As indicated in
the previous section, Indonesia does not only work by itself to mitigate
problems in relation to peat management and peat fires. We also communicate and
collaborate with other countries and international agencies to stop peat
degradation and prevent peat fires. In the Southeast Asia Region, as the ASEAN
member, Indonesia has ratified the ASEAN Agreement on Transboundary Hazard
Pollution (AATHP) through Law No. 26 of 2014 on AATHP Endorsement, dated 14
October 2014. AATHP aims to prevent and control cross-border smoke pollution as
a result of land and/or forest fires particularly in peatlands that must be
implemented through intensive national, regional and international efforts
based on commitment, a spirit of partnership, and a tradition of solidarity to
achieve peace, progress and prosperity among ASEAN countries.
ADS
loading...
Wednesday, October 10, 2018
Tuesday, October 2, 2018
INDONESIA’S PEATLAND GOVERNANCE
A huge task. In the
past, Indonesia experienced unsustainable peatland management leading to the
degradation of peatland and peat fires. Thinking over the negative impacts
resulted from peat degradation and fires, the government of Indonesia has
prioritized the protection and sustainable management of peatlands, including
the restoration of heavily degraded peatlands. Presidential Instruction No. 8
of 2015 on the Suspension of New Licenses and the Improvement of Primary Forest
and Peatland Governance or commonly referred to as Inpres Moratorium is a
monumental decision reflecting the commitment of Indonesian government to
reform its peatland and forest management. It has targeted the postponement of
formal licenses for companies. The coverage of peatlands and primary forests
affected by this policy has been mapped and update every six months. This
political will has been supported or followed up by other regulations,
including:
Sunday, September 23, 2018
PEATLAND MANAGEMENT AND NATIONALLY DETERMINED CONTRIBUTION (NDC)
Peatland
is a storage of huge amount of carbon. It is estimated that peat can contain
about 6 tonnes per hectare of 1 cm depth. Overall, Indonesian peatlands stores
about 46 Giga tons, or about 8-14% of the carbon stored in the world peatlands.
It is this carbon content that has become source of problems due to its
emission when burnt, and at the same time also become a potential solution if
well managed, in the context of climate change mitigation and adaptation. In
our First National Determined Contribution submitted to the UNFCCC, 17% or over
half of the 29% of the emission reduction target,
comes from land based sector, which are mainly forest and peatlands.
Tuesday, September 18, 2018
EARTH’S CLIMATE HISTORY
Climate is not a static set of weather conditions, constant
over eons; rather it varies, sometimes in dramatic ways, over time. The hot
climate of the newlyformed Earth gave way to glaciers in a little more than a
billion years, an immense time by human reckoning, but not nearly so long by
geological standards. Earth’s climate has alternated many times between hot and
cold periods of varying magnitudes. Radiation from the Sun, the ocean currents,
rainfall, wind, continental drift, the concentration of greenhouse gases in the
atmosphere, volcanic activity, radioactivity in the Earth’s core, the eccentricity
of Earth’s orbit around the sun, the tilt of Earth’s axis, and photosynthesis
all affect climate. Climate has not one, but, rather, myriad causes.
Disentangling these causes is not easy, but it is necessary to understanding
why climate changes over time. The current climate is warming. The culprit, carbon
dioxide, has been increasing in the atmosphere, driving up temperature, and prompting
speculation over Earth’s future climate.
Tuesday, September 11, 2018
DAMPAK MERKURI TERHADAP MANUSIA DAN LINGKUNGAN
Sebagian besar merkuri yang terdapat di alam ini
dihasilkan oleh sisa industri dalam jumlah ± 10.000 ton setiap tahunnya.
Penggunaan merkuri sangat luas di mana ± 3.000 jenis kegunaan dalam industri pengolahan
bahan-bahan kimia, proses pembuatan obat-obatan yang digunakan oleh manusia
serta sebagai bahan dasar pembuatan insektisida untuk pertanian (Christian et
al dalam Alfian, 2006).
Gambar 1. Diagram aliran merkuri di biosfer
Tuesday, September 4, 2018
ANALISIS DAMPAK METANA BAGI KEHIDUPAN
Metana merupakan gas yang terbentuk
oleh adanya ikatan kovalen antara empat atom H dengan satu atom C. Metana
merupakan suatu alkana. Alkana secara umum mempunyai sifat sukar bereaksi
(memiliki afinitas kecil) sehingga biasa disebut sebagai parafin. Sifat lain
dari alkana adalah mudah mengalami reaksi pembakaran sempurna dengan oksigen
menghasilkan gas karbon dioksida (CO2) dan uap air (H2O)
dengan reaksi:
CH4 (g) + O2
(g) à
CO2 (g) + H2O (g)
Metana merupakan gas yang tidak
berwarna, sehingga tidak bisa dilihat dengan mata telanjang. Tetapi metana
dapat diidentifikasi melalui indra penciuman karena baunya yang khas.
