Sebagian besar merkuri yang terdapat di alam ini
dihasilkan oleh sisa industri dalam jumlah ± 10.000 ton setiap tahunnya.
Penggunaan merkuri sangat luas di mana ± 3.000 jenis kegunaan dalam industri pengolahan
bahan-bahan kimia, proses pembuatan obat-obatan yang digunakan oleh manusia
serta sebagai bahan dasar pembuatan insektisida untuk pertanian (Christian et
al dalam Alfian, 2006).
Gambar 1. Diagram aliran merkuri di biosfer
Semua bentuk merkuri baik dalam bentuk metil maupun
dalam bentuk alkil yang masuk ke dalam tubuh manusia secara terus-menerus akan
menyebabkan kerusakan permanen pada otak, hati dan ginjal (Roger, et al dalam
Alfian, 2006).
Ion merkuri menyebabkan pengaruh toksik, karena terjadinya
proses presipitasi protein menghambat aktivitas enzim dan bertindak sebagai
bahan yang korosif. Merkuri juga terikat oleh gugus sulfhidril, fosforil,
karboksil, amida dan amina, di mana dalam gugus tersebut merkuri dapat
menghabat fungsi enzim.
Bentuk organik seperti metil-merkuri, sekitar 90%
diabsorpsi oleh dinding usus, hal ini jauh lebih besar daripada bentuk
anorganik (HgCl2¬) yang hanya sekitar 10%. Akan tetapi
bentuk merkuri anorganik ini kurang bersifat korosif daripada bentuk organik.
Bentuk organik tersebut juga dapat menembus barrier darah dan plasenta sehingga
dapat menimbulkan pengaruh teratogenik dan gangguan syaraf (Darmono dalam
Alfian, 2006).
Diagnosis toksisitas Hg tidak dapat dilakukan dengan
tes biokimiawi. Indikator toksisitas Hg hanya dapat didiagnosis dengan analisis
kadar Hg dalam darah atau urine dan rambut (Alfian, 2006). Kadar threshold
value metil merkuri untuk dapat menimbulkan gejala klinis bagi orang dewasa
yang peka adalah:
1.
Konsentrasi
merkuri total dalam darah sebesar 20 – 50 mikrogram/100mL.
2.
Konsentrasi pada
rambut sebesar 50 – 125 mikrogram/g2 (Ramade F dalam Martono, 2005).
Merkuri merupakan logam yang sangat toksik terhadap
organisme, dalam penggunaan atau aktivitas tertentu merkuri akan disebarkan ke
lingkungan baik berupa bahan pertanian, obat-obatan, cat, kertas, pertambangan
serta sisa buangan industri (Pryde dalam Alfian, 2006). Semua bentuk merkuri,
baik dalam bentuk unsur, gas maupun dalam bentuk garam organik adalah beracun.
Alkil merkuri merupakan komponen yang paling beracun karena mempunyai
sifat-sifat sebagai berikut:
1.
Alkil merkuri
dengan mudah melakukan penetrasi dan terkumpul di dalam tenunan otak karena
komponen ini mudah menembus membran biologi.
2.
Alkil merkuri
mempunyai waktu retensi yang lama di dalam tubuh sehingga konsentrasi di dalam
tubuh semakin lama semakin tinggi, meskipun dosis yang masuk ke dalam tubuh
makin rendah. Komponen ini diperkirakan mempunyai waktu paruh di dalam tubuh
selama 70 hari.
3.
Alkil merkuri
dapat dibentuk dari merkuri anorganik oleh aktifitas mikroorganisme anaerobik
tertentu. Transformasi ini dibuktikan terjadi dengan mudah di dalam lumpur pada
dasar sungai dan danau. Proses transformasi ini belum dibuktikan terjadi di
dalam tubuh, tetapi beberapa mikroorganisme yang ditemukan di dalam saluran
usus hewan yang ditemukan dapat melakukan proses transformasi tersebut.
Berbagai bentuk merkuri dan hubungannya satu sama lain serta sifat-sifatnya
dapat dilihat pada gambar 2 berikut (Novick dalam Fardiaz, 1992).
