Secara alami terdapat berbagai macam
senyawa kimia di alam yang berpotensial mempunyai efek toksik. Keberadaan dari
masing-masing senyawa kimia tersebut umumnya tidak menimbulkan resiko berbahaya
bagi organisme hidup, namun interaksi dari zat kimia tersebut terkadang
menimbulkan resiko, seperti kabut fotokimia.
Kabut fotokimia umumnya terbentuk di
daerah kota dengan iklim panas dan kering penuh dengan polusi udara gas buang
mesin-mesin industri dan kendaraan bermotor. Pada temperatur normal gas
nitrogen (N2) dan oksigen (O2) yang mengisi sebagian
besar udara atmosfer tidak bereaksi satu sama lain. Pada temperatur tinggi di
dalam mesin kendaraan bermotor, mereka saling bereaksi membentuk nitrogen
oksida (NO), yang kemudian terlepas sebagai gas buang dan masuk ke dalam
atmorfer. Segera setelah berada diatmorfer, nitrogen oksida bereaksi dengan
oksigen untuk membentuk nitrogen dioksida (NO2), suatu gas berwarna
coklat kekuningan dengan bau tidak enak dan menyesakkan. Gas nitrogen dioksida
ini yang menyebabkan terjadinya kabut kecoklatan yang menyelimuti udara
perkotaan. Biasaya gas NO2 tetap berada di udara atmorfer sekitar
selama tiga hari. Sejumlah kecil dari NO2 dapat bereaksi dengan uap
air membentuk asam nitrat, yang kemudian dapat mengalami presipitasi dan
tersapu dari udara atmorfir melalui hujan. Seperti halnya gas NO2,
sulfur dioksida juga dapat beraksi dengan uap air membentuk asam sulfat, dimana
kedua asam ini yang bertanggung jawab terhadap hujan asam diperkotaan. Asam nitrat
di atmorfir dapat juga bereaksi dengan amonia di udara membentuk partikel dari
amonium nitrat, yang secara berkala juga jatuh ke permukaan bumi atau tersapu
dari atmosfir oleh hujan.
Sebagian besar
masalah pencemaran udara berhubungan dengan oksidasi nitrogen dan nitrigen
dioksida timbul akibat radiasi ultraviolet dari sinar matahari, yang dapat
menyebabkan mereka bereaksi dengan gas hidrokarbon ”HC” di udara, akan
berinteraksi satu sama lainnya menghasilkan senyawa peroksialkil nitrat yang
mempunyai toksisitas jauh lebih tinggi dari zat prekorsornya. Reaksi
pembentukan polutan baru ini disebut dengan fotokimia oksidasi. Senyawa oksidan
ini bersama senyawa-senyawa lainnya membentuk kabut fotokimia “photochemical smog”, dimana campuran gas
tersebut termasuk ozon, sejumlah senyawa peroksialkil nitrat “PAN”. Keberadaan
sejumlah kecil PAN di udara menyebabkan mata pedih dan dapat merusak tanaman
Interaksi antara toksikan yang terdapat di alam mungkin terjadi, seperti
efek agonis (aditiv) akan muncul apabila toksikan tersebut memiliki efek yang
sinergis. Pestisida hidrokarbon terklorinasi, seperti: DDT, PCBs ”polychlorinated biphenyls”, dan dieldrin
adalah penstisida dengan sifat kimia dan efek biologi yang hampir sama.
Keberadaan masing-masing pestisida tersebut dalam jumlah dibawah efek toksik
tidak berbahaya bagi organisme, bahaya yang lebih tinggi akan diberikan jika
ketiga pestisida tersebut berada bersamaan di alam dan terabsorpsi oleh
organimse secara bersamaan. Disamping interaksi yang menimbulkan efek sinergis,
terdapat juga interaksi toksikan di alam yang memberikan efek antagonis,
seperti: keberadaan selenium akan menurunkan efek toksik dari merkuri. Efek
antagonis yang lainnya yang telah diidentifikasi adalah: methionin dan
fenilklorid, arsenik dan selenium, serta seng dan kadmuim.
