Meningkatnya produksi kelapa sawit dunia, terutama di Malaysia dan
Indonesia telah mengundang perhatian sejumlah LSM besar, termasuk Greenpeace,
WWF, dan Friends of the Earth. Pada mulanya tentangan utama terhadap kelapa
sawit adalah soal penggundulan hutan, sementara keprihatinan belakangan ini
menyangkut dampak perluasan kebun kelapa sawit pada menyusutnya keragaman
hayati (termasuk habitat orang utan) dan emisi CO2. Klaim utama kampanye
lingkungan yang menentang industri kelapa sawit adalah bahwa penggundulan
hutan, terutama konversi lahan hutan menjadi kebun kelapa sawit, merupakan
penyebab utama emisi CO2.
Budidaya kelapa sawit di lahan gambut dan perubahan secara tidak langsung
tata-guna lahan sering disebut-sebut sebagai ancaman utama terhadap perubahan
iklim. Namun, terdapat ketidakpastian dan perdebatan sengit tentang data dan
model yang digunakan untuk mendukung klaim tersebut. Penyebab utama penggundulan
hutan adalah pertumbuhan kota, pertanian subsisten, perumahan, dan pengumpulan
kayu bakar.
Ada perdebatan sengit tentang seberapa parah penggundulan hutan di
Indonesia, terutama akibat beragamnya tafsiran tentang istilah itu dan
informasi yang tidak memadai. Dalam waktu sepuluh tahun hingga 2010, FAO
memperkirakan bahwa areal hutan di Indonesia menyusut 5 persen, dari 99,4 juta
hektare menjadi 94,4 juta hektare.42 Laju penyusutan ini berkurang dari
dasawarsa sebelumnya, ketika areal hutan menyusut 1,75 persen per tahun dari
118,5 juta hektare menjadi 99,4 juta hektare. Pada dasawarsa yang lalu,
meskipun perubahan persentase tahun per tahun (yoy) dalam kawasan hutan
meningkat (karena basis hutan yang relatif semakin kecil setiap tahun),
penyusutan kawasan hutan lebih kecil dalam angka absolut. Gambar di bawah
memperlihatkan total kawasan hutan dan laju perubahan kawasan hutan dari tahun
ke tahun di Indonesia sejak 1990.
Gambar 1. Capture Gambar Kawasan Hutan Indonesia
Data spesifik tentang peranan kelapa sawit dalam penggundulan hutan
memang terbatas, dan perkiraan juga sangat beragam. Statistik tentang peranan
kelapa sawit dalam penggundulan hutan mengasumsikan bahwa semua pertumbuhan
areal kelapa sawit diakibatkan oleh konversi lahan hutan menjadi kebun kelapa
sawit, menghitung peranan industri ini dalam penggundulan hutan dengan
menganggap bahwa perubahan areal kelapa sawit sama dengan tingkat penggundulan
hutan, dalam kurun waktu tertentu. Hal ini memberikan citra menyesatkan tentang
peranan kelapa sawit dalam penggundulan hutan, mengingat sebagian perluasan
dilakukan pada lahan kritis.
Pada 2008, kontribusi relatif emisi CO2 global dari . penggundulan
hutan dan penyusutan hutan diperkirakan sekitar 12 persen.44 Pada 2006, Indonesia
melepaskan 1,5 ton kubik CO2 per kapita, lebih rendah daripada
rata-rata Asia Timur dan Pasifik serta negara berpenghasilan menengah bawah,
dan jauh lebih rendah daripada Inggris dan Amerika Serikat yang masing-masing
melepaskan 9,3 ton kubik dan 19,3 ton kubik.45 Meskipun terdapat kampanye yang
menentang industri kelapa sawit, produksi minyak sawit lebih
berkelanjutan
daripada minyak nabati lainnya.
Produksi minyak sawit menggunakan energi jauh lebih sedikit, menggunakan
lahan lebih sedikit, dan menghasilkan lebih banyak minyak per hektare dibandingkan
dengan biji minyak lain, memiliki jejak karbon yang lebih kecil, dan merupakan
penyerap karbon yang efektif. Dampak penggundulan hutan pada menyusutnya
keragaman hayati, terutama menyusutnya habitat orang utan juga merupakan keprihatinan
yang lazim dikemukakan. Tekanan terhadap keragaman hayati berasal dari berbagai
sumber, antara lain kemiskinan, kegiatan pertanian/kehutanan, lembaga, dan
teknologi.
Penyusutan habitat tidak semata-mata akibat konversi lahan hutan menjadi
kebun kelapa sawit. Antara 2000 dan 2007, penggunaan lahan kelapa sawit
meningkat 2,9 juta hektare dibandingkan dengan penggunaan lahan untuk keperluan
lain yang meningkat 9,4 juta hektare. Habitat orang utan juga dilestarikan
melalui suaka margasatwa di Indonesia yang telah ditetapkan dan mematuhi sejumlah
undang-undang. Lebih dari 23 persen Indonesia dicadangkan untuk pelestarian hutan,
termasuk 42 persen di Aceh dan 40 persen di Kalimantan.
No comments:
Post a Comment