Gambar 2. Bentuk merkuri dan hubungannya satu sama
lain serta sifat-sifatnya
Dalam lingkungan perairan, merkuri anorganik
dikonversi oleh mikroorganisme menjadi metil merkuri yang sangat beracun dan
sangat mudah terserap ke dalam jaringa. Sekitar 90% kandungan merkuri dalam
ikan berupa metil merkuri (Ramade F dalam Martono, 2005). Selanjutnya dapat
dikemukakan bahwa sekitar 95% metil merkuri yang masuk ke dalam tubuh diserap
oleh usus yang sebagian besar tertahan dalam jaringan tubuh, dan kurang dari 1%
yang dikeluarkan lagi dari dalam tubuh (Mason CF dalam Martono, 2005).
Perairan yang telah tercemar logam berat merkuri bukan
hanya membahayakan komunitas biota yang hidup dalam perairan tersebut, tetapi
juga akan membahayakan kesehatan manusia. Hal ini karena sifat logam berat yang
persisten pada lingkungan, bersifat toksik pada konsentrasi tinggi dan
cenderung terakumulasi pada biota (Kennish dalam Masriani, 2003). Senyawa metil
merkuri yang merupakan hasil dari limbah penambangan emas masuk ke dalam rantai
makanan, terakumulais pada ikan dan biota sungai. Oleh karena itu manusia akan
mengalami keracunan jika memakan ikan dan biota perairan yang tercemar logam
tersebut.
Kasus toksisitas metil merkuri pada manusia, baik anak
maupun orang dewasa, diberitakan besar-besaran pasca Perang Dunia ke-2 di
Jepang, yang disebut “Minamata Disease”. Tragedi yang dikenal dengan Penyakit
Minamata, berdasarkan penelitian ditemukan penduduk di sekitar kawasan tersebut
memakan ikan yang berasal dari laut sekitar Teluk Minamata yang mengandung
merkuri yang berasal dari buangan sisa industri plastik (Pervaneh dalam Alfian,
2006). Tragedi ini telah memakan korban lebih kurang 100 orang pada tahun 1953
sampai 1960. Dari korban ini ada yang meninggal atau mengalami cacat seumur
hidup (Hutabarat, 1985:198). Gejala keanehan mental dan cacat syaraf mulai
tampak terutama pada anak-anak.
Tabel Keracunan
merkuri yang terbesar tahun 1953 – 1969
Penyakit minamata adalah penyakit gangguan sistem
syaraf pusat yang disebabkan oleh keracunan
metil merkuri. Tidak ditemukan kerusakan pada organ
lain kecuali pada sistem syaraf pusat (Martono, 2005).
Sistem syaraf pusat merupakan target organ dari
toksisitas metil merkuri tersebut, sehingga gejala yang terlihat erat
hubungannya dengan kerusakan sistem syaraf pusat. Gejala yang timbul adalah
sebagai berikut:
1.
Gangguan syaraf
sensori: paraesthesia, kepekaan menurun dan sulit menggerakkan jari tangan dan
kaki, penglihatan menyempit, daya pendengaran menurun, serta rasa nyeri pada
lengan dan paha.
2.
Gangguan syaraf
motorik: lemah, sulit berdiri, mudah jatuh, ataksia, tremor, gerakan lambat dan
sulit bicara.
3.
Gangguan lain:
gangguan mental, sakit kepala dan hipersalivasi (Alfian, 2006).
SUMBER
Achmad, R. 2004. Kimia Lingkungan. Yogyakarta: ANDI
Alfian, Z. 2006. Merkuri: Antara Manfaat dan Efek
Penggunaannya Bagi Kesehatan Manusia dan Lingkungan. [Online]. Avaliable:
http://library.usu.ac.id/download/e-book/zul%20alfian.pdf. [7 Mei 2008]
Fardiaz, S. 1992. Polusi Air dan Udara. Yogyakarta:
Konisius.
Hutabarat, S dan Steward M E. 1985. Pengantar
Oseanografi. Jakarta: UI-Press.
Martono, H. 2005. Penanganan Kasus Keracunan Metil
Merkuri di Minamata. Laporan Penelitian. Jakarta: Pusat Penelitian dan
Pengembangan Ekologi Kesehatan, Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Masriani dan Eny E. 2003. Usaha Pemanfaatan Kepah
(Batissa Sp) Sebagai Bioindikator Tingkat Cemaran Logam Berat Pb dan Cd di
Perairan Sungai Kapuas. Laporan Penelitian. Pontianak: FKIP UNTAN.
DOWNLOAD VERSI PDF : KLIK DISINI
DOWNLOAD VERSI PDF : KLIK DISINI
No comments:
Post a Comment