Sebenarnya gas metana berada di sekitar kita. Beberapa di antaranya akan saya
sebutkan di sini.
Monday, August 27, 2018
ZAT-ZAT PENCEMAR UDARA
Udara
di alam ini tidak pernah ditemukan dalam keadaan bersih, hal ini terjadi karena
kegiatan alam (terjadi secara alami), maupun karena ulah atau
kegiatan/aktivitas manusia misalnya gas-gas CO, gas SO2 dan
H2S
yang dihasilkan melalui kegiatan gunung berapi, terjadinya pelapukan
tumbuh-tumbuhan dan kebakaran hutan, yang terus-menerus masuk ke dalam atmosfer
(udara). Selain gas-gas tersebut ada pula partikulat-partikulat padat dan cair
yang dihasilkan oleh ledakan gunung berapi atau gangguan lain yang dibawa
hembusan angin masuk ke dalam atmosfer. Di samping gas-gas dan
partikulat-partikulat padat dan cair yang dihasilkan secara alami, masih
diperoleh juga gas-gas dan partikulat-partikulat lain yang diperoleh dari hasil
kegiatan manusia sebagai hasil proses kimiawi ataupun proses biologis.
Tuesday, August 21, 2018
EPIDEMI GLOBAL: FLU BURUNG
Flu burung merupakan epidemi global yang
terkait dengan pola makan daging. Dengan keadaan peternakan modern zaman
sekarang yang sangat kacau dan padat, hewan-hewan dipaksa hidup
berdesak-desakan tanpa bisa banyak bergerak, kotoran mereka tersebar
dimana-mana. Udara yang bercampur dengan amonia yang berasal dari kotoran
menghancurkan paru-paru dan merusak sistem kekebalan tubuh mereka. Tidak
mengherankan jika tempat-tempat seperti ini merupakan sumber terciptanya
penyakit-penyakit mematikan seperti penyakit kuku dan mulut, sapi gila, dan
yang paling berbahaya saat ini: flu burung.
Thursday, August 16, 2018
BAHAYA MAKAN IKAN YANG TERKONTAMINASI RACUN
Saat ini,
daging ikan mengalami kontaminasi parah berbagai bahan kimia beracun yang
dihasilkan manusia. Racun-racun ini telah diidentifkasi sebagai penyebab kanker,
kemunduran kecerdasan otak, dan kontaminasi bakteri. Akan tetapi Anda tidak
sadar bahwa setiap kali Anda makan ikan, Anda juga memasukkan racun-racun
tersebut ke dalam tubuh Anda, yang terdiri dari bakteri, logam-logam berat, dan
pengontaminasi lainnya.
Tubuh ikan
menyerap racun-racun yang ada pada habitatnya. Semakin tinggi posisi seekor
ikan dalam rantai makanan, maka semakin beracun ikan tersebut jadinya.
Ikan-ikan yang besar (seperti tuna dan salmon) memakan ikan-ikan kecil dan
mereka menyerap juga racun-racun yang ada dalam tubuh mangsanya. Racun yang
banyak ditemukan pada ikan adalah PCBs (polychlorinated biphenyls), yang
mana menyebabkan kerusakan hati, kelainan jaringan syaraf, dan gangguan janin;
dioksin, biasanya terkait dengan kanker; radioaktif, misalnya strontium 90; dan
masih banyak logam-logam berbahaya seperti mercury, cadmium, chromium, lead,
dan arsenic, yang mana dapat menyebabkan gangguan-gangguan mulai dari kerusakan
ginjal sampai dengan gangguan perkembangan mental. Dan kabar buruknya, sekali
dikonsumsi racun-racun ini dapat mengendap sampai beberapa dekade.
Monday, August 13, 2018
ASIDIFIKASI SAMUDERA
Kontributor terbesar pemanasan
global saat ini adalah karbon dioksida(CO2), metana (CH4)
yang dihasilkan agrikultur dan peternakan (terutama dari sistem pencernaan hewan-hewan
ternak), Nitrogen Oksida (NO) dari pupuk, dan gas-gas yang digunakan untuk
kulkas dan pendingin ruangan (CFC). Rusaknya hutan-hutan yang seharusnya
berfungsi sebagai penyimpan CO2 juga makin memperparah keadaan ini
karena pohon-pohon yang mati akan melepaskan CO2 yang tersimpan di
dalam jaringannya ke atmosfer.
Subscribe to:
Posts (Atom)