ADS

loading...

Monday, March 11, 2019

ADAPTASI MASYARAKAT ADAT TERHADAP PERUBAHAN IKLIM



Dampak perubahan iklim terhadap kehidupan telah banyak dilaporkan. Sebagai contoh di Kalimantan Barat, pada tahun 2006 telah terjadi krisis pangan di dua desa di Kecamatan Tanjung Lokang. Hal tersebut diduga terjadi karena produksi pertanian menurun bahkan megalami gagal panen akibat kemarau panjang. Di laporkan pula bahwa di Kalimantan Barat telah terjadi gagal panen di pertengahan tahun 2010 akibat cuaca yang selalu berubah-ubah tak menentu, sehingga produksi beras menurun hingga 70% dari produksi sebelumnya. Akibatnya, petani lebih berfokus untuk memperbaiki produksi getah pohon karetnya guna menutup biaya beli beras. Sebagai akibat dari bencana banjir di sejumlah kabupaten di Provinsi Kalimanta Barat tersebut, ratusan ribu orang kehilangan harta bendanya—yang berarti angka kemiskinanakan semakin meningkat (http://www.jeratpapua.org/2014/05/13/banjir-dan-perubahaniklim- di-papua/).

MENGENAL PESTISIDA



Pestisida sangat banyak digunakan secara global dalam produksi makanan, serat dan kayu, dalam pengelolaan tanah masyarakat, dan dalam pengendalian serangga-serangga pembawa penyakit dan hama-hama rumah tangga dan kebun. Masyarakat belekangan ini semakin tergantung pada penggunaan bahan-bahan kimia dalam pengendalian serangga yang tidak dikehendaki, gulma, jamur dan binatang penggangu lainnya. Penggunaan pestisida yang tidak rasional telah terbukti ikut menimbulkan masalah terhadap ekosistem.

AGRICULTURAL SOLUTIONS TO CLIMATE CHANGE



            There are many strategies that farmers, businesses, and consumers can adopt to reduce greenhouse gases related to agriculture. First, farmers can replace fossil fuels such as gasoline and diesel with biofuels such as ethanol or biodiesel. Ethanol is a fuel alcohol that is produced by a fermentation process that uses yeast to convert the sugars found in plants into a combustible alcohol fuel. Ethanol can offset varying amounts of fossil fuel–generated carbon dioxide depending on the material used to produce the ethanol. For example, Brazil, located in a tropical climate, can efficiently grow sugarcane. Sugarcane is an excellent source material for ethanol because the sugars in sugarcane can be easily converted into alcohol. In the United States, corn is the primary feedstock for ethanol. It is more costly to convert corn into sugar because the sugars are bound up in long starch molecules. These carbohydrates must be broken down in order to free up the sugars to be converted into alcohol. Therefore, researchers in the United States are working hard to discover ways to lower the costs of producing corn-based ethanol.

AGRICULTURAL IMPACTS OF CLIMATE CHANGE



Given that crops and livestock thrive in a relatively narrow set of environmental parameters, it makes sense to explore how climate change will affect agricultural productivity. Factors considered include the impacts of rising temperatures, increased production of carbon dioxide and other greenhouse gases, water supply fluctuations, soil quality variations, sea-level increases, and the introduction of new pests, diseases, and weeds, which could hurt agricultural output. These changes can have different impacts depending on the geographic scale of analysis. Climatic change will have different manifestations at local, regional, and global scales. Impacts will also vary according to the agricultural products under consideration. Some plant or animal species may be very resilient to environmental changes. Others may not adapt so well to change.

CONTRIBUTIONS AGRICULTURE TO CLIMATE CHANGE


While agriculture is affected by climate change, agricultural processes also contribute directly and indirectly to global warming. This occurs for many reasons. A direct contribution is agriculture’s reliance on the combustion of fossil fuels such as gasoline, diesel, and propane to power farm equipment, including tractors, combines, grain elevators, grain dryers, and transport trucks for shipping feed and livestock. Agriculture also relies on petrochemicals in the form of herbicides and pesticides. Estimates suggest that agriculture uses 8 percent of all energy consumed in the United States.

Saturday, February 16, 2019

PEMISAHAN KATION GOLONGAN I, II, III, IV, DAN V


    1.      Proses pemisahan kation antar golongan
Pemisahan kation-kation antar golongan dapat dilakukan dengan memberikan variasi reagensia yang digunakan. Variasi reagensia yang digunakan didasarkan atas kelarutan yang selektif dari kation-kation. Dengan pemvariasian reagensia maka kita akan dapat menggolongkan kation-kation berdasarkan kesamaan sifat selektifitas kation tersebut terhadap reagensia.
 Untuk dapat memisahkan kation golongan I dari kation golongan lainnya dapat dilakukan dengan jalan penambahan HCl encer. Penambahan HCl encer ini bertujuan untuk mengendapkan kation-kation golongan I, sehingga kation golongan I terpisah dari kation-kation lain yang tidak terendapkan ketika ditambahkan HCl encer.

