Luas Areal perkebunan sawit di Indonesia terus bertumbuh dengan pesat,
demikian pula produksi dan ekspor minyak sawitnya. Luas areal tanaman kelapa
sawit meningkat dari 290 ribu Ha pada tahun 1980 menjadi 5.9 juta Ha pada tahun
2006 atau meningkat 20 kali lipat. Dalam kurun waktu yang sama, produksinya berupa
CPO (minyak kelapa sawit mentah) dan CPKO (minyak inti sawit mentah), meningkat
17 kali lipat dari 0,85 juta ton menjadi 14,4 juta ton.
Indonesia saat ini produsen minyak sawit (CPO) kedua terbesar di dunia di
bawah Malaysia. Pangsa produksi minyak sawit Indonesia saat ini kurang lebih
sebesar 36 % dari total produksi dunia, sedangkan Malaysia telah mencapai
kontribusi sebesar 47 %. Sehingga secara bersama-sama, Indonesia dan Malaysia
praktis menguasai 83 % produksi dunia. Berbeda dengan Malaysia, peluang
Indonesia untuk menggenjot produksi masih sangat besar, terutama dengan
ketersediaan lahan, kesesuaian iklim, ketersediaan tenaga kerja relatif murah
yang melimpah, serta biaya pembangunan dan perawatan per hektar yang juga lebih
murah.
Kelapa sawit sebagai tanaman penghasil minyak sawit dan inti sawit
merupakan salah satu primadona tanaman perkebunan yang menjadi sumber penghasil
devisa non migas bagi Indonesia. Cerahnya prospek komoditi minyak kelapa sawit
dalam perdagangan minyak nabati dunia telah mendorong pemerintah Indonesia
untuk memacu pengembangan areal perkebunan kelapa sawit. Berkembangnya sub
sektor perkebunan kelapa sawit di Indonesia tidak lepas dari adanya kebijakan
pemerintah yang memberikan berbagai insentif, terutama kemudahan dalam hal
perijinan dan bantuan subsidi investasi untuk pembangunan perkebunan rakyat
dengan pola PIR-Bun dan dalam pembukaan wilayah baru untuk areal perkebunan
besar swasta.
Pada awalnya, pelaku usaha kelapa sawit terbatas pada perusahaan asing berskala
besar dan terintegrasi antara budidaya, pengolahan Pabrik Kelapa Sawit (PKS),
dan pemasaran hasilnya. Hal ini berlangsung hingga periode awal Republik.
Sekitar 1958, beberapa perusahaan Belanda dinasionalisasikan dan diambil alih
sebagai Perusahaan Perkebunan Negara. Rakyat menjadi pelaku usaha perkebunan
kelapa sawit baru sekitar tahun 1980 dengan dikembangkannya program PIR (Perkebunan
Inti Rakyat) dalam rangka program akselerasi pembangunan perkebunan. Terdapat
beberapa versi PIR sesuai dengan sasaran dan sumber pendanaannya, seperti
PIR-BUN atau NES (Nucleus Estate and
Smallholder), PIR-TRANS dan PIR-KKPA telah mempercepat perkembangan usaha perkebunan
rakyat ini yang berinvestasi menggunakan dana sendiri atau pinjaman, termotivasi
oleh pengalaman sukses petani lain serta prospek bisnis yang cerah.
Sekitar 26.90 % penguasaan perkebunan swasta nasional terkonsentrasi pada
lima pelaku usaha swasta besar, yaitu Raja Garuda Mas, Wilmar Group, Guthrie group,
Sinar Mas dan Astra Agro Lestari. Data-data pada tahun 2002 tersebut
mencerminkan kebutuhan akan pabrik kelapa sawit di Indonesia masih cukup besar.
Pengaturan mengenai pembangunan Perkebunan di Indonesia secara khusus
diatur melalui Undang-Undang No. 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan. Salah satu
pertimbangan yang mendasari lahirnya UU No.18/2004 tersebut adalah bumi dan air
dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya merupakan potensi yang sangat
besar dalam pembangunan perekonomian nasional termasuk didalamnya pembangunan perkebunan
dalam mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat secara berkeadilan. Guna mewujudkan
kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara berkeadilan, maka perkebunan perlu
dijamin keberlanjutannya serta ditingkatkan fungsi dan peranannya.
