Tiga pendeketan utama untuk mendefinisikan
limbah berbahaya yaitu (1) sebuah diskripsi kualitatif pada asalnya, tipe, dan pendukungnya,
(2) klasifikasi dengan dasar karaktristik terutama bedasarkanprosedurtes, dan
(3) dengan cara konsentrasi zat-zat spesifik yang berbahaya. Limbah digolongkan menurut
tipe umum, misalnya”spent halogenated solvents” atau pelarut terhalogenasi
atau oleh sumber-sumber industry misalnya “pickingliquor from steel
manufacturing”atau mendapat cairan dari industry manufaktur baja.
ENVIRONMENT INSIGHT
Kumpulan tulisan tentang masalah-masalah lingkungan di sekitar kita
ADS
loading...
Wednesday, September 4, 2019
Tuesday, June 25, 2019
SUBSECTOR FINANCING
JPMorgan Chase was also the top banker
over the past three years of three spotlight oil and gas subsectors: Arctic oil
and gas, ultra-deepwater oil and gas, and LNG. Our research shows an uptick in
overall bank financing for Arctic oil and gas last year, which is worrisome
considering the Trump regime’s attempts to open up the Arctic Refuge for
drilling, as described on page 38. JPMorgan Chase is the biggest banker of
Arctic oil and gas by a long shot, followed by Deutsche Bank and SMBC Group.
FOSSIL FUEL FINANCE REPORT CARD 2019
In October 2018, the
Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) released a sobering report on
the devastating impacts our world will face with 1.5° Celsius of warming — let
alone 2°C — while setting out the emissions trajectory the nations of the world
need to take if we are to have any shot at keeping to that 1.5°C limit. This
10th edition of the annual fossil fuel finance report card, greatly expanded in
scope, reveals the paths banks have taken in the past three years since the
Paris Agreement was adopted, and finds that overall bank financing continues to
be aligned with climate disaster.
Sunday, June 9, 2019
BIG BANKS STOKE THE FLAMES OF THE CLIMATE CRISIS
A “collective scream sieved through the
stern, strained language of bureaucratese,” was the New Yorker’s apt
description of the UN Intergovernmental Panel on Climate Change’s (IPCC)
special report on the impacts of heating the globe by 1.5° Celsius. The
“nightmarish tale” that emerges from the 2018 report involves a double whammy:
the impacts of 1.5°C will be much worse than previously predicted, and to have
a reasonable chance of staying under 1.5°C we need to start immediately an
unprecedented global effort to reshape our economic priorities so that we can
rapidly bend down the emissions curve.
BANKS MUST RAPIDLY TRANSITION FROM DIRTY TO CLEAN ENERGY
This report does not
assess bank financing of clean energy. While we recognize the huge importance
of ramping up finance for clean technologies and appreciate that many banks
have set targets for funding these sectors, the climate crisis demands not just
that banks seize the many opportunities for profit in the clean energy
revolution, but also that they be prepared to fundamentally redraw their
business models away from financing dirty energy. These banks’ clean financing
is in any case swamped by the volumes they funnel into fossil fuels.
Monday, May 6, 2019
CARBON FOOTPRINT: THE HIDDEN RISKS OF FINANCED EMISSIONS
Large banks are driving climate change by pumping
billions of dollars into carbon-intensive extreme fossil fuels and tropical
deforestation, with significant hidden environmental, social and governance (ESG)
risks. While banks report their operational emissions, emissions resulting from
their financing activities can be 100x larger1 and are typically undisclosed.
Climate change can have enormous financial implications, as recognized in the
Recommendations of the Task Force on Climate-Related Financial Disclosures
(TCFD) published in June 2017. “Responsible Investment” indexes such as the
MSCI ACWI Low Carbon Target Index deceptively classify banks as “low-carbon”
even as they heavily finance dangerous new carbon emissions (see below). The
Paris Climate Agreement goal of keeping temperature rise to 1.5˚C won’t be
achievable if banks and investors continue to fund and facilitate the burning
and destruction of high-carbon assets. It’s time for banks to fully disclose the
carbon footprint of their financing, decarbonize their portfolios, and
accelerate the transition towards a sustainable low-carbon future (see
Recommendations in the back).
