ADS

loading...

Tuesday, November 28, 2017

SAATNYA KITA BERPALING PADA ENERGI PANAS BUMI


            Banyaknya polusi yang dihasilkan oleh pembangkit listrik berbahan bakar batu bara dan solar membuat kita sudah seharusnya berpaling sumber energi yang ramah lingkungan. Bahan bakar yang ramah lingkungan sudah banyak ditemukan oleh para ahli, bahkan sudah ada beberapa negara seperti Jerman dan negara-negara Skandinavia yang sumber energinya beralih pada sumber energi ramah lingkungan.

            Kita yang berada di Negara Indonesia sampai saat ini masih menggunakan bahan bakar seperti bensin, solar dan batu bara sebagai sumber energi utama dalam memproduksi listrik. Padahal sumber-sumber bahan bakar tersebut tersebut merupakan sumber energi yang tidak ramah lingkungan. Sumber-sumber energi tersebut banyak menghasilkan zat-zat polutan pencemar seperti gas CO, CO2, SO2, H2S dan lainnya. Padahal Negara Indonesia mempunyai potensi untuk mengembangkan sumber energi yang ramah lingkungan seperti energi dari sinar matahari, air, angin dan panas bumi. Sumber-sumber energi tersebut meruapakan sumber energi yang ramah lingkungan dan sumber energi yang terbaharukan, sehingga jika dikembangkan dengan optimal akan memberikan manfaat yang besar bagi masyarakat dan alam sekitar.
            Khusus untuk energi panas bumi, Indonesia berpotensi menjadi pengguna energi panas bumi (geothermal) yang terbesar di dunia. Hal ini karena Indonesia memiliki rangkaian gunung api sepanjang 6000 km yang menjadi sumber energi panas bumi, yang dibentuk oleh interaksi tiga lempeng tektonik (Lempeng Eurasia, Indo-Australia dan Pasifik). Potensi sumber daya energi panas bumi di Indonesia mencapai 28,5 Giga Watt (GW) yang tersebar di 265 lapangan panas bumi dan yang terbesar di dunia.
            Ironisnya sampai saat ini potensi energi panas bumi baru dimanfaatkan sebesar 1.196 Mega Watt (MW) atau 4,2 % dari potensi yang ada dan menjadi negara ketiga terbesar yang memanfaatkan energi panas bumi setelah Amerika Serikat (2900 MW) dan Filipina (2000 MW). Kecilnya pemanfaatan energi panas bumi membutuhkan dana invetasi yang cukup besar dan beresiko finansial yang tinggi, khususnya di sisi eksplorasi dan pengembangan lapangan panas bumi.
            Faktor-faktor yang menghambat investasi pengembangan sumber energi panas bumi adalah : Tidak tersedianya infrastruktur
Terutama jalan di sekitar lokasi pengembangan panas bumi Kondisi ini akan menyita waktu yang lama karena sebelum pembangunan proyek dimulai harus menunggu proses pembebasan lahan dan pembangunan infrastruktur.
Kedua, daerah panas bumi terletak dalam kawasan hutan konservasi dan kawasan hutan lindung. Berdasarkan data Badan Geologi menyebutkan bahwa pada tahun 2010, dari 265 daerah panas bumi (dpb) yang tersebar di seluruh Indonesia, terdapat 29 dpb (10,9%) dengan potensi 3.428 MWe terletak di dalam kawasan hutan konservasi dan 52 dpb (19,6%) dengan potensi 8.641 MWe berada di kawasan hutan lindung. Di dalam hutan konservasi tidak diperkenankan melakukan kegiatan proyek panas bumi, sedangkan di dalam hutan lindung dapat dilakukan dengan menggunakan mekanisme pinjam pakai. Kondisi seperti ini menyebabkan pembebasan lahan menjadi lebih lama karena harus melalui prosedur yang panjang.
Ketiga, meskipun Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No. 32 Tahun 2009 telah menetapkan harga patokan listrik panas bumi dapat mencapai US$ cents 9,70 per kWh, PLN sebagai pembeli tunggal (monopsoni) tidak tertarik untuk membeli listrik panas bumi (geothermal based energy) dengan alasan harganya lebih mahal dari biaya pokok produksi (BPP) listrik batubara (coal based energy).
