ADS

loading...

Friday, May 19, 2017

BENARKAH INDUSTRI SAWIT INDONESIA TIDAK RAMAH LINGKUNGAN ?


Luas Areal perkebunan sawit di Indonesia terus bertumbuh dengan pesat, demikian pula produksi dan ekspor minyak sawitnya. Luas areal tanaman kelapa sawit meningkat dari 290 ribu Ha pada tahun 1980 menjadi 5.9 juta Ha pada tahun 2006 atau meningkat 20 kali lipat. Dalam kurun waktu yang sama, produksinya berupa CPO (minyak kelapa sawit mentah) dan CPKO (minyak inti sawit mentah), meningkat 17 kali lipat dari 0,85 juta ton menjadi 14,4 juta ton.

Industri kelapa sawit Indonesia

Indonesia saat ini produsen minyak sawit (CPO) kedua terbesar di dunia di bawah Malaysia. Pangsa produksi minyak sawit Indonesia saat ini kurang lebih sebesar 36 % dari total produksi dunia, sedangkan Malaysia telah mencapai kontribusi sebesar 47 %. Sehingga secara bersama-sama, Indonesia dan Malaysia praktis menguasai 83 % produksi dunia. Berbeda dengan Malaysia, peluang Indonesia untuk menggenjot produksi masih sangat besar, terutama dengan ketersediaan lahan, kesesuaian iklim, ketersediaan tenaga kerja relatif murah yang melimpah, serta biaya pembangunan dan perawatan per hektar yang juga lebih murah.
Persebaran Lahan Produsen Industri kelapa sawit Dunia
Kelapa sawit sebagai tanaman penghasil minyak sawit dan inti sawit merupakan salah satu primadona tanaman perkebunan yang menjadi sumber penghasil devisa non migas bagi Indonesia. Cerahnya prospek komoditi minyak kelapa sawit dalam perdagangan minyak nabati dunia telah mendorong pemerintah Indonesia untuk memacu pengembangan areal perkebunan kelapa sawit. Berkembangnya sub sektor perkebunan kelapa sawit di Indonesia tidak lepas dari adanya kebijakan pemerintah yang memberikan berbagai insentif, terutama kemudahan dalam hal perijinan dan bantuan subsidi investasi untuk pembangunan perkebunan rakyat dengan pola PIR-Bun dan dalam pembukaan wilayah baru untuk areal perkebunan besar swasta.
Jumlah luas lahan perkebunan Indonesia
Pada awalnya, pelaku usaha kelapa sawit terbatas pada perusahaan asing berskala besar dan terintegrasi antara budidaya, pengolahan Pabrik Kelapa Sawit (PKS), dan pemasaran hasilnya. Hal ini berlangsung hingga periode awal Republik. Sekitar 1958, beberapa perusahaan Belanda dinasionalisasikan dan diambil alih sebagai Perusahaan Perkebunan Negara. Rakyat menjadi pelaku usaha perkebunan kelapa sawit baru sekitar tahun 1980 dengan dikembangkannya program PIR (Perkebunan Inti Rakyat) dalam rangka program akselerasi pembangunan perkebunan. Terdapat beberapa versi PIR sesuai dengan sasaran dan sumber pendanaannya, seperti PIR-BUN atau NES (Nucleus Estate and Smallholder), PIR-TRANS dan PIR-KKPA telah mempercepat perkembangan usaha perkebunan rakyat ini yang berinvestasi menggunakan dana sendiri atau pinjaman, termotivasi oleh pengalaman sukses petani lain serta prospek bisnis yang cerah.
25 Perusahaan Penguasa Industri Sawit Indonesia
Sekitar 26.90 % penguasaan perkebunan swasta nasional terkonsentrasi pada lima pelaku usaha swasta besar, yaitu Raja Garuda Mas, Wilmar Group, Guthrie group, Sinar Mas dan Astra Agro Lestari. Data-data pada tahun 2002 tersebut mencerminkan kebutuhan akan pabrik kelapa sawit di Indonesia masih cukup besar.
Pengaturan mengenai pembangunan Perkebunan di Indonesia secara khusus diatur melalui Undang-Undang No. 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan. Salah satu pertimbangan yang mendasari lahirnya UU No.18/2004 tersebut adalah bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya merupakan potensi yang sangat besar dalam pembangunan perekonomian nasional termasuk didalamnya pembangunan perkebunan dalam mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat secara berkeadilan. Guna mewujudkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara berkeadilan, maka perkebunan perlu dijamin keberlanjutannya serta ditingkatkan fungsi dan peranannya.
