Dampak perubahan iklim terhadap kehidupan telah banyak
dilaporkan. Sebagai contoh di Kalimantan Barat, pada tahun 2006 telah terjadi
krisis pangan di dua desa di Kecamatan Tanjung Lokang. Hal tersebut diduga
terjadi karena produksi pertanian menurun bahkan megalami gagal panen akibat
kemarau panjang. Di laporkan pula bahwa di Kalimantan Barat telah terjadi gagal
panen di pertengahan tahun 2010 akibat cuaca yang selalu berubah-ubah tak
menentu, sehingga produksi beras menurun hingga 70% dari produksi sebelumnya. Akibatnya,
petani lebih berfokus untuk memperbaiki produksi getah pohon karetnya guna menutup
biaya beli beras. Sebagai akibat dari bencana banjir di sejumlah kabupaten di
Provinsi Kalimanta Barat tersebut, ratusan ribu orang kehilangan harta
bendanya—yang berarti angka kemiskinanakan semakin meningkat (http://www.jeratpapua.org/2014/05/13/banjir-dan-perubahaniklim-
di-papua/).
ADS
loading...
Monday, March 11, 2019
MENGENAL PESTISIDA
Pestisida sangat banyak digunakan secara global dalam
produksi makanan, serat dan kayu, dalam pengelolaan tanah masyarakat, dan dalam
pengendalian serangga-serangga pembawa penyakit dan hama-hama rumah tangga dan
kebun. Masyarakat belekangan ini semakin tergantung pada penggunaan bahan-bahan
kimia dalam pengendalian serangga yang tidak dikehendaki, gulma, jamur dan
binatang penggangu lainnya. Penggunaan pestisida yang tidak rasional telah
terbukti ikut menimbulkan masalah terhadap ekosistem.
AGRICULTURAL SOLUTIONS TO CLIMATE CHANGE
There
are many strategies that farmers, businesses, and consumers can adopt to reduce
greenhouse gases related to agriculture. First, farmers can replace fossil
fuels such as gasoline and diesel with biofuels such as ethanol or biodiesel.
Ethanol is a fuel alcohol that is produced by a fermentation process that uses
yeast to convert the sugars found in plants into a combustible alcohol fuel.
Ethanol can offset varying amounts of fossil fuel–generated carbon dioxide
depending on the material used to produce the ethanol. For example, Brazil,
located in a tropical climate, can efficiently grow sugarcane. Sugarcane is an
excellent source material for ethanol because the sugars in sugarcane can be easily
converted into alcohol. In the United States, corn is the primary feedstock for
ethanol. It is more costly to convert corn into sugar because the sugars are
bound up in long starch molecules. These carbohydrates must be broken down in
order to free up the sugars to be converted into alcohol. Therefore,
researchers in the United States are working hard to discover ways to lower the
costs of producing corn-based ethanol.
AGRICULTURAL IMPACTS OF CLIMATE CHANGE
Given that crops and livestock thrive in a relatively
narrow set of environmental parameters, it makes sense to explore how climate
change will affect agricultural productivity. Factors considered include the
impacts of rising temperatures, increased production of carbon dioxide and
other greenhouse gases, water supply fluctuations, soil quality variations,
sea-level increases, and the introduction of new pests, diseases, and weeds,
which could hurt agricultural output. These changes can have different impacts
depending on the geographic scale of analysis. Climatic change will have different
manifestations at local, regional, and global scales. Impacts will also vary
according to the agricultural products under consideration. Some plant or animal
species may be very resilient to environmental changes. Others may not adapt so
well to change.
CONTRIBUTIONS AGRICULTURE TO CLIMATE CHANGE
While agriculture is affected by climate change,
agricultural processes also contribute directly and indirectly to global
warming. This occurs for many reasons. A direct contribution is agriculture’s
reliance on the combustion of fossil fuels such as gasoline, diesel, and
propane to power farm equipment, including tractors, combines, grain elevators,
grain dryers, and transport trucks for shipping feed and livestock. Agriculture
also relies on petrochemicals in the form of herbicides and pesticides.
Estimates suggest that agriculture uses 8 percent of all energy consumed in the
United States.
Saturday, February 16, 2019
PEMISAHAN KATION GOLONGAN I, II, III, IV, DAN V
1.
Proses
pemisahan kation antar golongan
Pemisahan
kation-kation antar golongan dapat dilakukan dengan memberikan variasi
reagensia yang digunakan. Variasi reagensia yang digunakan didasarkan atas
kelarutan yang selektif dari kation-kation. Dengan pemvariasian reagensia maka
kita akan dapat menggolongkan kation-kation berdasarkan kesamaan sifat
selektifitas kation tersebut terhadap reagensia.
Untuk dapat memisahkan kation golongan I dari
kation golongan lainnya dapat dilakukan dengan jalan penambahan HCl encer.
Penambahan HCl encer ini bertujuan untuk mengendapkan kation-kation golongan I,
sehingga kation golongan I terpisah dari kation-kation lain yang tidak
terendapkan ketika ditambahkan HCl encer.
