ADS

loading...

Friday, May 18, 2018

GLOBAL WARMING

Global warming is a term that is used to refer to an increase in Earth’s average surface temperature. It is due mostly to the release of greenhouse gases (GHGs) into the atmosphere by human-fuelled activities such as increased fossil fuel consumption leading to the release of carbon dioxide (CO2), the increasing use of automobiles, the use of nitrogen base fertilizers,and rearing and breeding large methane-belching cattle. Greenhouse gases such as carbon dioxide, nitrous oxide, water vapor, halocarbons (chlorofluorocarbons and hydrofluorocarbons), methane, and ozone have the capability of absorbing infrared radiation
from the Earth’s surface, thereby altering the heat balance of the Earth.

Wednesday, May 16, 2018

BIAYA TERSEMBUNYI DARI EKSPLOITASI BURUH KELAPA SAWIT

Minyak sawit adalah minyak nabati yang dapat dikonsumsi, memiliki lemak jenuh tinggi yang berasal dari buah pohon kelapa sawit Afrika. Minyak sawit dan turunannya dipergunakan dalam berbagai macam produk yang dijual di Amerika Serikat dan di seluruh dunia seperti kue, biskuit, cokelat, sereal dan kue untuk sarapan, tepung kue siap saji, donat, keripik kentang, mie instan, manisan dan makanan beku, susu formula, margarin, deterjen, sabun, dan produk perawatan pribadi lainnya. Minyak sawit ditemukan di hampir setengah dari semua produk-produk dalam kemasan yang dijual di toko kelontong.

Tuesday, May 15, 2018

GREEN HOUSE EFFECT


            The greenhouse eect likewise amplifes the eect of the Sun’s radiation. Greenhouse gases—carbondioxide (CO2), methane, and water vapor are examples—trap sunlight in the atmosphere. Without any greenhouse gases, sunlight would pass through the atmosphere and strike Earth, which would absorb a portion of the sunlight. (Land absorbs less sunlight than water.) The rest would rebound from Earth as infrared radiation, passing out of the atmosphere and into space. Greenhouse gases do not, however, permit infrared radiation to pass into space, but rather absorb it as heat, in turn heating the atmosphere. Of the greenhouse gases, methane breaks down in the atmosphere after a few decades. CO2, however, may linger centuries in the atmosphere.

Monday, May 14, 2018

IMPACT OF GLOBAL WARMING

Impacts from the phenomenon known as global warming include environmental, social, and economic effects. Environmental impacts include sea-level rise, melting of the polar ice caps, and an average increase in temperature. These impacts are documented in the reports of the Intergovernmental Panel for Climate Change (IPCC), which commissions reports by scientists worldwide on the issue of climate change. The IPCC Report of 2007 is the first one that reflects scientific consensus that global warming is underway, and that it is primarily human induced. For example, human activities, such as fossil fuel burning, land-use changes, agricultural activity, and the production and use of halocarbons are among the factors causing climate change. The economic report by Nicholas Stern in 2007 highlights that climate change has potentially disastrous consequences for humanity.

Sunday, May 13, 2018

KORBAN MINYAK SAWIT YANG BERMASALAH

Pengerusakan hutan hujan, perampasan tanah rakyat dan masyarakat adat, juga emisi Gas Rumah Kaca (GRK) besarbesaran akibat pengeringan dan pembakaran lahan gambut demi diproduksinya Conflict Palm Oil (Minyak Sawit yang Bermasalah), terus menjadi sorotan utama dunia internasional dalam beberapa tahun belakangan ini. Namun, kondisi kerja dan kehidupan buruh perkebunan kelapa sawit hampir tidak pernah dikaji atau pun didiskusikan secara mendalam.
Karena buruh tinggal di daerah yang terisolir secara geografis dengan mobilitas sosial maupun ekonomi yang sangat terbatas, kisah mereka terkubur di dalam perkebunan kelapa sawit yang terletak di wilayah terpencil di mana mereka hidup dan bekerja. Akan tetapi, belakangan ini semakin banyak laporan dari masyarakat sipil, peneliti independen dan wartawan investigasi yang menguak tabir persoalan yang dihadapi buruh kelapa sawit. Laporan-laporan tersebut menyoroti pola pelanggaran hak-hak buruh yang berat di perkebunan kelapa sawit di berbagai belahan dunia.

Sunday, April 29, 2018

PENGEMBANGAN PESTISIDA ALAMI (2)

Pestisida alami adalah pestisida yang bahan dasarnya berasal dari tumbuhan (Botanical Pesticide), merupakan kearifan lokal masyarakat Indonesia, karena sejak jaman dahulu kala nenek moyang kita sudah memanfaatkannya untuk mengendalikan organisme pengganggu tanaman.
Indonesia merupakan Negara yang memiliki kekayaan keanekaragaman hayati (Mega Biodiversity) kedua terbesar di dunia setelah Brazil, memiliki ribuan tanaman yang mengandung sifat pestisida yang dapat digunakan sebagai bahan dasar untuk pembuatan pestisida alami. Oleh karena itu, potensi Indonesia untuk mengembangkan pestisida alami yang dapat mensuplai kebutuhan dunia sangatlah besar, sehingga kegiatan-kegiatan penelitian untuk pengembangan pestisida alami sangatlah penting.

