Banyaknya polusi yang dihasilkan
oleh pembangkit listrik berbahan bakar batu bara dan solar membuat kita sudah
seharusnya berpaling sumber energi yang ramah lingkungan. Bahan bakar yang
ramah lingkungan sudah banyak ditemukan oleh para ahli, bahkan sudah ada
beberapa negara seperti Jerman dan negara-negara Skandinavia yang sumber
energinya beralih pada sumber energi ramah lingkungan.
Kita yang berada di Negara Indonesia
sampai saat ini masih menggunakan bahan bakar seperti bensin, solar dan batu
bara sebagai sumber energi utama dalam memproduksi listrik. Padahal
sumber-sumber bahan bakar tersebut tersebut merupakan sumber energi yang tidak
ramah lingkungan. Sumber-sumber energi tersebut banyak menghasilkan zat-zat
polutan pencemar seperti gas CO, CO2, SO2, H2S
dan lainnya. Padahal Negara Indonesia mempunyai potensi untuk mengembangkan
sumber energi yang ramah lingkungan seperti energi dari sinar matahari, air,
angin dan panas bumi. Sumber-sumber energi tersebut meruapakan sumber energi
yang ramah lingkungan dan sumber energi yang terbaharukan, sehingga jika
dikembangkan dengan optimal akan memberikan manfaat yang besar bagi masyarakat dan
alam sekitar.
Khusus untuk energi panas bumi,
Indonesia berpotensi menjadi pengguna energi panas bumi (geothermal) yang terbesar di dunia. Hal ini karena Indonesia
memiliki rangkaian gunung api sepanjang 6000 km yang menjadi sumber energi
panas bumi, yang dibentuk oleh interaksi tiga lempeng tektonik (Lempeng
Eurasia, Indo-Australia dan Pasifik). Potensi sumber daya energi panas bumi di
Indonesia mencapai 28,5 Giga Watt (GW) yang tersebar di 265 lapangan panas bumi
dan yang terbesar di dunia.
Ironisnya sampai saat ini potensi
energi panas bumi baru dimanfaatkan sebesar 1.196 Mega Watt (MW) atau 4,2 %
dari potensi yang ada dan menjadi negara ketiga terbesar yang memanfaatkan
energi panas bumi setelah Amerika Serikat (2900 MW) dan Filipina (2000 MW).
Kecilnya pemanfaatan energi panas bumi membutuhkan dana invetasi yang cukup
besar dan beresiko finansial yang tinggi, khususnya di sisi eksplorasi dan
pengembangan lapangan panas bumi.
Faktor-faktor yang menghambat
investasi pengembangan sumber energi panas bumi adalah : Tidak tersedianya
infrastruktur
Terutama jalan di sekitar lokasi pengembangan panas bumi Kondisi ini akan
menyita waktu yang lama karena sebelum pembangunan proyek dimulai harus
menunggu proses pembebasan lahan dan pembangunan infrastruktur.
Kedua, daerah panas bumi terletak dalam kawasan hutan konservasi dan
kawasan hutan lindung. Berdasarkan data Badan Geologi menyebutkan bahwa pada
tahun 2010, dari 265 daerah panas bumi (dpb) yang tersebar di seluruh
Indonesia, terdapat 29 dpb (10,9%) dengan potensi 3.428 MWe terletak di dalam
kawasan hutan konservasi dan 52 dpb (19,6%) dengan potensi 8.641 MWe berada di
kawasan hutan lindung. Di dalam hutan konservasi tidak diperkenankan melakukan
kegiatan proyek panas bumi, sedangkan di dalam hutan lindung dapat dilakukan
dengan menggunakan mekanisme pinjam pakai. Kondisi seperti ini menyebabkan
pembebasan lahan menjadi lebih lama karena harus melalui prosedur yang panjang.
Ketiga, meskipun Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No. 32
Tahun 2009 telah menetapkan harga patokan listrik panas bumi dapat mencapai US$
cents 9,70 per kWh, PLN sebagai pembeli tunggal (monopsoni) tidak tertarik
untuk membeli listrik panas bumi (geothermal
based energy) dengan alasan
harganya lebih mahal dari biaya pokok produksi (BPP) listrik batubara (coal based energy).