Sekarang ini banyak isu-isu negatif yang kerap dihembuskan oleh negara-
negara maju pada pengembangan kelapa sawit Indonesia, apakah memang benar-benar
untuk melindungi dunia dari ancaman perubahan iklim atau sekedar untuk mempertahankan
kepentingan negara-negara maju tersebut. Tetapi yang sering menjadi pertanyaan besar
dari para pemangku kepentingan industri kelapa sawit nasional adalah adanya
komitmen dari pemimpin Indonesia yang berjanji akan mengurangi laju pemanasan
global dengan cara mengurangi kadar emisi karbon hingga 26%, padahal tidak ada
negara lain yang mau berjanji mengurangi emisi karbon setinggi Indonesia.
Penerapan konsensus moratorium ini juga sangat berpotensi untuk
menimbulkan efek domino diantaranya mematikan perkembangan kemitraan perusahaan
perkebunan kelapa sawit dengan para petani dalam pengembangan program inti
plasma. Bila sampai hal itu terjadi maka otomatis kesempatan masyarakat untuk
memperluas penanaman pohon kelapa sawit mungkin tertutup. Oleh karena itu, jalan
tengah yang diambil adalah pemerintah seyogyanya semakin intensif
mengkampanyekan Indonesia Sustainable
Palm Oil (ISPO), sebagai sebuah aturan yang perlu ditegakkan, yang dapat menepis
tekanan kampanye negatif.
Pemerintah juga harus menyediakan program penyuluhan dan pendampingan
implementasi ISPO untuk para petani kelapa sawit, terutama para petani mandiri.
Selain itu, pemerintah juga harus mulai melancarkan strategi kebijakan
pengembangan industri nasional berbasis kelapa sawit. Caranya dengan
mempercepat peningkatan kapasitas sumber daya manusia, terutama para petani
plasma dan petani mandiri, serta mengembangkan kewirausahaan berbasis rantai pasok
dan rantai nilai kelapa sawit.
Pemerintah juga dihimbau untuk secepatnya meningkatkan modal sosial
masyarakat perkelapasawitan nasional melalui desentralisasi, kerjasama kemitraan
dan pemberdayaan masyarakat, termasuk diantaranya melalui perbaikan
infrastruktur, pembangunan kapasitas sektor agribisnis/agroindustri, penerapan
kebijakan teknologi informasi dan komunikasi serta penyertaan petani sebagai
petani plasma.
Selain itu, komitmen melakukan revitalisasi produksi perkebunan sawit
seyogyanya juga dilakukan melalui kegiatan litbang dan diversifikasi produk,
dengan cara memperbaiki berbagai faktor investasi dalam teknologi informasi dan
komunikasi, serta mendirikan pusat-pusat fasilitasi asistensi untuk masyarakat
atau ’community assistance facilitation centers’.
Didalam pusat assitensi ini perlu disusun program peningkatan kinerja litbang
serta perbaikan fasilitas pengolahan dan penanganan pasca panen kelapa sawit secara
komprehensif. Penguatan di atas akan mampu mendukung sistem agribisnis/agroindustri
kelapa sawit yang kompetitif dan efsien serta memperbaiki viabilitas klaster
industri kelapa sawit di pedesaan secara berkelanjutan.
Para pemangku kepentingan industri kelapa sawit nasional juga harus mampu
mendorong pertumbuhan produktivitas ekonomi non budidaya di pedesaan, tetapi
tetap terkait dengan industri kelapa sawit. Hal ini penting untuk memperbaiki
pengelolaan sumber daya alam dengan melaksanakan panduan ISPO. Selain itu juga
perlu dibangun kapasitas keahlian manajerial teknis dan jasa di semua level dan
memperhatikan kepentingan para petani plasma kelapa sawit. Cara budidaya kelapa
sawit ramah lingkungan yang dilakukan oleh para petani seyogyanya ditingkatkan,
apalagi perkebunan kelapa sawit Indonesia tidak hanya didominasi satu golongan
saja yakni pihak swasta saja, karena para petani sawit mandiri pun mempunyai
porsi besar dalam pengembangan industri sawit nasional.
