ADS

loading...

Sunday, May 13, 2018

KORBAN MINYAK SAWIT YANG BERMASALAH

Pengerusakan hutan hujan, perampasan tanah rakyat dan masyarakat adat, juga emisi Gas Rumah Kaca (GRK) besarbesaran akibat pengeringan dan pembakaran lahan gambut demi diproduksinya Conflict Palm Oil (Minyak Sawit yang Bermasalah), terus menjadi sorotan utama dunia internasional dalam beberapa tahun belakangan ini. Namun, kondisi kerja dan kehidupan buruh perkebunan kelapa sawit hampir tidak pernah dikaji atau pun didiskusikan secara mendalam.
Karena buruh tinggal di daerah yang terisolir secara geografis dengan mobilitas sosial maupun ekonomi yang sangat terbatas, kisah mereka terkubur di dalam perkebunan kelapa sawit yang terletak di wilayah terpencil di mana mereka hidup dan bekerja. Akan tetapi, belakangan ini semakin banyak laporan dari masyarakat sipil, peneliti independen dan wartawan investigasi yang menguak tabir persoalan yang dihadapi buruh kelapa sawit. Laporan-laporan tersebut menyoroti pola pelanggaran hak-hak buruh yang berat di perkebunan kelapa sawit di berbagai belahan dunia.

Minyak Sawit yang Bermasalah adalah minyak sawit yang diproduksi secara illegal atau berkaitan dengan pelanggaran hak buruh atau hak asasi manusia, pengrusakan hutan hujan secara terus menerus, maupun ekspansi di lahan gambut yang kaya karbon. Sejumlah masalah yang timbul sehubungan dengan Minyak Sawit yang Bermasalah mendorong banyak perusahaan dalam rantai pasok minyak sawit untuk mengadopsi kebijakan minyak sawit yang bertanggung jawab. Kebijakan ini berisi komitmen perusahaan untuk memproduksi dan menyuplai minyak sawit yang tidak berkaitan dengan pelanggaran hak-hak buruh, deforestasi, ekspansi di lahan gambut yang kaya karbon, maupun pelanggaran hak asasi manusia (HAM). PepsiCo, sebagai perusahaan makanan ringan dengan distribusi terluas di seluruh dunia dan pembeli minyak sawit utama, merupakan salah satu perusahaan yang barubaru ini mengadopsi kebijakan tersebut.
Setelah mendapat banyak tekanan dari konsumen dan masyarakat sipil, pada bulan September 2015 PepsiCo mengadopsi revisi kebijakan minyak sawit yang menjabarkan praktik-praktik produksi minyak sawit bertanggung jawab bagi para pemasoknya. Khususnya terkait persoalan hak buruh, dinyatakan bahwa pemasok minyak sawit PepsiCo wajib, “Berpegang teguh pada Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, mematuhi hukum yang berlaku, melarang praktik kerja paksa, kerja wajib atau penggunaan buruh anak, mengikuti praktik rekrutmen yang etis, menghormati kebebasan berserikat, [dan] mengakui hak semua buruh termasuk buruh temporer, buruh migran dan buruk kontrak”.
Meskipun kebijakan tersebut menekankan penghormatan terhadap hak-hak buruh dan perlindungan terhadap hutan juga lahan gambut Ber-Stok Karbon Tinggi (SKT), sayangnya kebijakan PepsiCo tersebut masih memiliki celah, yaitu tidak mengharuskan joint venture partner-nya (Mitra Bisnis), Indofood – salah satu perusahaan perkebunan kelapa sawit terbesar di dunia, perusahaan makanan terbesar di Indonesia, dan produsen tunggal produk PepsiCo di Indonesia – untuk mengikuti persyaratan yang sama dalam penggunaan minyak kelapa sawit pada pembuatan produkproduk PepsiCo.
Kelalaian ini berarti minyak sawit yang diproduksi dan disuplai oleh Indofood untuk membuat produk PepsiCo di Indonesia tidak diharuskan untuk mematuhi standar perlindungan terhadap lingkungan dan sosial yang sama seperti produk yang diproduksi langsung oleh PepsiCo. Untuk memahami dampak dari pengecualian ini terhadap buruh kelapa sawit, sebuah tim melakukan investigasi tentang kondisi kehidupan dan kerja buruh di 2 (dua) perkebunan kelapa sawit yang dimiliki dan dikelola oleh mitra bisnis PepsiCo yaitu Indofood, di bawah anak perusahaan perkebunannya PT PP London Sumatra Tbk (Lonsum), yang berlokasi di pulau Sumatera, Indonesia.


No comments:

Post a Comment