Kondisi iklim lingkungan memberi efek yang besar terhadap resiko dari
toksisitas toksikan di lingkungan. Seperti telah disebutkan sebelumnya pada
kabut fotokimia, dimana iklim dan radiasi sinar UV dari cahaya matahari merupakan
faktor penentu. Namun dilain sisi radiasi sinar UV diperlukan untuk mempercepat
reaksi degradasi senyawa organik di alam dan juga sinar UV diperlukan untuk
membunuh mikrobakteri fatogen dan virus di alam bebas. Tentunya sinar UV telah
terbukti dapat mengakibatkan radikal bebas di dalam tubuh yang mengakibatkan
penyimpangan pada proses replikasi DNA, dan menyebabkan kanker kulit.
Meningkatnya intensitas sinar UV di permukaan bumi disebabkan berkurangnya
lapisan ozon di stratosfer, yang diakibatkan oleh polutan udara di stratosfer.
Disamping efek tersebut di atas peningkatan sinar UV menyebabkan
peningkatan temperatur bumi.Peningkatan temperatur dapat meningkatkan jumlah
penguapan senyawa kimia ke atmosfer, akibatnya semakin meningkat jumlah zat
kimia yang menguap di atmosfer sehingga secara tidak langsung akan meningkatkan
jumlah toksikan yang terhirup. Peningkatan bahaya pernafasan ini akan tidak
terjadi jika tidak terjadi pemanasan permukaan bumi. Peningkatan termperatur
juga akan berpangaruh pada peningkatan pelepasan air melalui keringat oleh
organiseme, sebaliknya ekskresi xenobiotika melalui akan menurun, hal ini akan
menyebabkan terjadinya penumpukan “deposisi” xenobiotika / toksikan dalam
organisme.
Sesuai dengan sifat alami lingkungan, dengan meningkatnya temperatur akan
mengakibatkan penurunan kadar oksigen di dalam air alam “air danau”, dengan
demikian dapat menyebabkan kematian ikan dan membuat ikan-ikan yang tadinya
sangat tahan terhadap lingkungan menjadi bertambah rentan akibat perubahan
lingkungan tersebut. Peningkatan temperatur dapat juga mempercepat
reaksi-reaksi kimia di lingkungan, hal ini mungkin menguntungkan bagi organisme
atau sebaliknya akan merugikan.
Hujan, hujan es, dan salju membersihkan zat kimia di atmosfer. Hal ini
dikenal dengan deposisi basah. Meningkatnya air tanah akan meningkatkan
aktivitas biologi di tanah sampai suatu titik, yaitu banjir. Banjir
mengakibatkan tanah menjadi anaerob. Jika tanah menjadi anaerob proses
okasidatif akan cepat terhenti. Hal ini berarti, penghentian proses degrasi
oksidativ oleh mikroorganisme. Banjir juga meningkatkan kelarutan zat toksik di
dalam tanah, dimana zat toksik akan terlarut ke dalam air hujan, yang pada
akhirnya dapat mencemari sumber air minum.
Pergerakan udara yang cepat dapat menurunkan konsentrasi gas polutan di
tempat produsennya dengan cepat, tiupan angin kencang akan membawa gas polutan
ke tempat yang sangat jauh. Gas buang “SO dan NO” hasil pembakaran batu bara di
daratan Ingris terbawa oleh angin menuju ke utara ke daratan Scandinavia, hal
ini terbukti dengan hujan asam di daratan Scandinavia. Hujan asam meningkatkan
keasaman danau yang akhirnya akan meracuni ikan-ikan. Hal ini juga terjadi di
negara kita, setiap tahun kita mengirim asap pembakaran hutan di daratan pulau
Sumatra dan Kalimantan ke negara tetangga kita, yaitu Singapura dan Malaysia.
Kabut asap pembakaran ini dapat mengganggu fungsi saluran pernafasan bagian
atas.
Pergerakan udara juga mungkin meningkatkan penguapan air, sehingga
bersamaan dengan peningkatan temperatur senyawa-senyawa yang tidak menguap akan
ikut penguap bersama uap air. Contoh yang paling terkenal pada kasus ini adalah
penggaraman tanah pertanian, air irigasi membawa garam-garam menuju tanah
pertanian, jika air ini menguap akibat peningkatan temperatur maka garam-garam
tersebut akan tertinggal di tanah sampai batas tertentu dimana akan meracuni
tanah mengakibatkan tidak tumbuhnya tanaman.
Dari penjelasan di atas memberikan gambaran bahwa sifat alami lingkungan
juga berpengaruh pada toksisitas “tingkat bahaya” dari suatu toksikan, demikian
juga pergerapan (dinamika) toksikan di alam.
Download Buku Versi Lengkap : Klik DISINI
:D
ReplyDelete