Kita
semua pasti sudah tidak asing lagi dengan yang namanya “kelapa sawit” mengingat
kelapa sawit merupakan salah satu komoditas utama ekspor hasil perkebunan
Indonesia. Bagi yang tidak mengenal kelapa sawit maka kalian dapat membayangkan
minyak goreng yang banyak dijual di toko-toko besar maupun kecil karena minyak
goreng tersebut merupakan salah satu produk turunan dari kelapa sawit.
Sebenarnya masih banyak lagi produk-produk turunan kelapa sawit yang dijual di
pasaran sehingga bisnis kelapa sawit menjadi primadona di Indonesia.
Gambar 1. Produk-Produk
Turunan Kelapa Sawit
Luas area perkebunan kelapa sawit
Indonesia terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Menurut data
Direktorat Jenderal Perkebunan (2015) luas areal perkebunan kelapa sawit Indonesia
meningkat dari 5 juta ha pada tahun 2005 menjadi 11 juta ha pada tahun 2015.
Luas perkebunan kelapa sawit tersebut terbagi-bagi dalam tiga kepemilikan yaitu
milik rakyat, swasta dan pemerintah. Data selengkapnya dapat dilihat pada
gambar 1 berikut:
Gambar 2. Luas Areal
Perkebunan Kelapa Sawit menurut Status Pengelolaan
Peningkatan luas areal perkebunan
kelapa sawit memberikan dampak yang positif bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia
dan juga menopang sekitar jutaan petani. Industri kelapa sawit bersifat multiplier effect yang mana setiap
terjadi peningkatan permintaan akan meningkatkan perekonomian nasional dan
kemajuan yang signifikan pada daerah penghasilnya.
Ditengah peranan kelapa sawit
terhadap pertumbuhan ekonomi nasional, industri kelapa sawit juga menyediakan
masalah yang tidak kalah besarnya dengan manfaatnya. Masalah besar yang sering
berhembus tentang industri kelapa sawit adalah masalah perusakan lingkungan
yang masif. Hutan-hutan yang terdiri dari beranekaragam hayati harus berganti
menjadi hanya menjadi satu jenis tanaman yaitu kelapa sawit.
Gambar 3. Lahan
Perkenunan Kelapa Sawit yang Terus Mendesak Areal Hutan
Hutan Indonesia merupakan salah satu
hutan hujan tropis terbesar di dunia yang terdapat beragam jenis flora dan
fauna. Kekayaan hayati ini merupakan anugerah bagi bangsa Indonesia yang
seharusnya dijaga kelestariannya bukannya malah terus dihancurkan dan
dibinasakan. Modus yang paling sering digunakan untuk mengganti hutan yang
beraneka ragam menjadi hutan sawit adalah dengan membakarnya. Pembakaran hutan
menjadi cara yang paling mudah dan murah untuk membuka lahan hutan. Pembakaran
ini dilakukan pada setiap musim kemarau di Indonesia pada saat hutan dalam
keadaan kering dan panas.
Gambar 4. Areal Hutan
yang Terbakar
Pada tahun 2015 lalu terjadi kebakaran hutan yang hebat di beberapa
wilayah Indonesia. Pembakaran hutan tersebut disebabkan oleh dua faktor yaitu
faktor manusia dan alam. Keingginan oknum-oknum pembakar hutan didukung oleh
keadaan cuaca Indonesia yang sangat panas akibat efek El Nino sehingga
memudahkan mereka dalam melakukan pembakaran, dan hasilnya beribu-ribu hektar
lahan hutan gambut terbakar dengan sangat hebat. Kebakaran tersebut tercatat
memecahkan rekor yang mengakibatkan terlepasnya gas rumah kaca (GRK) dan
polutan dalam jumlah besar yang mana kabut asapnya yang jauh hingga mencapai
Negara-negara tetangga.
Gambar 5. Citra
Satelit yang Menunjukkan Titik Api dan Asap di Pulau Sumatera
Pembakaran hutan tersebut merusak
habitat dan ekosistem bagi flora dan fauna disana. Selain merusak habitat dan
ekosistem, efek dari pembakaran hutan juga menyebabkan terjadinya pembunuhan
masal bagi keanekaragaman hayati disana. Hutan yang sudah terbakar bukannya
dikembalikan lagi fungsinya malah berganti menjadi areal perkebunan kelapa
sawit. Hal ini jelas menjadi pertanyaan kita semua “mengapa lahan yang
diperuntukkan untuk hutan yang terdiri dari beragam jenis flora dan fauna malah
berganti menjadi hutan satu jenis tanaman yaitu kelapa sawit ?”
Gambar 6. Hutan Yang
Habis Terbakar Segera Ditanami Kelapa Sawit
Masalah tersebut seharusnya bisa
diatasi asalkan pemerintah memberikan tindakan yang tegas bagi oknum-oknum yang
membuka areal hutan secara ilegal, namun pada kenyataannya pemerintah hanya
sekedar pernyataan saja, tidak diiringi dengan tindakan nyata. Di satu sisi
pemerintah mengatakan akan berkomitmen untuk terus menjaga dan melindungi
keanekaragaman jenis flora dan fauna hutan namun di sisi lain pemerintah justru
membuat Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia
(MP3EI). Rencana ini mencanangkan pembukaan ribuan hektar hutan di Sumatra,
Kalimantan dan Papua atas nama ekspansi ekonomi untuk kelapa sawit, tambang dan
sektor lainnya; tidak diperhitungkan perlunya merekonsiliasi strategi
pertumbuhan ekonomi dengan perlindungan hutan dan lahan gambut.
Kementerian Kehutanan bertanggung
jawab untuk perlindungan hutan dan juga eksploitasi sektor kehutanan. Hal ini
berarti Kementerian Kehutanan disatu sisi berkomitmen ingin melestarikan hutan
dan disisi lain justru memberikan izin yang berlebihan bagi perusahaan dalam
mengembangkan usahanya di sektor kehutanan. Ketika tujuan-tujuan ini
bertentangan, Kementerian Kehutanan biasanya gagal dalam menjaga komitmennya
untuk melindungi hutan dan lahan gambut, termasuk habitat kehidupan liar yang
dilindungi, karena memberi prioritas pada konversi hutan untuk pembangunan
industri. Setelah mendapat izin dari kementerian kehutanan dari areal
konservasi menjadi areal pembangunan industri maka tugas selanjutnya akan
dilakukan oleh Kementerian Pertanian. Kementerian Pertanian akan mengeluarkan
izin konsesi dan izin lainnya untuk perkebunan komoditas pertanian seperti kelapa
sawit.
Para pejabat di provinsi makin
memperburuk masalah ini . Mereka bertanggung jawab tidak hanya untuk
mengeluarkan izin, tapi juga mengembangkan rencana tata ruang dan penggunaan
lahan bagi daerah mereka. Tidak mengherankan, pertumbuhan industri ekonomi
dikejar tanpa rencana pada tingkat bentang alam yang efektif untuk memastikan
perlindungan hutan, lahan gambut dan habitat kehidupan liar. “Salah satu kasus adalah kontroversi seputar rencana tata ruang
wilayah provinsi Aceh: Provinsi ini memiliki habitat penting bagi harimau dan
orangutan Sumatra, namun pemerintah provinsi tidak bersedia membagi data dan
rencana penggunaan lahan secara rinci, dan tampak lebih mengutamakan konversi
hutan dan pembangunan jalan, yang akan makin memfragmentasi habitat harimau dan
orangutan yang rentan”.
