Istilah pemanasan global (global warming) bukan menjadi istilah asing lagi bagi kita sekarang ini. Selama ini, isu tentang pemanasan global semakin sering didengungkan oleh berbagai pihak meskipun banyak juga pihak-pihak yang menyebutkan bahwa pemanasan global merupakan berita “hoax” terbesar yang pernah ada. Seperti pernyataan yang dibuat oleh Donald Trump Presiden Amerika Serikat saat ini yang mengatakan bahwa China telah membuat hoax tentang global warming.
Gambar 1. Donald Trump Tidak Percaya Global Warming
|
Terlepas ada orang yang percaya atau tidak, pada kenyataannya sekarang dunia memang sudah berubah. Pasti kita sering mendengar atau bahkan kita sendiri yang mengatakan “panas banget ya hari ini!”. Kondisi suhu panas yang sering dirasakan oleh orang-orang sekarang ini berbanding lurus dengan data yang menunjukkan bahwa planet Bumi terus mengalami peningkatan suhu yang menghawatirkan dari tahun ke tahun. Hal ini juga didukung dengan terjadinya fenomena-fenomena alam yang cenderung semakin sulit dikendalikan.
Pemanasan Global (Global Warming)
Gambar 3. Hewan Ternak Lebih Berperan
dalam Pemanasan Global
|
Emisi Gas Rumah Kaca
oleh industri Peternakan
Gambar 4. Laporan FAO PBB |
Bahaya Hewan Ternak
Hewan ternak yang biasanya menjadi hewan yang berguna bagi manusia justru akan menjadi agen pembawa kehancuran bagi dunia. Hewan-hewan ternak ini menghasilkan emisi GRK berasal dari kotoran, sistem pernafasan, pembukaan lahan untuk beternak, pengolahan dan pengiriman produk dagingnya.
Bahaya hewan ternak bukan pada dagingnya maupun bagian tubuh lainnya tetapi pada beberapa gas yang dihasilkan selama dia hidup. Gas-gas tersebut adalah CH4 (metana), N2O (dinitro oksida) dan CO2 (karbondioksida). Gas-gas Ternak ruminansia (sapi, domba dan lainnya) menghasilkan CH4 lebih banyak daripada ternak non ruminansia (babi, kuda dan lainnya) tetapi menghasilkan gas CO2 dan N2O lebih banyak (Maryono, 2010). 1 molekul CH4 = 23 molekul CO2 bahkan 1 molekul N2O = 300 molekul CO2. Berdasarkan data tersebut, gas CH4 dan N2O yang dihasilkan industri peternakan akan lebih berbahaya dari pembakaran bahan bakar fosil.
Kalau untuk beberapa hewan ternak saja, gas-gas tersebut tidaklah berbahaya karena masih dapat dinetralisir oleh tumbuhan, tetapi akan lain ceritanya jika ada milyaran hewan ternak yang hidup di bumi ini dan ironisnya lagi banyak hutan dibabat untuk lahan beternak. “Hal ini seperti kita memperbanyak jumlah penghasil polusi dan mengurangi jumlah penetral polusi demi memperbanyak jumlah penghasil polusi”.
Metana
Metana mempunyai rumus kimia (CH4) yang termasuk dalam golongan alkana pada senyawa-senyawa organik. Metana mempunyai wujud gas dan merupakan gas yang mudah terbakar sehingga bisa digunakan sebagai sumber bahan bakar. Gas metana terdapat secara alami namun sekarang metana banyak dihasilkan oleh hewan-hewan ternak yang menurut FAO sebanyak 37%. Efek pemanasan metana di atmosfer jauh lebih kuat daripada CO2 tetapi umur paruhnya di atmosfer hanya sekitar 8 tahun, dibandingkan dengan CO2 setidaknya selama 100 tahun (Goodland & Anhang, 2009).
Hewan-hewan ternak yang paling banyak menghasilkan gas CH4 adalah sapi dan kerbau. Hal ini ditunjukkan pada tabel berikut
Tabel 1. Jumlah Emisi Beberapa Hewan Ternak
No
|
Jenis Ternak
|
Faktor emisi metana
(kg/ekor/tahun)
|
1
|
Sapi pedaging
|
47
|
2
|
Sapi perah
|
61
|
3
|
Kerbau
|
55
|
4
|
Domba
|
5
|
5
|
Kambing
|
5
|
6
|
Babi
|
1
|
7
|
Kuda
|
18
|
Sumber : IPCC 2006
Berdasarkan tabel 1. dapat kita lihat kalau sapi perah kerbau dan sapi pedaging yang menempati tiga teratas penghasil metana untuk hewan ternak. Sayangnya sekarang, hewan-hewan ternak tersebut justru mempunyai populasi yang sangat besar. Menurut laporan FAO dalam Goodland & Anhang (2009) disebutkan bahwa jumlah hewan ternak di dunia sebanyak 21, 7 miliar, sementara menurut organisasi non-pemerintah ada 50 miliar hewan ternak yang dipelihara di dunia setiap tahunnya di awal tahun 2000-an. Jika melihat jumlah tersebut bisa dibayangkan berapa jumlah emisi GRK yang dihasilkan
Bagaimana cara gas metana dihasilkan oleh sapi? Sapi menghasilkan gas metana melalui sistem pencernaannya sehingga saat sapi bersendawa dan kentut maka gas metana-lah yang paling banyak dihasilkan. Kotoran sapi juga dapat menghasilkan gas metana, oleh karena itu kita mengenal yang namanya “biogas”. Biogas dapat digunakan sebagai bahan bakar karena mengandung gas metana. Jadi semakin banyak populasi hewan ternak dalam hal ini sapi maka jumlah emisi gas met ana juga akan semakin banyak.
DAMPAK INDUSTRI PETERNAKAN
Dampak yang ditimbulkan dari industri peternakan benar-benar sangat mengkhawatirkan. Berikut merupakan beberapa dampak yang ditimbulkan dari merajalelanya industri peternakan di dunia:
Penggundulan Hutan
• Sejak 1990-an, sekitar 90% penggunaan hutan Amazon di Brazil di babat untuk tempat merumput sapi dan untuk menanam pakan ternak (Margulis, 2004).
• Di Queensland Australia sekitar 91% hutan di babat untuk tempat merumput peternakan selama periode 20 tahun (SLATS report, 2009)
Penggunaan Air Berlebih
• Memerlukan lebih dari 20.000 Liter air untuk memproduksi 1 Kg daging sapi, tapi hanya perlu 2.000 Liter air untuk memproduksi 1 Kg kedelai, 900 Liter air untuk memproduksi gandum, dan 650 Liter air untuk memproduksi jagung (Primentel et al, 2004).
• 1 orang menggunkan lebih dari 15.000 Liter air perharinya untuk orang yang memakan daging, ini lebih banyak dari orang yang vegetarian (Rijsberman, 2008).
Penggunaan Tanah
• Produksi peternakan menggunakan 70% dari seluruh tanah pertanian di dunia dan 30% tanah tanpa es di planet ini (Livestock’s Long Shadow, UN, FAO, 2006).
Penyebaran Penyakit
• Lebih dari 65% penyakit menular manusia diketahui ditularkan melalui hewan ternak. Flu babi dan flu burung terjadi karena kondisi kandang yang kotor dan penjagalan yang tidak sesuai prosedur dari pabrik peternakan menjadi pusat bakteri dan virus yang mematikan. Kathy Freston, 2010).
• Penyakit lainnya yang berhubungan dengan daging seperti TBC, listeria, penyakit Chrohn, sapi gila, campylobacter, Staphylococcus aureus, radang paru-paru 2009 yang berjangkit di China.
• Antibiotik yang dipakai teratur dalam peternakan menyebabkan bakteri bermutasi, menjadi penyakit yang kebal obat (Kohanski, 2010).
Emisi Gas Rumah Kaca
Emisi Gas Rumah Kaca
· Peternakan dan produknya bertanggungjawab terhadap 51% emisi gas rumah kaca (Goodland & Anhang, 2009).
· Emisi CH4 yang dihasilkan hewan ternak 23 kali lebih berbahaya dari emisi CO2 yang dihasilkan mode tranportasi berbahan bakar fosil (Goodland & Anhang, 2009).
· Emisi N2O yang dihasilkan hewan ternak 300 kali lebih panas dari emisi CO2, dan 65% emisi N2O di dunia dihasilkan dari industri peternakan(Goodland & Anhang, 2009).
· Karbon hitam (4.470 kali lebih berbahaya dari CO2) dihasilkan dari hutan dan padang rumput yang dibakar untuk peternakan dan dapat tertinggal di atmosfer selama beberapa hari atau minggu (Nature Geoscience, 2009).
Penyebab Polusi
Industri peternakan menghasilkan 64% dari semua amonia (NH3) di dunia, yang dampaknya dapat menghasilkan hujan asam dan hidrogen sulfida (H2S) yang merupakan gas yang berbahaya (Natural Resource Defense Council, 2011).
· Satu peternakan di Amerika Serikat menghasilkan lebih banyak limbah dan polusi dibanding seluruh limbah kota Houston, Texas, AS (Shapley, 2008).
· Pada tahun 1996, industri sapi, babi dan ayam di AS menghasilkan 1,4 miliar ton limbah ternak atau 130 kali lebih banyak dari seluruh limbah kotoran manusia (Human Farming Association, 2010).
Gambar 10. Perbandingan Berat Kotoran Hewan Ternak Terhadap Mobil |
Pemakaian Sumber Daya yang Berlebihan
· Bahan bakar: Satu potong daging sapi panggang seberat 6 ons memerlukan 16 kali energi bahan bakar fosil lebih banyak daripada satu hidangan vegan berisi tiga jenis sayuran dan nasi. 1 Kg daging sapi = berkendara sejauh 250 Km dan menyalakan lampu 100 Watt selama 20 hari tanpa henti (NYTimes, 2005).
· Makanan: Saat ini 80% anak-anak kelaparan tinggal di negara yang mengekspor hasil pertanian untuk memberi makan ternak. Memproduksi 1 Kg daging sapi memerlukan 7 Kg biji-bijian untuk makanannya, yang bisa juga dikonsumsi oleh manusia (Rifkin, 2011).
ADAKAH SOLUSINYA ?
Setelah rentetan fakta-fakta mencenganngkan yang telah dibahas sebelumnya, akan muncul pertanyaan yang terpenting yaitu, adakah solusi dari semua permasalahan ini? Kabar baiknya, ada solusi untuk menghentikan global warming dan masih ada waktu untuk melakukannya tetapi yang terpenting sekarang adalah KEMAUAN KITA UNTUK MELAKUKANNYA!
Laporan yang dirilis oleh Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) lebih menyoroti masalah “Mengubah Pola Hidup yang Salah”. Sebenarnya kita tidak memerlukan perubahan yang radikal untuk membantu Bumi menjadi lebih bersahabat. Kita hanya perlu mengubah beberapa rutinitas yang dapat “menurunkan jejak karbon dari industri peternakan”
1 Kurangi Konsumsi Daging
Penelitian yang dilakukan oleh Professor Gidon Eshel dan Pamela Martin dari Universitas Chicago menyimpulkan bahwa mengganti pola makan daging dengan pola makan vegetarian akan memberikan 50% lebih efektif mencegah pemanasan global daripada mengganti sebuah mobil SUV dengan mobil hibrida. Begitu juga dengan seorang vegetarian dengan standar diet orang Amerika akan menghemat 1,5 ton emisi rumah kaca setiap tahunnya! Dengan mengurangi konsumsi daging maka secara otomatis produsen hewan ternak juga akan mengurangi jumlah hewan ternaknya. Jadi kita mulai dari diri kita sendiri untuk menyelamatkan dunia.
2 Mengganti Produk Olahan Daging
dengan Produk Nabati
Perusahaan makanan dapat memproduksi dan memasarkan produk alternatif pengganti hewani yang memiliki rasa serupa, tetapi lebih mudah dimasak, lebih murah, dan lebih sehat, sehingga lebih baik daripada produk hewani.
Produk pengganti daging telah dijual di beberapa negara dan terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Di seluruh dunia, pasar untuk produk pengganti daging dan susu memiliki potensi hampir sebesar pasar untuk produk hewan ternak. Dengan mengganti produk hewan ternak, maka akan mengurangi jumlah emisi GRK secara signifikan yang ditimbulkan oleh hewan-hewan ternak. Produk pengganti juga akan mengurangi krisis air global dan menghentikan jumlah hutan yang dibabat untuk peternakan (Goodland & Anhang, 2009).
DAFTAR PUSTAKA
FAO.2011. Livestock Long Shadow. FAO Corporate Document Repository. http://www.fao.org/ docrep/ 010/a0701e/a0701e00.HTM. (5 April 2017).
Goodland, R. and Anhang, J. (2009, December) : Livestock and Climate Change. World Watch Magazine 22(6). Retrieved January 11, 2011 from Worldwatch institute websitehttp://www.worldwatch.org/files/pdf/Livestock%20and%20Climate%20Change.pdf
Humane Farming Association [HFA] (2010). Factory Farming: The True Cost. Retrieved April 5, 2017 from http://all-creatures.org/articles/at-factoryfarming.html.
IPCC (2006). 2006 IPCC Guidelines for National Greenhouse Gas Inventories: Volume 4, Agriculture, Forestry and Other Land Use, Eggleston H.S., Buendia L., Miwa K., Ngara T. and Tanabe K. (eds). Published: IGES, Japan.
Kohanski, M.A., DePristo, M.A. and Collins, J.J. (2010). Sublethal Atibiotic Treatment Leads to Multidrug Resistance via Radical-Induced Mutagenesis. ScienceDirect. Retrieved April 5, 2017 from http://www.cell.com/molecular-cell/fulltext/S1097-2765%2810%2900028-6
Kathy Freston, K. (2010, 5 January). Flu Season: Factory Farming Could Cause A Catastrophic Pandemic. The Huffington Post.
Pimentel, D.,Berger, B., Filiberto, D., Newton, M., Wolfe, B., Karabinakis, E., et al. (2004, Oktober). Water Resource Agricultural And Environmental Issues. BioScience [Electronic version].
Rifkin, J. (nd). Feed World . Why eating meat is a major cause of world hunger and going vegetarian is a solution. Viva! Guides. Retrieved April 5, 2017 from http://www.viva.org.uk/guides/feedtheworld.htm
Rijsberman, F. R. (2008, September). Every Last Drop, Managing our way out of the water crisis. Boston review.
Shapley, D.(2008). One Farm. More Pollution Than Houston, Texas. The Daily Green. Retrivied January 11, 2011 from http://www.thedailygreen.com/healty-eating/eat-safe/factory-farm-47092401.
Versi PDF: Klik Disini
Versi PDF: Klik Disini
No comments:
Post a Comment