Berbagai Produk Kelapa Sawit
Sekarang ini banyak isu-isu negatif yang kerap dihembuskan oleh negara- negara maju pada pengembangan kelapa sawit Indonesia, apakah memang benar-benar untuk melindungi dunia dari ancaman perubahan iklim atau sekedar untuk mempertahankan kepentingan negara-negara maju tersebut. Tetapi yang sering menjadi pertanyaan besar dari para pemangku kepentingan industri kelapa sawit nasional adalah adanya komitmen dari pemimpin Indonesia yang berjanji akan mengurangi laju pemanasan global dengan cara mengurangi kadar emisi karbon hingga 26%, padahal tidak ada negara lain yang mau berjanji mengurangi emisi karbon setinggi Indonesia.
Salah satu cara aktivis lingkungan mengkampanyekan anti sawit
Penerapan konsensus moratorium ini juga sangat berpotensi untuk menimbulkan efek domino diantaranya mematikan perkembangan kemitraan perusahaan perkebunan kelapa sawit dengan para petani dalam pengembangan program inti plasma. Bila sampai hal itu terjadi maka otomatis kesempatan masyarakat untuk memperluas penanaman pohon kelapa sawit mungkin tertutup. Oleh karena itu, jalan tengah yang diambil adalah pemerintah seyogyanya semakin intensif mengkampanyekan Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO), sebagai sebuah aturan yang perlu ditegakkan, yang dapat menepis tekanan kampanye negatif.
Pemerintah juga harus menyediakan program penyuluhan dan pendampingan implementasi ISPO untuk para petani kelapa sawit, terutama para petani mandiri. Selain itu, pemerintah juga harus mulai melancarkan strategi kebijakan pengembangan industri nasional berbasis kelapa sawit. Caranya dengan mempercepat peningkatan kapasitas sumber daya manusia, terutama para petani plasma dan petani mandiri, serta mengembangkan kewirausahaan berbasis rantai pasok dan rantai nilai kelapa sawit.
Salah satu cara aktivis lingkungan mengkampanyekan menghentikan penggundulan hutan akibat sawit
Pemerintah juga dihimbau untuk secepatnya meningkatkan modal sosial masyarakat perkelapasawitan nasional melalui desentralisasi, kerjasama kemitraan dan pemberdayaan masyarakat, termasuk diantaranya melalui perbaikan infrastruktur, pembangunan kapasitas sektor agribisnis/agroindustri, penerapan kebijakan teknologi informasi dan komunikasi serta penyertaan petani sebagai petani plasma.
Selain itu, komitmen melakukan revitalisasi produksi perkebunan sawit seyogyanya juga dilakukan melalui kegiatan litbang dan diversifikasi produk, dengan cara memperbaiki berbagai faktor investasi dalam teknologi informasi dan komunikasi, serta mendirikan pusat-pusat fasilitasi asistensi untuk masyarakat atau ’community assistance facilitation centers’. Didalam pusat assitensi ini perlu disusun program peningkatan kinerja litbang serta perbaikan fasilitas pengolahan dan penanganan pasca panen kelapa sawit secara komprehensif. Penguatan di atas akan mampu mendukung sistem agribisnis/agroindustri kelapa sawit yang kompetitif dan efsien serta memperbaiki viabilitas klaster industri kelapa sawit di pedesaan secara berkelanjutan.
Para pemangku kepentingan industri kelapa sawit nasional juga harus mampu mendorong pertumbuhan produktivitas ekonomi non budidaya di pedesaan, tetapi tetap terkait dengan industri kelapa sawit. Hal ini penting untuk memperbaiki pengelolaan sumber daya alam dengan melaksanakan panduan ISPO. Selain itu juga perlu dibangun kapasitas keahlian manajerial teknis dan jasa di semua level dan memperhatikan kepentingan para petani plasma kelapa sawit. Cara budidaya kelapa sawit ramah lingkungan yang dilakukan oleh para petani seyogyanya ditingkatkan, apalagi perkebunan kelapa sawit Indonesia tidak hanya didominasi satu golongan saja yakni pihak swasta saja, karena para petani sawit mandiri pun mempunyai porsi besar dalam pengembangan industri sawit nasional.