Usaha-usaha
pelestarian hutan di Indonesia juga menghadapi kendala korupsi yang meluas di
semua tingkat pemerintahan. Penilaian risiko dalam sektor kehutanan Indonesia
oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pada tahun 2010 ditemukan sejumlah
masalah dari tingkat nasional sampai daerah, termasuk kapasitas dan integritas
yang rendah dari badan pengelola hutan. Hal ini mengarah pada kesimpulan bahwa
pada “semua kegiatan dalam zona hutan terdapat risiko korupsi yang sangat
tinggi’ dan ‘Pejabat dan PNS dapat secara aktif menyalahgunakan posisi mereka
dalam menentukan izin konsesi kehutanan”. Pada Juni 2013, gubernur Riau
Rusli Zainal ditahan oleh KPK karena dugaan keterlibatannya dalam korupsi alokasi
izin kehutanan, termasuk “penyalahgunaan kewenangannya dalam menyetujui rencana
kerja tahunan dari sejumlah perusahaan swasta”. Ia adalah pejabat pemerintah
Riau keenam yang dituduh terlibat korupsi di bidang kehutanan oleh KPK – kelima
orang lainnya saat ini telah dipenjarakan.
Para pakar berpendapat bahwa
“mempertahankan keutuhan hutan adalah sangat penting bagi kelangsungan hidup flora
dan fauna dalam jangka panjang”. Aksi segera sangat diperlukan untuk
menghentikan fragmentasi dan untuk menghubungkan kembali petak-petak habitat
menjadi wilayah yang lebih besar dan mampu untuk mendukung pelestarian aneka
ragam hayati.
Gambar 7. Seekor Orang Utan Yang Berada di Kebun Perusahaan
Kelapa Sawit di Kalimantan Barat
Semua pemangku kepentingan dalam
industri minyak kelapa sawit perlu beraksi sekarang untuk menghentikan industri
tersebut merusak hutan hujan yang penting, membahayakan masa depan kehidupan
liar yang terancam punah secara kritis, menggusur masyarakat lokal dan
mendorong perubahan iklim. Para pemangku kepentingan lain, dari pemerintah
sampai pengguna, harus menunjukkan bahwa mereka tidak akan mentolerir perusakan
semacam ini. Sebagai produsen terkemuka di dunia, Indonesia harus mengambil
kesempatan memegang peran utama untuk mengubah sektor ini.
Greenpeace menyerukan kepada para
pemangku kepentingan minyak kelapa sawit, pulp dan industri komoditas lainnya
untuk mengambil langkahlangkah penting untuk menghentikan deforestasi dan
memperbaiki tata kelola dan transparansi.
1. Sektor perkebunan: hentikan penghancuran
hutan hujan Indonesia termasuk habitat flora dan fauna.
· Segera terapkan moratorium pembangunan
perkebunan dalam semua konsesi dimana terdapat andil perusahaan sampai hutan
dan lahan gambut diidentifkasi dan dilindungi melalui Kebijakan Konservasi
Hutan.
· Dukung langkah-langkah tingkat bentang
alam/lansekap untuk melindungi dan memperkuat situssitus penting secara
ekologis termasuk habitat
harimau
dan spesies terancam punah lainnya.
2. Pedagang
perantara: jangan berdagang dengan produsen kotor, dukung perusahaanperusahaan
progresif dan produksi bertanggung jawab oleh petani kecil.
· Tunda perdagangan dengan produsen yang terlibat dengan
deforestasi atau pembukaan lahan gambut.
· Dukung produsen yang menerapkan kebijakan deforestasi
nol yang jelas seperti yang diterapkan oleh para anggota Palm Oil Innovations Group (POIG).
3. Konsumen
korporat: pastikan rantai pasokan anda ramah bagi alam.
· Buat komitmen untuk memastikan bahwa pasokan komoditas
termasuk minyak kelapa sawit, kertas dan kemasan bebas deforestasi.
· Mulailah dengan memastikan keterlacakan penuh dalam
rantai pasokan Anda dan dukung perusahaan yang memiliki komitmen jelas akan
kebijakan deforestasi nol sebagaimana yang diterapkan oleh anggota POIG.
4.
Sektor
keuangan: jangan biayai deforestasi.
· Tolaklah untuk memberi dukungan keuangan atau
jasa kepada perusahaan minyak kelapa sawit dan komoditas lainnya yang terkait
dengan deforestasi.
5.
Pemerintah
Indonesia: berikan kekuatan pada perlindungan harimau.
· Pastikan tata kelola yang kuat, prioritaskan
perlindungan hutan dan hargai industri yang memberi contoh.
· Tegakkan moratorium dan pastikan perkebunan kelapa
sawit baru, pulp atau perkebunan lainnya dibangun pada lahan dengan simpanan
karbon rendah.
· Berlakukan peraturan dan kebijakan tambahan untuk
memastikan proteksi penuh untuk semua hutan dan lahan gambut, termasuk yang
berada dalam wilayah konsesi.
·
Tinjau izin konsesi yang ada. Tindak ilegalitas,
termasuk kegagalan untuk memenuhi proses dalam pemberian izin, kegagalan untuk
mematuhi peraturan lahan gambut atau pelarangan pembakaran. Cabut konsesi
pelanggar yang keras kepala serta yang melanggar peraturan.
·
Kembangkan dan terapkan rencana pemerintah untuk
perlindungan dan rehabilitasi hutan dan bentang alam lahan gambut serta koridor
kehidupan satwa liar.
·
Ciptakan pencatatan nasional publik untuk semua jenis
konsesi – termasuk kelapa sawit, pulp dan batubara, – serta publikasikan. One Map. Kembangkan sistem pemantauan
nasional independen untuk memberikan transparansi yang lebih besar pada proses
ini, memastikan pemantauan dan penegakan serta memberikan kekuatan pada masyarakat
lokal dan pemangku kepentingan lain. Ini akan memungkinkan pemangku kepentingan
untuk memantau dampak operasi, juga mengekspos dan tuntut pertanggungjawaban
mereka yang melakukan kerusakan lingkungan seperti kebakaran, serta akan meningkatkan
tata kelola pemerintahan dengan memperkuat usaha penegakan hukum terhadap mereka
yang bertanggung jawab atas pelanggaran.
·
Kembangkan basis data lahan terdegradasi217untuk
memungkinkan proses pertukaran lahan yang efektif dan memungkinkan konsesi
legal di wilayah-wilayah hutan dan lahan gambut ditukar dengan konsesi di
wilayah dengan stok karbon rendah yang tidak mempunyai masalah sosial,
lingkungan atau ekonomi.
·
Beri penghargaan terhadap kepemimpinan industri.
Beri insentif pada produktivitas yang meningkat dalam perkebunan yang ada
(misalnya melalui insentif pajak).
Kita semua tahu bahwa kelapa sawit memiliki banyak kegunaan dan manfaat,
dan kita memahami ini; tapi produksi
kelapa sawit juga dapat mendatangkan biaya/ongkos yang tidak bisa diterima. Di
Indonesia, biaya yang harus ditanggung akibat produksi kelapa sawit yang tidak
bertanggung jawab dan tidak sesuai regulasi adalah rusaknya hutan dan
keanekaragam hayatinya.
Para petani dan merek-merek terkenal yang membeli minyak kelapa sawit
mereka harus memahami biaya yang sebenarnya dari produksi minyak kelapa sawit yang
tidak bertanggung jawab. Mereka harus memastikan bahwa pasokan kelapa sawit mereka
benar-benar memberikan sumbangan bagi pembangunan Indonesia, dan bukan
menghancurkan masa depan penduduknya, kehidupan liarnya dan iklim global yang
menjadi tumpuan harapan kita semua.
Gambar 8. Mekanisme Pengawasan Produk Kelapa Sawit yang
Ramah Lingkungan
Sumber:
DOWNLOAD VERSI PDF: KLIK DISINI
No comments:
Post a Comment