ADS

loading...

Wednesday, May 10, 2017

PERMASALAHAN KONVERSI LAHAN PERTANIAN YANG SEMAKIN TIDAK TERKENDALI

      Indonesia merupakan negara kepulauan dengan luas daratan mencapai 1.922.570 km² dan luas perairan mencapai 3.257.483 km². Besarnya luas daratan yang dimiliki Indonesia mempunyai potensi yang cukup besar untuk pengembangan sektor pertanian. Menurut data BPS (Badan Pusat Statistik), terdapat 95,81 juta Ha lahan pertanian yang terbagi dalam beberapa kategori seperti lahan pertanian kering 70,59 juta Ha, lahan pertanian basah non rawa 5,25 juta hektar dan lahan pertanian basah 19,99 juta hektar.

      Semakin maju perkembangan zaman, semakin kompleks juga masalah yang dialami oleh sektor pertanian di Indonesia terutama masalah yang berhubungan dengan lahan pertanian. Dewasa ini, keberlanjutan sektor pertanian-tanaman pangan tengah dihadapkan pada ancaman serius, yakni luas lahan pertanian yang semakin menyusut akibat konversi lahan pertanian produktif ke penggunaan non-pertanian yang terjadi secara masif. Banyak lahan pertanian banyak beralih ke hal yang lebih menguntungkan seperti real estate, pabrik, infrastruktur.
 Ilustrasi Alih Fungsi Lahan Pertanian
Gambar 1. Ilustrasi Alih Fungsi Lahan Pertanian

       Laju konversi lahan sawah mencapai 100 ribu hektar per tahun, sedangkan kemampuan pemerintah dalam mencetak sawah baru masih terbatas dalam beberapa tahun akhir ini dengan kemampuan 40 ribu Ha per tahun. Hal ini membuat jumlah lahan pertanian yang terkonversi brlum dapat diimbangi dengan laju pencetakan sawah baru. Untuk mencetak satu hektar sawah sedikitnya dibutuhkan dana sekitar 30 juta rupiah. Selain itu, sangat tergantung dari koordinasi dengan daerah dan juga adanya berbagai persoalan yang dihadapi dalam merealisasikan, terutama masalah status penguasaan dan kepemilikan lahan.
           Konversi lahan sawah terbesar terjadi di wilayah sentra produksi pangan nasional yaitu di Pulau Jawa yang sebesar 80%. Hal ini tentu saja akan berdampak pada masalah ketahanan pangan nasional. Padahal jumlah penduduk Indonesia terus mengalami peningkatan setiap tahunnya sehingga kebutuhan akan pangan akan terus mengalami peningkatan.
         Luas penguasaan lahan petani semakin sempit akan semakin menyulitkan upaya meningkatkan kesejahteraan petani. Pada tahun 2012, luas penguasaan lahan per petani sekitar 0,22 ha dan diperkirakan akan menjadi 0,18 ha pada tahun 2050. Hal ini menyulitkan upaya peningkatan kesejahteraan petani, penyempitan penguasaan lahan mengakibatkan tidak efsien dalam berusahatani.
     Menurunnya rata-rata luas pemilikan lahan diikuti pula dengan meningkatnya ketimpangan distribusi pemilikan lahan yang terjadi pada agroekosistem persawahan di Jawa. Status penguasaan lahan oleh petani sebagian besar belum bersertifkat, sehingga lahan belum bisa dijadikan sebagai jaminan memperoleh kredit perbankan. Pesatnya laju pembangunan ekonomi berbasis sumberdaya lahan telah membawa implikasi terhadap pelanggaran tata ruang. Otonomi daerah juga membawa akses peningkatan pemanfaatan lahan multi sektoral. Kondisi tersebut pada kenyataannya sulit diimbangi dengan penyediaan lahan, baik melalui pemanfaatan lahan pertanian yang ada maupun pembukaan lahan baru.
          Pemerintah sebenarnya sudah berupaya dalam mengendalikan terjadinya alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian dengan mengeluarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (PLP2B) dan Peraturan Pemerintah pendukungnya, namun pada kenyataannya konversi lahan pertanian ke perumahan dan industri terus berlangsung. Untuk memantapkan upaya pelaksanaan undang-undang di atas selama lima tahun terakhir sudah diterbitkan berbagai peraturan dan ketentuan lanjutan, diantaranya dengan terbitnya turunan Undang-Undang Nomor 41 / 2009, yaitu:
    1.  PP Nomor 1 Tahun 2011 tentang Penetapan dan Ahli Fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, PP Nomor 12 Tahun 2012 tentang Insentif Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.
   2.   PP Nomor 25 Tahun 2012 tentang Sistem Informasi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.
  3.  PP Nomor 30 Tahun 2012 tentang Pembiayaan Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.
 4. Permentan Nomor 07/Permentan/OT.140/2/2012 tentang Pedoman Teknis Kriteria dan Persyaratan Kawasan, Lahan dan Lahan Cadangan Pertanian Pangan Berkelanjutan.
  5. Permentan Nomor 79/Permentan/ OT.140/8/2013 tentang Pedoman Kesesuaian Lahan pada Komoditas Tanaman Pangan.
  6. Permentan Nomor 80/Permentan/OT.140/8/2013 tentang Kriteria dan Tata Cara Penilaian Petani Berprestasi Tinggi pada Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.
   7. Permentan Nomor81/Permentan/OT.140/8/2013 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.
       Upaya menekan laju konversi lahan pertanian ke depan adalah bagaimana melindungi keberadaan lahan pertanian melalui perencanaan dan pengendalian tata ruang; meningkatkan optimalisasi, rehabilitasi dan ekstensifkasi lahan; meningkatkan produktivitas dan efsiensi usaha pertanian serta pengendalian pertumbuhan penduduk. Sementara itu dalam mendukung sertifkasi lahan, agar petani mendapat kepastian hukum terhadap lahan yang diusahakannya serta dapat membantunya untuk mengakses fasilitas pembiayaan seperti bank, juga diinisiasi dalam bentuk program pra dan pasca sertifkasi lahan. Selama tahun 2011 dan 2012 telah dilaksanakan pada 32.000 dan 72.300 persil lahan, namun pada tahun 2013 jumlah itu justru berkurang menjadi hanya 697 persil lahan.

Download Versi PDF: Klik DiSini

No comments:

Post a Comment