Keempat, sebelum memulai investasi, berbagai macam perizinan yang harus
ditempuh, proses pembebasan lahan yang berliku, dan banyaknya peraturan daerah
yang sering menghambat investasi menjadi hal yang menjadi kendala.
Para pengembang energi
panas bumi dari luar negeri (khususnya Amerika Serikat) biasanya menuntut
tingkat pengembalian modal (Internal Rate
of Return, IRR) yang tinggi, mereka juga menghadapi Country Risk yang tinggi pula. Dengan biaya produksi yang begitu
tinggi membuat investor berpikir ulang untuk berinvestasi pada energi panas
bumi.
Pemerintah sebagai
pemangku kebijakan seharusnya memberikan dukungan pada pengembangan energi
panas bumi. Apalagi di masa kepemimpinan Presiden Jokowi sudah mentargetkan
produksi listrik sebanyak 35.000 Mega Watt. Produksi listrik sebesar itu
sebagian besar masih menggunakan sumber energi fosil seperti solar dan batu
bara yang biaya produksinya lebih murah dari energi panas bumi. Padahal jika
semua hambatan-hambatan yang sudah disebutkan sebelumnya bisa diatasi, energi
panas bumi punya banyak sekali keunggulan dibandingkan dengan enegi bahan bakar
fosil lainnya.
Keunggulan pertama
yaitu sumber daya panas bumi merupakan energi yang bersih dan ramah lingkungan.
Emisi gas CO2 yang dihasilkannya jauh lebih kecil dibandingkan
dengan sumber energi fosil, sehingga pengembangannya tidak merusak lingkungan,
bahkan bila dikembangkan akan menurunkan laju peningkatan efek rumah kaca.
Selain itu, pengembangan panas bumi dapat menjaga kelestarian hutan karena
untuk menjaga keseimbangan sistem panas bumi diperlukan perlindungan hutan yang
berfungsi sebagai daerah resapan.
Kedua, sumber daya panas bumi dapat
dimanfaatkan secara berkelanjutan, atau cenderung tidak akan habis, selama
keseimbangan sistem panas bumi di dalam bumi terjaga secara baik. Kehandalan
pasokan (security of supply) tenaga
listrik panas bumi terbukti dapat dipertahankan dalam jangka panjang (bisa
lebih dari 30 tahun). Pada umumnya capacity
factor pembangkit tenaga listrik yang ada di Indonesia bisa mencapai 90%
per tahun, sehingga dapat dijadikan sebagai beban dasar dalam sistem
ketenagalistrikan. Sebagai perbandingan, tahun ini PLN membutuhkan batubara 50
juta ton untuk semua pembangkit listriknya. Hingga bulan Maret 2011, pasokan
batu bara baru tersedia sebanyak 7,2 juta ton untuk proyek percepatan
pembangunan pembangkit listrik tenaga uap 10 ribu MW.
Ketiga, pengangkutan sumber daya
panas bumi tidak terpengaruh oleh risiko transportasi karena tidak menggunakan
mobile transportation tetapi hanya menggunakan jaringan pipa dalam jangkauan
yang pendek.
Keempat, harga listrik panas bumi akan kompetitif dalam jangka panjang
karena ditetapkan berdasarkan suatu keputusan investasi, sehingga harganya
dapat ditetapkan “flat” dalam jangka panjang.
Kelima, produktivitas sumber daya panas bumi relatif tidak terpengaruh
oleh perubahan iklim tahunan sebagaimana yang dialami oleh sumber daya air yang
digunakan oleh pembangkit listrik tenaga air (PLTA).
Melihat keunggulan sumber daya panas bumi yang begitu banyak sudah
sepantasnya pemerintah memperhatikan sumber daya energi panas bumi ini demi
meningkatkan produksi energi listrik yang ramah lingkungan. Izin-izin yang
menghambat investasi harus segera dihilangkan agar membuat para investor lebih
mudah lagi dalam melakukan pengerjaan proyek investasi di energi panas bumi.
No comments:
Post a Comment