FULL TEXT: CLICK HERE
FULL TEXT: CLICK HERE
Thursday, April 11, 2019
GAMBARAN UMUM SEKTOR KELAPA SAWIT INDONESIA
Ekspansi perkebunan kelapa sawit di Indonesia terjadi
kecepatan yang sangat tinggi, dan telah menciptakan masalah lingkungan dan
sosial yang serius: sejumlah hutan yang bernilai tinggi dikonversi menjadi perkebunan;
habitat satwa yang dilindungi terancam punah, emisi gas rumah kaca yang
signifikan disebabkan oleh alih fungsi lahan gambut, dan banyak masyarakat
kehilangan akses terhadap tanah yang sangat penting untuk keberlangsungan hidup
mereka dan yang telah mereka miliki secara turun-temurun.
Sunday, April 7, 2019
SOLUSI UNTUK PEPSICO SEBAGAI PELANGGAN MINYAK KELAPA SAWIT INDOFOOD
PepsiCo
memiliki peran yang sangat penting untuk merubah Indofood. Selaku Mitra Bisnis
Indofood dan produsen tunggal. PepsiCo di Indonesia, PepsiCo berposisi khusus
untuk memastikan Indofood menjadi perusahaan minyak sawit yang bertanggung
jawab. PepsiCo harus meminta Indofood untuk segera melakukan investigasi dan
memperbaiki pelanggaran hak-hak buruh yang diuraikan dalam laporan ini,
menyelesaikan kasus-kasus Minyak Sawit yang Bermasalah lainnya yang masih belum
terselesaikan, serta menerapkan dan melaksanakan kebijakan minyak sawit bertanggung
jawab yang mewajibkan produksi dan pengadaan minyak sawit yang sepenuhnya dapat
terlacak, dikembangkan secara legal dan terverifikasi sebagai tidak berkaitan
dengan pelanggaran hak buruh, deforestasi, ekspansi pada lahan gambut yang kaya
karbon pada kedalaman apapun, juga pelanggaran HAM. Membiarkan Indofood tanpa perubahan
berarti mempertaruhkan reputasi PepsiCo dan merupakan bentuk kegagalan PepsiCo dalam
memenuhi prinsip-prinsip kebijakan minyak sawitnya yang baru. Pada tingkat yang
lebih umum, PepsiCo harus menerapkan tenggat waktu yang ambisius untuk
memastikan pihak ketiganya terverifikasi mematuhi kebijakannya untuk semua
minyak sawit yang digunakan dalam semua produk. dan mereknya, termasuk
barang-barang yang diproduksi oleh Indofood dan mitra usaha patungan lainnya.
Saat ini raksasa makanan ringan tersebut hanya memiliki niat untuk mendapatkan
minyak sawit yang 100% bersertifikat RSPO pada tahun 2020.
Friday, April 5, 2019
APA YANG HARUS DILAKUKAN ROUNDTABLE ON SUSTAINABLE PALM OIL
Perusahaan perkebunan kelapa sawit Indofood merupakan anggota
dari sistem sertifikasi industri Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO).
Sebagai anggota RSPO, PT PP London Sumatra Indonesia Tbk. (Lonsum) dan PT Salim
Ivomas Pratama Tbk. (Salim Ivomas) diwajibkan untuk mematuhi Prinsip dan
Kriteria RSPO, termasuk beberapa prinsip yang mengatur tentang hak-hak buruh. Berdasarkan
temuan-temuan dalam laporan ini, Lonsum milik Indofood setidaknya melakukan pelanggaran
terhadap prinsip-prinsip RSPO berikut ini:
REKOMENDASI UNTUK PEMERINTAH DALAM MENGATASI MASALAH SAWIT INDONESIA
Pemilihan Joko Widodo sebagai Presiden Republik
Indonesia yang baru dan penunjukan kabinet baru pada tahun 2014 merupakan
peluang untuk dilakukannya peninjauan terhadap kebijakan nasional yang berlaku.
Sebagaimana ditunjukkan dalam laporan ini, UU Ketenagakerjaan dan penegakannya saat
ini tidak cukup untuk menjunjung tinggi dan melindungi hak-hak buruh perkebunan
kelapa sawit yang memiliki risiko tersendiri dan lebih tinggi karena kondisi
mereka yang terisolasi secara geografis. Sifat dasar pekerjaan di perkebunan
kelapa sawit sangatlah berbeda dari sektor industri dan oleh sebab itu perlu
diatur melalui serangkaian peraturan yang khusus. Pemerintah Republik Indonesia
harus menetapkan undangundang ketenagakerjaan khusus untuk melindungi buruh perkebunan
kelapa sawit.
Subscribe to:
Posts (Atom)