ADS

loading...

Thursday, July 5, 2018

PELUANG PRODUK PENGGANTI DAGING DAN SUSU



Sebuah perusahaan makanan setidaknya mempunyai tiga insentif untuk menanggapi risiko dan peluang pada industri makanan secara umum. Insentif pertama adalah perusahaan makanan telah rugi akibat bencana iklim, jadi kepentingan perusahaan itu sendiri bisa dilindungi dengan memperlambat perubahan iklim. Di daerah-daerah yang terlanda, bencana iklim bisa diperkirakan tidak hanya mengurangi pasar industri makanan, tetapi juga merusak prasarana dan kemampuannya untuk beroperasi. Sebagai contoh, semua resiko ini terjadi di wilayah New Orleans pada tahun 2005 karena badai Katrina, ketika perusahaan Whole Foods Market melaporkan kerugian sebesar US$16,5 juta pada tahun itu karena toko-tokonya rusak dan tutup di wilayah New Orleans, tidak ada penjualan, dan harus memperbaiki toko-toko yang rusak itu. Risiko seperti ini akan diperburuk oleh bencana iklim ekstrem di kemudian hari, yang kejadiannya dan kekuatannya diperkirakan akan meningkat di seluruh dunia.

Insentif kedua muncul dari besarnya kemungkinan setelah krisis ekonomi saat ini selesai, permintaan terhadap minyak akan naik ke tingkat yang tidak mungkin untuk dipenuhi karena menurunnya produksi (fenomena “puncak minyak”). Harga minyak bumi akan meningkat sangat tajam sehingga akan menghancurkan banyak bagian dari ekonomi sekarang. Produk-produk hewani akan menderita pukulan tambahan karena setiap gram biofuel dari hasil panen yang bisa diproduksi untuk menggantikan bahan bakar konvensional kemungkinan besar akan diproduksi – dan dengan demikian dialihkan dari peternakan sebagai usaha untuk menghindari bencana. Hal tersebut telah diperkirakan oleh mereka yang bergerak di sektor peternakan dan sektor fnansial karena fenomena “puncak minyak” dapat membawa kehancuran pada sektor peternakan dalam beberapa tahun. Untuk menjadi pemenang pada kompetisi dalam skenario tersebut adalah alasan lain bagi para pemimpin dalam industri makanan agar secepatnya mulai menggantikan produk hewaninya dengan alternatif yang lebih baik.
Insentif ketiga yaitu sebuah perusahaan makanan dapat memproduksi dan memasarkan produk alternatif pengganti produk hewani yang memiliki rasa serupa, tetapi lebih mudah dimasak, lebih murah, dan lebih sehat, sehingga lebih baik daripada produk hewani. Produk-produk alternatif ini dapat berupa daging sapi, babi dan ayam dari kedelai dan seitan (gluten gandum); susu, keju dan es krim dari kedelai dan beras.
Penjualan produk-produk kedelai pengganti daging di Amerika Serikat saja telah mencapai US$1,9 miliar pada tahun 2007, meningkat dari US$1,7 miliar pada tahun 2005, menurut Asosiasi Makanan Kedelai Amerika Utara. Sebagai perbandingan, penjualan produk daging di Amerika Serikat (termasuk unggas) mencapai $100 miliar pada tahun 2007. Rasio 1,9 berbanding 100 ini menunjukkan banyak ruang untuk tumbuh bagi penjualan produk pengganti daging dan susu. Produk pengganti daging dan susu telah dijual di seluruh negara berkembang, dan seperti di Amerika Serikat, penjualan telah meningkat pada tahun-tahun belakangan ini. Jadi, berbagai usaha untuk meningkatkan penjualan produk-produk ini di negara berkembang tidak harus menunggu usaha yang serupa sukses terlebih dulu di negara maju. Di seluruh dunia, pasar untuk produk pengganti daging dan susu memiliki potensi hampir sebesar pasar untuk produk hewan ternak.
Perusahaan makanan organik skala besar mungkin melihat kesempatan-kesempatan ini sangat menarik. Perusahaan seperti itu dapat membentuk anak perusahaan untuk menjual produk pengganti daging dan susu, mungkin secara khusus. Mereka dapat secara signifkan meningkatkan produksi dan penjualan produk pengganti dalam beberapa tahun dengan biaya modal yang masuk akal dan pengembalian investasi yang menarik. Dan karena produk pengganti daging dan susu diproduksi tanpa proses intensif GRK yang digunakan dalam memelihara ternak – seperti emisi CO2 dan metana dari hewan, dan penggunaan lahan untuk menanam pakan dan penggembalaan ternak – produk pengganti jelas menghasilkan GRK yang jauh lebih sedikit daripada produk peternakan. Jadi, pendapatan tambahan mungkin bisa diperoleh dari penjualan kredit karbon untuk pengurangan emisi GRK yang diperoleh melalui produk pengganti dibandingkan dengan produk ternak.
Produk pengganti susah dibedakan dari daging dan produk susu ketika mereka dipotong, dilapisi bubuk roti, diberi saus, dibumbui, atau proses yang lain, jadi berada di antara strategi berisiko paling kecil bagi anak perusahaan untuk membangun jaringan gerai makanan cepat saji yang menghidangkan burger kedelai, produk ayam kedelai, sandwich yang dibuat dengan berbagai produk pengganti daging dan/atau es krim kedelai. Jika jaringan ini berkembang dengan pesat, maka perusahaan makanan lainnya akan tergoda untuk mengikuti pelopor itu.
Jika produksi produk pengganti daging dan susu meningkat secara signifkan, maka harganya akan turun – suatu keuntungan utama setidaknya selama resesi ekonomi saat ini masih berlangsung di banyak negara. Selanjutnya akan terjadi penurunan harga dari skala ekonomi dan peningkatan persaingan di antara para pembuat produk pengganti, juga karena bahan baku utama untuk biodiesel adalah minyak kedelai. Memenuhi perkiraan permintaan biodiesel yang jauh lebih tinggi akan menghasilkan surplus makanan kedelai, yang tidak hanya merupakan produk sampingan dari minyak kedelai, tetapi juga adalah bahan baku produk pengganti daging dan susu. Kelebihan persediaan makanan kedelai bisa menurunkan harganya secara signifkan.
Bagi konsumen yang tidak suka makan produk pengganti daging dan susu, kacang polong dan padi-padian berprotein tinggi telah tersedia sebagai alternatif. Pilihan lainnya adalah daging buatan yang ditumbuhkan di laboratorium dari selsel hewan ternak, kadang-kadang disebut daging “in vitro”.
Beberapa percobaan telah dilakukan dan sejumlah paten telah didaftarkan, tapi produksi dan kemungkinan pemasarannya baru bisa dilakukan beberapa tahun lagi dan ini akan cukup lama sebelum diketahui apakah daging in vitro bisa bersaing dengan produk pengganti dalam hal harga dan rasa, serta dampaknya terhadap kesehatan dan lingkungan.
SUMBER : www.worldwatch.org/ww/livestock

No comments:

Post a Comment