)
|
<20
|
20-35
|
36-50
|
51-70
|
>70
|
|||||
Kejenuhan
Al
|
<10
|
10-20
|
21-30
|
31-60
|
>60
|
|||||
pH H2O
|
Sangat
masam
|
Masam
|
Agak
masam
|
Netral
|
Agak
basa
|
|||||
Kuantitatif
pH H2O
|
<4,5
|
4,5-5,5
|
5,6-6,5
|
6,6-7,5
|
7,6-8,5
|
|||||
Sumber:
Pusat Penelitian Tanah (1983) dalam Hardjowigeno (2003).
DOwnload versi PDF: Klik DISINI
No comments:
Post a Comment