Tanah terbentuk dari batuan induk yang telah mengalami
pelapukan akibat dinamika faktor iklim, organisme dan relief permukaan bumi
(topografi). Berdasarkan dinamika faktor tersebut terbentuklah berbagai jenis
tanah yang mempunyai lapisan-lapisan yang berbeda. Lapisan-lapisan tanah ini
disebut dengan horizon. Sebagian besar jenis tanah memiliki tiga sampai empat horizon
yang batas-batasnya jelas terlihat.
Susunan horizon tanah
umumnya mengikuti pola O-A-B-C-R dari atas ke bawah. Horizon O tersusun dari
materi organik, selanjutnya horizon A tersusun dari materi terdiri dari humus
dan campuran partikel mineral, kemudian horizon B (subsoil) mengandung lapisan ini mengandung sedikit tanah liat dan
material-material seperti bahan organik, garam-garam, dan partikel-partikel
Clay yang merembes dari lapisan atas. Horizon C terdiri dari hamparan batu-batu
yang tidak terpapar cuaca, sedangkan horizon R adalah lapisan batuan induk yang
berada pada lapisan paling bawah dari tanah (Soil Survey Staff, 1992).
Pencemaran Tanah oleh Logam Berat
Menurut Keputusan Menteri
Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup No.02/MENKLH/I/1988 yang dimaksud
dengan polusi atau pencemaran tanah adalah masuk dan dimasukkannya mahluk
hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam tanah dan atau berubahnya
tatanan (komposisi) oleh kegiatan manusia atau proses alam, sehingga kualitas
tanah menurun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan tanah menjadi kurang
atau tidak berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya.
Suatu tanah sudah tercemar logam berat atau belum dapat
diketahui dari suatu baku mutu yang memuat nilai-nilai ambang batas suatu
unsur, senyawa atau bahan-bahan tertentu. Baku mutu yang telah diterbitkan
Pemerintah Indonesia adalah baku mutu untuk air dan udara, sedangkan baku mutu
untuk tanah sampai saat ini masih belum ada, sehingga sulit untuk menyatakan
suatu sistem tanah sudah tercemar atau belum. Ambang batas yang dimaksud adalah
kandungan maksimal bahan berbahaya dan beracun (B3) atau logam berat yang masih
bisa diabaikan keberadaannya di dalam tanah. Menurut Kurnia et al. (2004) besarnya nilai ambang
batas logam tergantung pada jenis unsur logam berat, mudah tidaknya
ditranslokasikan dari tanah ke tanaman dan daya racunnnya terhadap manusia,
hewan dan tanaman itu sendiri.
Nilai ambang batas logam berat yang tercemar dalam tanah
berbeda pada masing-masing negara, karena adanya perbedaan bahan induk dan
kemampuan sifat tanah untuk menyangga logam berat. Pemerintah Indonesia memang
belum mengeluarkan nilai ambang batas logam berat namun ada beberapa hasil
penelitian yang dapat dijadikan sebagai acuan dalam menentukan nilai ambang
batas logam berat dalam tanah. Kementerian Kependudukan dan Lingkungan
Indonesia yang bekerja sama dengan Universitas Delhouse Canada (1992) telah membuat
standar nilai ambang batas pencemaran logam berat pada tanah yang tersaji pada
Tabel 2.1 berikut.
Tabel 2.1Ambang Batas Logam
Berat pada Tanah
Logam
Berat
|
Konsentrasi
Maksimum (ppm)
|
Pb
|
100
|
Cd
|
0,50
|
Cr
|
2,5
|
Ni
|
20
|
Cu
|
60
– 125
|
Mn
|
1.500
|
Zn
|
70
|
Referensi
:
Keputusan Menteri Negara
Kependudukan Dan Lingkungan Hidup Nomor : KEP-02/MENKLH/I/1988 Tentang Pedoman
Baku Mutu Lingkungan.
Kurnia,
U., H. Suganda., R. Saraswati dan Nurjaya. 2004. Teknologi Pengendalian Pencemaran
Lahan Sawah: 283-321. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan
Agroklimat. Bogor: Badan Penelitian dan Pengembangan.
Ministry of State for
Population and Environment Republic of Indonesia and Dalhousie University
Canada. 1992. Environmental Management in Indonesia. Report on Soil Quality
Standards for Indonesia (interim report).
Soil
Survey Staff. 1992. Kunci Taksonomi Tanah
Bahasa Indonesia. Bogor : Pusat Penenlitian Tanah dan Agroklimat, Badan
Penelitian dan Pengembangan.
DOWNLOAD VERSI PDF: KLIK DISINI
No comments:
Post a Comment