Keempat, sebelum memulai investasi, berbagai macam perizinan yang harus ditempuh, proses pembebasan lahan yang berliku, dan banyaknya peraturan daerah yang sering menghambat investasi menjadi hal yang menjadi kendala.
Para pengembang energi panas bumi dari luar negeri (khususnya Amerika Serikat) biasanya menuntut tingkat pengembalian modal (Internal Rate of Return, IRR) yang tinggi, mereka juga menghadapi Country Risk yang tinggi pula. Dengan biaya produksi yang begitu tinggi membuat investor berpikir ulang untuk berinvestasi pada energi panas bumi.
Pemerintah sebagai pemangku kebijakan seharusnya memberikan dukungan pada pengembangan energi panas bumi. Apalagi di masa kepemimpinan Presiden Jokowi sudah mentargetkan produksi listrik sebanyak 35.000 Mega Watt. Produksi listrik sebesar itu sebagian besar masih menggunakan sumber energi fosil seperti solar dan batu bara yang biaya produksinya lebih murah dari energi panas bumi. Padahal jika semua hambatan-hambatan yang sudah disebutkan sebelumnya bisa diatasi, energi panas bumi punya banyak sekali keunggulan dibandingkan dengan enegi bahan bakar fosil lainnya.
Keunggulan pertama yaitu sumber daya panas bumi merupakan energi yang bersih dan ramah lingkungan. Emisi gas CO2 yang dihasilkannya jauh lebih kecil dibandingkan dengan sumber energi fosil, sehingga pengembangannya tidak merusak lingkungan, bahkan bila dikembangkan akan menurunkan laju peningkatan efek rumah kaca. Selain itu, pengembangan panas bumi dapat menjaga kelestarian hutan karena untuk menjaga keseimbangan sistem panas bumi diperlukan perlindungan hutan yang berfungsi sebagai daerah resapan.
            Kedua, sumber daya panas bumi dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan, atau cenderung tidak akan habis, selama keseimbangan sistem panas bumi di dalam bumi terjaga secara baik. Kehandalan pasokan (security of supply) tenaga listrik panas bumi terbukti dapat dipertahankan dalam jangka panjang (bisa lebih dari 30 tahun). Pada umumnya capacity factor pembangkit tenaga listrik yang ada di Indonesia bisa mencapai 90% per tahun, sehingga dapat dijadikan sebagai beban dasar dalam sistem ketenagalistrikan. Sebagai perbandingan, tahun ini PLN membutuhkan batubara 50 juta ton untuk semua pembangkit listriknya. Hingga bulan Maret 2011, pasokan batu bara baru tersedia sebanyak 7,2 juta ton untuk proyek percepatan pembangunan pembangkit listrik tenaga uap 10 ribu MW.
            Ketiga, pengangkutan sumber daya panas bumi tidak terpengaruh oleh risiko transportasi karena tidak menggunakan mobile transportation tetapi hanya menggunakan jaringan pipa dalam jangkauan yang pendek.
Keempat, harga listrik panas bumi akan kompetitif dalam jangka panjang karena ditetapkan berdasarkan suatu keputusan investasi, sehingga harganya dapat ditetapkan “flat” dalam jangka panjang.
Kelima, produktivitas sumber daya panas bumi relatif tidak terpengaruh oleh perubahan iklim tahunan sebagaimana yang dialami oleh sumber daya air yang digunakan oleh pembangkit listrik tenaga air (PLTA).
Melihat keunggulan sumber daya panas bumi yang begitu banyak sudah sepantasnya pemerintah memperhatikan sumber daya energi panas bumi ini demi meningkatkan produksi energi listrik yang ramah lingkungan. Izin-izin yang menghambat investasi harus segera dihilangkan agar membuat para investor lebih mudah lagi dalam melakukan pengerjaan proyek investasi di energi panas bumi.



No comments:

Post a Comment