MEKANISME KERACUNAN



Studi tentng hubungan antara struktur kimia dan biologi dari senyawa senyawa serta mekanismenya dalam tubuh telah dikembangkan untuk dapat meramalkan cara kerja racun dalam tubuh. Mekanisme keracunan terbagi dalam 2 fase  yaitu Fase kinetic dan Fase dinamik.
a.    Fase Kinetik
Fase kinetik meliputi proses-proses biologi biasa : penyerapan, penyebaran dalam tubuh, metabolisme, dan proses pembuangan atau eksresi Fase kinetik meliputi semua reaksi-reaksi biokimia yang terjadi dalam tubuh, betuba katabolisme dan anabolisme. Pada fase kinetik, baik toksikan (bahan beracun) dan atau protoksikan (bahan yg mempunyai  potensi untuk menjadi rcun) akan mengalami proses sinergetik atau sebaliknya proses antagonis.

METABOLISME TUBUH



Metabolisme merupakan suatu proses atau peristiwa kinerja yang terjadi dalam tubuh setiap organisme untuk dapat bertahan hidup dan berkembang biak. Dalam peristiwa ini, semua bahan yang masuk ke dalam tubuh akan diolah untuk dapat dimanfaatkan oleh tubuh. Metabolisme atau bio-transformasi dari bahan-bahan beracun merupakan faktor penentu utama terhadap daya racun dari zat terkait. Melalui proses biotransformasi ini, bahan-bahan beracun yang masuk ke dalam tubuh akan mengalami peningkatan daya racunnya atau malah akan mengalami penurunan dari daya racun yang dimilikinya. Hal tersebut terjadi karena dalam peristiwa ini, setiap zat atau material yang masuk dalam tubuh akan diolah dan diubah menjadi bentuk-bentuk yang lebih sederhana. Dalam proses perubahan bentuk yang merupakan rangkaian peristiwa kimiawi, suatu bahan  beracun dapat saja berikatan dengan bahan beracun lain yang akan meningkatkan daya racunnya yang sdah ada atau sebaliknya akan berikatan dengan bahan beracun lain yang sifatnya antagonis (bertentangan), sehingga menurunkan atau bahkan menetralkan daya racun yang semula ada.

PROSES PENCEMARAN



Interaksi toksikan/pencemar dengan organisme dapat dinyatakan sebagai proses toksikokinetik, yaitu proses uptake toksikan/pencemar, dilanjutkan proses distribusi, metabolisme, dan penyimpanan dalam tubuh organisme serta ekskresi dari tubuh organisme tersebut. Proses tersebut menarik untuk dipelajari karena menentukan tingkat safety dan risk suatu toksikan/pencemar. Sedangkan interaksi polutan dengan sel, jaringan atau organ, dalam bentuk respon toksik dinyatakan sebagai toksikodinamik.
Secara umum, proses pencemaran dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung yaitu bahan pencemar tersebut langsung berdampak meracuni sehingga mengganggu kesehatan manusia, hewan dan tumbuhan atau mengganggu keseimbangan ekologis baik air, udara maupun tanah. Proses tidak langsung, yaitu beberapa zat kimia bereaksi di udara, air maupun tanah, sehingga menyebabkan pencemaran.

Friday, February 1, 2019

TEKNIK PENGOLAHAN LIMBAH DENGAN WET SCRUBBING


Wet scrubber adalah peralatan pengendali pencemar udara yang berfungsi untuk mengumpulkan partikel-partikel halus yang terbawa dalam gas buang suatu proses dengan menggunakan titik-titik air.
Pada pengolahan ini cairan umumnya air digunakan untuk menangkap partikel debu atau untuk meningkatkan ukuran aerosol. Partikel halus berukuran 0,1 sampai 20 mikron dapat disisihkan secara efektif dari gas pembawa menggunakan wet collector. Nama lain dari filter basah adalah Scrubbers atau Wet Collectors. Prinsip kerja filter basah adalah membersihkan udara yang kotor dengan cara menyemprotkan air dari bagian atas alt, sedangkan udara yang kotor dari bagian bawah alat. Pada saat udara yang berdebu kontak dengan air, maka debu akan ikut disemprotkan air turun ke bawah. Venturi Scrubber menghilangkan partikel debu dan kontaminan gas tertentu dari gas aliran dengan memaksanya melewati aliran cair, menghasilkan cairan yang teratomisasi. Tinggi kecepatan diferensial di antara gas kotor dan cairan droplets menyebabkan partikel bertumbukan, kemudian akan berkelompok untuk membentuk tetesan yang lebih besar. Terakhir, tetesan cair tersebut dilemparkan pada dinding alat pemisah dan gas bersih pun dikeluarkan melalui puncak scrubber.