PENGEMBANGAN PESTISIDA ALAMI

Pada umumnya, pestisida alami diartikan sebagai suatu pestisida yang bahan dasarnya berasal dari tumbuhan. Menurut FAO (1988) dan US EPA (2002), pestisida nabati dimasukkan ke dalam kelompok pestisida biokimia karena mengandung biotoksin. Pestisida biokimia adalah bahan yang terjadi secara alami dapat mengendalikan hama dengan mekanisme non toksik.
Secara evolusi, tumbuhan telah mengembangkan bahan kimia sebagai alat pertahanan alami terhadap pengganggunya. Tumbuhan mengandung banyak bahan kimia yang merupakan metabolit sekunder dan digunakan oleh tumbuhan sebagai alat pertahanan dari serangan organisme pengganggu. Tumbuhan sebenarnya kaya akan bahan bioaktif, walaupun hanya sekitar 10.000 jenis produksi metabolit sekunder yang telah teridentifikasi, tetapi sesungguhnya jumlah bahan kimia pada tumbuhan dapat melampaui 400.000. Grainge et al., 1984 dalam Sastrosiswojo (2002), melaporkan ada 1800 jenis tanaman yang mengandung pestisida nabati yang dapat digunakan untuk pengendalian hama.

Friday, April 20, 2018

PENCEMARAN AIR DI CHINA

China telah tercemar polusi air. Menurut SEPA, China mengalami kasuspolusi air setiap dua atau tiga hari. Pabrik-pabrik membuang limbah cair tanpadiolah terlebih dahulu ke sungai maupun danau. Pada tahun 2006 saja terdapat 30miliar ton limbah cair dibuang ke sungai Yangtze. Hal ini menjadikan sungaiYangtze tercemar sangat parah dan tidak layak untuk konsumsi.
Polusi air dapat disebabkan oleh beberapa jenis pencemar sebagai berikut:
   a)      Pembuangan limbah industri, sisa insektisida, dan pembuangan sampah domestik, misalnya, sisa detergen mencemari air. Buangan industri seperti Pb, Hg, Zn, dan CO, dapat terakumulasi dan bersifat racun.
   b)      Sampah organik yang dibusukkan oleh bakteri menyebabkan O2 di airberkurang sehingga mengganggu aktivitas kehidupan organisme air.
   c)      Fosfat hasil pembusukan bersama h03 dan pupuk pertanianterakumulasi dan menyebabkan eutrofikasi, yaitu penimbunan mineral yangmenyebabkan pertumbuhan yang cepat pada alga (blooming alga). Akibatnya,tanaman di dalam air tidak dapat berfotosintesis karena sinar matahari terhalang.

Tuesday, April 17, 2018

DEBU KUNING (YELLOW DUST) DI CHINA




            Polusi ini mempunyai banyak variasi penamaan seperti badai pasir, chog China, kabut asap, badai debu, dan lain sebagainya. Banyaknya variasi penamaan ini tidak terlepas dari tidak seragamnya penamaan polusi ini oleh sumber-sumber yang ada, namun demikian, semuanya merujuk pada polusi yang sama.

Saturday, April 7, 2018

LIMBAH PLASTIK JADI BAHAN ASPAL

Presiden Joko Widodo padasaat pertemuan G-20 telah menyampaikan komitmen Indonesia untuk mengurangi sampah plastik laut sebesar 70 % hingga tahun 2025. Sejalan dengan hal tersebut Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melalui Badan Penelitian danPengembangan (Balitbang) saat ini tengah mengembangkan pemanfaatan limbah plastik sebagai campuran aspal.
Para peneliti di Balitbang Kementerian PUPR telah cukup lama melakukan penelitian pemanfaatan limbah plastik sebagai campuran aspal. Pada akhir Juli lalu, telah dilaksanakan uji coba menggelar aspal plastik sepanjang 700 meter yang bertempat di Universitas Udayana, Bali. Kepala Balitbang Kementerian PUPR, Danis Hidayat Sumadilaga mengatakan pemanfaatan limbah plastik sebagai aspal tersebutmerupakan salah satu solusi bagi permasalahan sampah plastik. “Setiap 1 kilometer jalan dengan lebar 7 meter, membutuhkan campuran limbah plastik sebanyak 2,5 hingga 5 ton. Jadi bisa dibayangkan apabila hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan di Indonesia yang memiliki jalan ribuan kilometer,” tutur Danis yang ditemui di lokasi pengujian.