MEKANISME KERACUNAN
Studi tentng hubungan antara struktur kimia dan biologi dari
senyawa senyawa serta mekanismenya dalam tubuh telah dikembangkan untuk dapat
meramalkan cara kerja racun dalam tubuh. Mekanisme keracunan terbagi dalam 2
fase yaitu Fase kinetic dan Fase
dinamik.
a. Fase Kinetik
Fase kinetik meliputi proses-proses biologi biasa :
penyerapan, penyebaran dalam tubuh, metabolisme, dan proses pembuangan atau
eksresi Fase kinetik meliputi semua reaksi-reaksi biokimia yang terjadi dalam
tubuh, betuba katabolisme dan anabolisme. Pada fase kinetik, baik toksikan
(bahan beracun) dan atau protoksikan (bahan yg mempunyai potensi untuk
menjadi rcun) akan mengalami proses sinergetik atau sebaliknya proses
antagonis.
METABOLISME TUBUH
Metabolisme merupakan suatu proses atau peristiwa kinerja
yang terjadi dalam tubuh setiap organisme untuk dapat bertahan hidup dan
berkembang biak. Dalam peristiwa ini, semua bahan yang masuk ke dalam tubuh
akan diolah untuk dapat dimanfaatkan oleh tubuh. Metabolisme atau
bio-transformasi dari bahan-bahan beracun merupakan faktor penentu utama
terhadap daya racun dari zat terkait. Melalui proses biotransformasi ini,
bahan-bahan beracun yang masuk ke dalam tubuh akan mengalami peningkatan daya
racunnya atau malah akan mengalami penurunan dari daya racun yang dimilikinya.
Hal tersebut terjadi karena dalam peristiwa ini, setiap zat atau material yang
masuk dalam tubuh akan diolah dan diubah menjadi bentuk-bentuk yang lebih
sederhana. Dalam proses perubahan bentuk yang merupakan rangkaian peristiwa
kimiawi, suatu bahan beracun dapat saja berikatan dengan bahan beracun
lain yang akan meningkatkan daya racunnya yang sdah ada atau sebaliknya akan
berikatan dengan bahan beracun lain yang sifatnya antagonis (bertentangan),
sehingga menurunkan atau bahkan menetralkan daya racun yang semula ada.
PROSES PENCEMARAN
Interaksi
toksikan/pencemar dengan organisme dapat dinyatakan sebagai proses
toksikokinetik, yaitu proses uptake toksikan/pencemar, dilanjutkan proses
distribusi, metabolisme, dan penyimpanan dalam tubuh organisme serta ekskresi
dari tubuh organisme tersebut. Proses tersebut menarik untuk dipelajari karena
menentukan tingkat safety dan risk suatu toksikan/pencemar. Sedangkan interaksi
polutan dengan sel, jaringan atau organ, dalam bentuk respon toksik dinyatakan
sebagai toksikodinamik.
Secara
umum, proses pencemaran dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung.
Secara langsung yaitu bahan pencemar tersebut langsung berdampak meracuni
sehingga mengganggu kesehatan manusia, hewan dan tumbuhan atau mengganggu
keseimbangan ekologis baik air, udara maupun tanah. Proses tidak langsung,
yaitu beberapa zat kimia bereaksi di udara, air maupun tanah, sehingga
menyebabkan pencemaran.
Friday, February 1, 2019
TEKNIK PENGOLAHAN LIMBAH DENGAN WET SCRUBBING
Wet scrubber adalah peralatan pengendali pencemar
udara yang berfungsi untuk mengumpulkan partikel-partikel halus yang terbawa
dalam gas buang suatu proses dengan menggunakan titik-titik air.
Pada pengolahan ini cairan umumnya air digunakan untuk
menangkap partikel debu atau untuk meningkatkan ukuran aerosol. Partikel halus
berukuran 0,1 sampai 20 mikron dapat disisihkan secara efektif dari gas pembawa
menggunakan wet collector. Nama lain dari filter basah adalah Scrubbers atau
Wet Collectors. Prinsip kerja filter basah adalah membersihkan udara yang kotor
dengan cara menyemprotkan air dari bagian atas alt, sedangkan udara yang kotor
dari bagian bawah alat. Pada saat udara yang berdebu kontak dengan air, maka
debu akan ikut disemprotkan air turun ke bawah. Venturi Scrubber menghilangkan
partikel debu dan kontaminan gas tertentu dari gas aliran dengan memaksanya melewati
aliran cair, menghasilkan cairan yang teratomisasi. Tinggi kecepatan
diferensial di antara gas kotor dan cairan droplets menyebabkan partikel
bertumbukan, kemudian akan berkelompok untuk membentuk tetesan yang lebih
besar. Terakhir, tetesan cair tersebut dilemparkan pada dinding alat pemisah
dan gas bersih pun dikeluarkan melalui puncak scrubber.
Subscribe to:
Posts (Atom)