Bila semua isu positif dalam budidaya dan pengelolaan sistem budidaya perkebunan kelapa sawit dapat diinformasikan ke seluruh pelosok dunia, maka gelombang isu negatif akan dapat ditepis, dan semua pihak dapat merasakan manfaatnya dari hasil perkebunan kelapa sawit nasional. Komoditas kelapa sawit telah terbukti memberikan kontribusi yang sangat besar bagi perekonomian Indonesia, serta menjadi sektor yang mampu meningkatkan taraf hidup masyarakat, sehingga koordinasi kinerja, termasuk kampanye positif harus dilakukan secara sinergis, terkoordinasi dengan baik dan dilakukan secara berkelanjutan.
Kementerian Pertanian melakukan kampanye green product (produk ramah lingkungan) kelapa sawit ke Eropa yaitu Spanyol dan Perancis untuk mengantisipasi isu negatif tentang komoditas sawit terkait dengan masalah lingkungan. Menteri Pertanian menjelaskan sekaligus mensosialisasikan Misi kegiatan “palm oil campaign” tersebut dalam rangka menginformasikan kebijakan Kementan dalam mengembangkan industri kelapa sawit nasional dengan memperhatikan prinsip keberlanjutan (sustainability).
Kampanye yang dilakukan dalam bentuk seminar dan pertemuan dengan pejabat terkait di kedua negara tersebut sekaligus untuk menyampaikan perhatian dan keberatan Indonesia terhadap pandangan negatif LSM pada pengembangan kelapa sawit dan aturan negara importir yang berdampak negatif terhadap ekspor minyak sawit. Dalam pertemuan dengan Menteri Lingkungan, Pedesaan dan Perikanan Spanyol, Mentan Suswono menjelaskan komitmen pemerintah Indonesia dalam implementasi Indonesia Sustainable Palm Oil System dan concern terhadap kriteria lingkungan yang tercantum dalam Renewable Energy Directive (RED) yang berpotensi sebagai Non Tarif Barrier dalam perdagangan. Hal serupa juga disampaikan Mentan saat bertemu dengan Menteri Pertanian Perancis. Pada kesempatan tersebut, pemerintah Perancis dapat memahami pandangan Indonesia dan mengharapkan dapat memperoleh masukan dari hasil penelitian tentang minyak sawit yang dapat digunakan sebagai evaluasi kebijakan terkait dengan penggunaan sawit di negara tersebut.
Selain ke Spanyol dan Perancis, Pemerintah Indonesia juga akan melakukan kampanye serupa ke Amerika Serikat pada 23 Mei 2011. Pada kesempatan ini Mentan akan menuturkan secara gamblang bagaimana pengembangan kelapa sawit di Indonesia. ”Rencananya, kita juga akan menyerahkan orang utan kepada kebun binatang di AS untuk menunjukkan perhatian pemerintah terhadap satwa tersebut terkait pengembangan industri sawit,” papar Mentan. Menurut Mentan, kampanye negatif terhadap kelapa sawit Indonesia yang dilakukan oleh negara-negara maju dengan mengangkat isu lingkungan sebenarnya lebih berdasarkan karena persaingan dagang bukan semata-mata karena masalah lingkungan. Padahal, saat ini penggunaan lahan untuk pengembangan kelapa sawit di Indonesia hanya sekitar 6% dari total luas hutan di tanah air yang mencapai 137 juta hektar. Selain itu tambahnya, perkebunan kelapa sawit memberikan kontribusi sekitar 45-46% terhadap pengurangan emisi karbon.
DOWNLOAD VERSI PDF: KLIK DISINI


1 comment:


  1. Saya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.

    Nama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.

    Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.

    Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.

    Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut

    ReplyDelete