Bila semua isu positif dalam budidaya dan pengelolaan sistem budidaya
perkebunan kelapa sawit dapat diinformasikan ke seluruh pelosok dunia, maka
gelombang isu negatif akan dapat ditepis, dan semua pihak dapat merasakan
manfaatnya dari hasil perkebunan kelapa sawit nasional. Komoditas kelapa sawit
telah terbukti memberikan kontribusi yang sangat besar bagi perekonomian
Indonesia, serta menjadi sektor yang mampu meningkatkan taraf hidup masyarakat,
sehingga koordinasi kinerja, termasuk kampanye positif harus dilakukan secara sinergis,
terkoordinasi dengan baik dan dilakukan secara berkelanjutan.
Kementerian Pertanian melakukan kampanye green product (produk ramah lingkungan) kelapa sawit ke Eropa yaitu
Spanyol dan Perancis untuk mengantisipasi isu negatif tentang komoditas sawit
terkait dengan masalah lingkungan. Menteri Pertanian menjelaskan sekaligus
mensosialisasikan Misi kegiatan “palm oil
campaign” tersebut dalam rangka menginformasikan kebijakan Kementan dalam mengembangkan
industri kelapa sawit nasional dengan memperhatikan prinsip keberlanjutan (sustainability).
Kampanye yang dilakukan dalam bentuk seminar dan pertemuan dengan pejabat
terkait di kedua negara tersebut sekaligus untuk menyampaikan perhatian dan
keberatan Indonesia terhadap pandangan negatif LSM pada pengembangan kelapa
sawit dan aturan negara importir yang berdampak negatif terhadap ekspor minyak
sawit. Dalam pertemuan dengan Menteri Lingkungan, Pedesaan dan Perikanan Spanyol,
Mentan Suswono menjelaskan komitmen pemerintah Indonesia dalam implementasi Indonesia Sustainable Palm Oil System dan
concern terhadap kriteria lingkungan yang tercantum dalam Renewable Energy Directive (RED) yang
berpotensi sebagai Non Tarif Barrier
dalam perdagangan. Hal serupa juga disampaikan
Mentan saat bertemu dengan Menteri Pertanian
Perancis. Pada kesempatan tersebut, pemerintah
Perancis dapat memahami pandangan Indonesia
dan mengharapkan dapat memperoleh masukan
dari hasil penelitian tentang minyak sawit
yang dapat digunakan sebagai evaluasi kebijakan terkait dengan penggunaan sawit di negara tersebut.
Selain ke Spanyol dan Perancis, Pemerintah Indonesia juga akan melakukan
kampanye serupa ke Amerika Serikat pada 23 Mei 2011. Pada kesempatan ini Mentan
akan menuturkan secara gamblang bagaimana pengembangan kelapa sawit di
Indonesia. ”Rencananya, kita juga akan menyerahkan orang utan kepada kebun binatang
di AS untuk menunjukkan perhatian pemerintah terhadap satwa tersebut terkait
pengembangan industri sawit,” papar Mentan. Menurut Mentan, kampanye negatif
terhadap kelapa sawit Indonesia yang dilakukan oleh negara-negara maju dengan
mengangkat isu lingkungan sebenarnya lebih berdasarkan karena persaingan dagang
bukan semata-mata karena masalah lingkungan. Padahal, saat ini penggunaan lahan
untuk pengembangan kelapa sawit di Indonesia hanya sekitar 6% dari total luas
hutan di tanah air yang mencapai 137 juta hektar. Selain itu tambahnya,
perkebunan kelapa sawit memberikan kontribusi sekitar 45-46% terhadap pengurangan
emisi karbon.
DOWNLOAD VERSI PDF: KLIK DISINI
ReplyDeleteSaya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.
Nama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.
Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.
Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.
Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut