Sebuah perusahaan makanan setidaknya mempunyai tiga insentif untuk
menanggapi risiko dan peluang pada industri makanan secara umum. Insentif
pertama adalah perusahaan makanan telah rugi akibat bencana iklim, jadi
kepentingan perusahaan itu sendiri bisa dilindungi dengan memperlambat
perubahan iklim. Di daerah-daerah yang terlanda, bencana iklim bisa
diperkirakan tidak hanya mengurangi pasar industri makanan, tetapi juga merusak
prasarana dan kemampuannya untuk beroperasi. Sebagai contoh, semua resiko ini
terjadi di wilayah New Orleans pada tahun 2005 karena badai Katrina, ketika
perusahaan Whole Foods Market melaporkan kerugian sebesar US$16,5 juta pada
tahun itu karena toko-tokonya rusak dan tutup di wilayah New Orleans, tidak ada
penjualan, dan harus memperbaiki toko-toko yang rusak itu. Risiko seperti ini
akan diperburuk oleh bencana iklim ekstrem di kemudian hari, yang kejadiannya
dan kekuatannya diperkirakan akan meningkat di seluruh dunia.
Insentif kedua muncul dari besarnya kemungkinan setelah krisis ekonomi
saat ini selesai, permintaan terhadap minyak akan naik ke tingkat yang tidak
mungkin untuk dipenuhi karena menurunnya produksi (fenomena “puncak minyak”).
Harga minyak bumi akan meningkat sangat tajam sehingga akan menghancurkan
banyak bagian dari ekonomi sekarang. Produk-produk hewani akan menderita
pukulan tambahan karena setiap gram biofuel dari hasil panen yang bisa
diproduksi untuk menggantikan bahan bakar konvensional kemungkinan besar akan
diproduksi – dan dengan demikian dialihkan dari peternakan sebagai usaha untuk
menghindari bencana. Hal tersebut telah diperkirakan oleh mereka yang bergerak
di sektor peternakan dan sektor fnansial karena fenomena “puncak minyak” dapat
membawa kehancuran pada sektor peternakan dalam beberapa tahun. Untuk menjadi
pemenang pada kompetisi dalam skenario tersebut adalah alasan lain bagi para
pemimpin dalam industri makanan agar secepatnya mulai menggantikan produk
hewaninya dengan alternatif yang lebih baik.
Insentif ketiga yaitu sebuah perusahaan makanan dapat memproduksi dan
memasarkan produk alternatif pengganti produk hewani yang memiliki rasa serupa,
tetapi lebih mudah dimasak, lebih murah, dan lebih sehat, sehingga lebih baik
daripada produk hewani. Produk-produk alternatif ini dapat berupa daging sapi,
babi dan ayam dari kedelai dan seitan (gluten gandum); susu, keju dan es krim
dari kedelai dan beras.
Penjualan produk-produk kedelai pengganti daging di Amerika Serikat saja
telah mencapai US$1,9 miliar pada tahun 2007, meningkat dari US$1,7 miliar pada
tahun 2005, menurut Asosiasi Makanan Kedelai Amerika Utara. Sebagai perbandingan,
penjualan produk daging di Amerika Serikat (termasuk unggas) mencapai $100
miliar pada tahun 2007. Rasio 1,9 berbanding 100 ini menunjukkan banyak ruang untuk
tumbuh bagi penjualan produk pengganti daging dan susu. Produk pengganti daging
dan susu telah dijual di seluruh negara berkembang, dan seperti di Amerika
Serikat, penjualan telah meningkat pada tahun-tahun belakangan ini. Jadi,
berbagai usaha untuk meningkatkan penjualan produk-produk ini di negara
berkembang tidak harus menunggu usaha yang serupa sukses terlebih dulu di
negara maju. Di seluruh dunia, pasar untuk produk pengganti daging dan susu
memiliki potensi hampir sebesar pasar untuk produk hewan ternak.
Perusahaan makanan organik skala besar mungkin melihat
kesempatan-kesempatan ini sangat menarik. Perusahaan seperti itu dapat
membentuk anak perusahaan untuk menjual produk pengganti daging dan susu,
mungkin secara khusus. Mereka dapat secara signifkan meningkatkan produksi dan
penjualan produk pengganti dalam beberapa tahun dengan biaya modal yang masuk
akal dan pengembalian investasi yang menarik. Dan karena produk pengganti
daging dan susu diproduksi tanpa proses intensif GRK yang digunakan dalam
memelihara ternak – seperti emisi CO2 dan metana dari hewan, dan penggunaan
lahan untuk menanam pakan dan penggembalaan ternak – produk pengganti jelas
menghasilkan GRK yang jauh lebih sedikit daripada produk peternakan. Jadi,
pendapatan tambahan mungkin bisa diperoleh dari penjualan kredit karbon untuk
pengurangan emisi GRK yang diperoleh melalui produk pengganti dibandingkan
dengan produk ternak.
Produk pengganti susah dibedakan dari daging dan produk susu ketika
mereka dipotong, dilapisi bubuk roti, diberi saus, dibumbui, atau proses yang
lain, jadi berada di antara strategi berisiko paling kecil bagi anak perusahaan
untuk membangun jaringan gerai makanan cepat saji yang menghidangkan burger
kedelai, produk ayam kedelai, sandwich yang dibuat dengan berbagai produk
pengganti daging dan/atau es krim kedelai. Jika jaringan ini berkembang dengan
pesat, maka perusahaan makanan lainnya akan tergoda untuk mengikuti pelopor
itu.
Jika produksi produk pengganti daging dan susu meningkat secara
signifkan, maka harganya akan turun – suatu keuntungan utama setidaknya selama
resesi ekonomi saat ini masih berlangsung di banyak negara. Selanjutnya akan
terjadi penurunan harga dari skala ekonomi dan peningkatan persaingan di antara
para pembuat produk pengganti, juga karena bahan baku utama untuk biodiesel
adalah minyak kedelai. Memenuhi perkiraan permintaan biodiesel yang jauh lebih
tinggi akan menghasilkan surplus makanan kedelai, yang tidak hanya merupakan
produk sampingan dari minyak kedelai, tetapi juga adalah bahan baku produk
pengganti daging dan susu. Kelebihan persediaan makanan kedelai bisa menurunkan
harganya secara signifkan.
Bagi konsumen yang tidak suka makan produk pengganti daging dan susu, kacang polong dan padi-padian berprotein tinggi telah tersedia sebagai alternatif. Pilihan lainnya adalah daging buatan yang ditumbuhkan di laboratorium dari selsel hewan ternak,
kadang-kadang disebut daging “in vitro”.
Beberapa percobaan telah dilakukan dan sejumlah paten telah didaftarkan,
tapi produksi dan kemungkinan pemasarannya baru bisa dilakukan beberapa tahun
lagi dan ini akan cukup lama sebelum diketahui apakah daging in vitro bisa
bersaing dengan produk pengganti dalam hal harga dan rasa, serta dampaknya
terhadap kesehatan dan lingkungan.
SUMBER : www.worldwatch.org/ww/livestock
No comments:
Post a Comment